Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.
Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!
Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!
Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Musim hujan mulai mereda. Bunga-bunga kamboja di halaman sekolah mulai bermekaran, tetapi ada satu hal yang ikut berubah dan bukan bunga.
Yunita.
Gadis yang biasanya ribut, cerewet, melompat ke sana ke mari tanpa rem… kini terlihat aneh.
Bukan aneh yang lucu.
Aneh yang… membuat Yudhistira frustasi setengah mati.
Beberapa Minggu Terakhir
“Nita, kamu gak sarapan? Biasanya kamu rebut roti duluan dari tangan saya.” ujar Yudhistira
“Gak selera…” jawab Yunita
“Nita, kamu mau susu coklat atau teh?” tanya Yudhistira
“Gak dua-duanya…” jawab Yunita
“Nita, kamu kok… diem?” tanya Yudhistira lagi
“….” tapi tidak ada jawaban dari Yunita
Itu yang paling bikin Yudhistira resah. Yunita yang biasanya 80% suara rumah… kini 90% diam.
Ia bahkan sering menahan muntah pagi-pagi. Awalnya Yudhistira mengira flu lambung, lalu masuk angin, lalu stres magang.
Tapi…
Semua dugaan itu dipatahkan oleh satu fakta: Yunita menyentuh perutnya diam-diam saat mengira tidak ada yang melihat.
Dan Yudhistira melihat itu.
Hari demi hari.
Ia ingin bertanya, tapi takut menakut-nakuti istrinya sendiri.
Sampai suatu pagi, Yunita pingsan saat sedang menyapu halaman.
Panik Rumah Tangga
“NITA!!!”
Yudhistira yang biasanya paling kalem mendadak seperti orang kebakaran jenggot. Ia mengangkat tubuh Yunita lalu membawanya ke sofa.
“Nita! Sayang! Bangun!”
Yunita membuka mata dengan linglung. “Mas… aku… aku cuma pusing…”
“Pusing sampai jatuh? Tidak! Kita ke dokter. Sekarang!”
“Tapi aku—”
“Tidak ada tapi. Kamu ikut.”
Untuk pertama kalinya Yunita tidak membantah.
Itulah yang membuat Yudhistira makin takut.
---
Dokter mencatat gejala-gejalanya. “Mual pagi? Lemas? Selera makan turun? Mudah capek?”
Yunita mengangguk kecil.
Dokter tersenyum lembut. “Baik, kita lakukan tes dulu ya.”
Yudhistira menggenggam tangan Yunita erat sangat erat sampai Yunita kesakitan.
“Mas… itu tanganku mau patah…”ujar Yunita
“Oh maaf.” jawab Yudhistira
Tidak lama kemudian, dokter kembali.
Dan dengan senyum damai seperti malaikat turun dari langit, ia berkata, “Selamat ya, nona Yunita… kamu hamil.”
Keheningan.
Sepuluh detik.
Dua puluh detik.
Yunita menunduk, kedua tangannya menutup wajah.
Yudhistira… Diam.... Membatu.... Tak berkedip.
Seperti patung arca topeng Ganesha.
Dokter sampai bingung. “Eeh… Pak Yudhistira? Bapak baik-baik saja?”
Yudhistira hanya membuka mulut sedikit.
“Sa… saya…”
“….”
“…saya perlu duduk.” ujar Yudhistira
Dokter tersenyum. “Silakan Pak. Banyak suami shock pertama kali.”
Yudhistira duduk.
Kemudian berdiri.
Kemudian duduk lagi.
Lalu berdiri lagi.
Dokter memandang Yunita. “Suami Anda… sehat?”
“Gak tahu, Dok. Kayaknya error.”
Akhirnya, Yudhistira menutup wajah dengan kedua tangan. Lalu suara kecil keluar “Aku… bakal jadi ayah??”
Dokter tertawa lembut. “Iya, Pak.”
Yunita menatap suaminya pelan, takut.
“Mas… kamu marah?”
Yudhistira mendongak.
Wajahnya merah.
Matanya berkaca-kaca.
Dan sebagai lelaki paling kalem di sekolah…
Ia menangis.
“Nitaaa… aku… aku takut! Aku senang! Aku bingung! Aku deg-degan! Ini campur aduk!”
Yunita langsung memeluknya erat.
