NovelToon NovelToon
Black Rose

Black Rose

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Hamil di luar nikah / Dark Romance / Cintapertama / Konflik etika
Popularitas:809
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.

Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.

Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.

Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Rumah Lee Yujin tidak lagi terasa seperti tempat perlindungan. Dinding-dindingnya seolah berbisik tentang kejadian mengerikan yang baru saja menimpanya, setiap sudut ruangan menjadi pengingat yang menyakitkan. Meskipun Lino telah mengantarnya pulang, meninggalkan tubuhnya yang hancur di depan pintu, Yujin tidak merasakan sedikit pun kelegaan. Ia merasa kotor, ternoda, dan membawa pulang sesuatu yang kejam bersamanya, sesuatu yang akan menghantuinya selamanya.

Saat mobil Lino menghilang di kejauhan, Yujin segera masuk ke dalam rumah, mengunci semua pintu dan jendela dengan panik, seolah-olah ia sedang membangun benteng pertahanan dari dunia luar, sebuah benteng yang sayangnya sudah terlambat untuk melindunginya. Ia menjatuhkan tasnya di lantai dengan suara yang memekakkan telinga, lalu berjalan lurus ke kamar mandi, seolah-olah instingnya hanya mengenali satu jalan: Pencucian.

Yujin membuka keran air panas di bathtub hingga uap mengepul memenuhi ruangan, menciptakan kabut tebal yang menyembunyikan dirinya dari dunia yang kejam, dan bahkan dari dirinya sendiri. Ia menanggalkan pakaiannya satu per satu dengan gerakan kasar, melemparnya ke lantai seolah-olah pakaian itu adalah kulit yang harus ia tanggalkan, sebuah lapisan yang telah ternoda dan tak bisa lagi ia kenakan.

Dengan ragu, ia memasuki bathtub yang dipenuhi air panas yang membakar. Rasa panas itu menusuk kulitnya, tetapi Yujin tidak bergeming. Ia membutuhkan rasa sakit fisik untuk menumpulkan rasa sakit yang menggerogoti jiwanya, rasa sakit yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

Yujin duduk di dalam bathtub, memeluk lututnya erat-erat, dan mulai menangis. Tangisan itu tidak histeris, melainkan sunyi, isakan yang tertahan yang mengguncang seluruh tubuhnya, seperti gempa bumi yang merobek hatinya menjadi berkeping-keping.

Ia mencuci rambutnya berkali-kali dengan gerakan kasar, menggosok kulitnya dengan sabun hingga memerah dan perih. Ia ingin menghapus setiap sentuhan, setiap jejak Lino yang tersisa di tubuhnya, seolah-olah ia bisa mencuci bersih trauma yang telah menimpanya, seolah-olah ia bisa kembali menjadi dirinya yang dulu.

"Aku kotor... Aku kotor sekali..." bisiknya berulang-ulang, air mata bercampur dengan air sabun yang mengalir di wajahnya, menciptakan sungai kesedihan yang tak berujung. "Aku harus membersihkan ini... Aku harus menghapusnya... Ini tidak pernah terjadi... Ini tidak mungkin terjadi padaku... Kenapa