“Mas… jangan nangis. Aku juga takut…”
“Aku takut kamu sakit! Aku takut salah pegang! Aku takut kamu kelelahan magang! Aku takut kamu kepeleset! Aku takut dunia runtuh menimpa kamu—”
“Mas, please napas dulu.”
Yudhistira menarik napas panjang… tapi malah tersedak air liurnya sendiri.
Dokter menahan tawa. “Pak… kabar ini bukan bencana. Ini kabar bahagia.”
Yudhistira mengusap air matanya. “Saya tahu… makanya saya tambah panik.”
---
Setelah pulang dari klinik, Yunita duduk di sofa, memegangi hasil pemeriksaan.
Yudhistira mondar-mandir seperti satpam yang kehilangan kunci sekolah.
“Nita, kamu haus?”
“Enggak.”
“Kamu lapar? Mau bubur? Mau roti? Mau buah?”
“Enggak, Mas.”
“Kamu mau dipijetin? Mau dibuatkan teh? Mau dipeluk?”
“Mas.”
“Hah?”
“Duduk.”
Yudhistira duduk patuh seperti murid yang ketahuan nyontek.
Yunita memegang tangannya.
“Mas… kamu bahagia gak?”
“Bahagia banget.”
“Beneran?”
“Aku bahagia sampai… sampai… aku takut aku meledak.”
Yunita menghela napas lega. “Aku kira Mas bakal shock banget dan… bingung.”
“Aku memang bingung, tapi aku cinta kamu. Dan aku cinta… anak kita.”
Yunita meneteskan air mata. “Mas… aku takut gak siap.”
“Kalau kamu gak siap, aku siap dua kali lipat.”
Yunita menatapnya.
“Mas…”
“Hmm?”
“Kamu romantis.”
“… itu… refleks.”
----
Yunita berubah drastis.
Dari cerewet → menjadi lebih lembut.
Dari barbar → jadi lebih peluk-able.
Tapi emosinya naik turun.
“Mas… aku mau mie ayam.”
“Oke.”
“Enggak, aku mau bakso.”
“Oke.”
“Enggak… aku mau keduanya.”
“Baik.”
“Enggak. Aku mau nangis.”
“….”
Dan Yudhistira akan memeluknya sambil menepuk punggungnya.
“Gak apa, sayang. Nangis aja. Aku di sini.”
---
Ketika kabar kehamilan Yunita menyebar…
Para guru langsung ribut.
“Pak Yudhis! Gimana rasanya jadi calon ayah?!”
“Bu Yunita! Ngidam apa?!”
“Wah calon anaknya pasti pintar dan cantik!”
Yudhistira cuma bisa tersenyum malu-malu, sementara Yunita mengangguk-angguk sambil ngemut permen jahe.
Bahkan Bu Adel yang dulu genit sampai ikut memberi hadiah kaos kaki bayi.
“Kali ini saya cuma mau selamat… sumpah saya gak berani macam-macam lagi…
---
Yunita duduk di teras, memegang perutnya yang masih datar.
“Mas…”
“Hm?”
“Ada makhluk kecil hidup di sini.”
Yudhistira memeluknya dari belakang.
“Kamu hebat.”
“Aku takut.”
“Aku ada.”
“Kalau aku muntah?”
“Aku pegangin ember.”
“Kalau aku marah gak jelas?”
“Aku siap.”
“Kalau aku rewel?”
“Itu halangan kecil.”
“Kalau aku berubah jadi monster?”
“Kamu kan sudah.”
“MAS!!!”
Mereka tertawa.
Lalu Yunita bersandar pelan pada dadanya.
“Mas…”
“Ya?”
“Aku cinta kamu.”
Yudhistira mencium puncak kepalanya.
“Aku lebih.”
Di malam yang temaram, Yunita menatap bintang dengan perasaan baru.
Ada kehidupan di dalam tubuhnya.
Anak yang datang bukan dari rencana… tapi dari cinta.
Dan Yudhistira?
Ia memandang istrinya dengan tatapan yang tidak pernah Yunita lihat sebelumnya:
tatapan seorang ayah.
“Selamat datang di keluarga kecil kita,” bisik Yudhistira sambil menyentuh perutnya.
Yunita menangis pelan, memeluk suaminya erat.
Untuk pertama kalinya sejak menikah…
Mereka merasa benar-benar lengkap.
bersambung
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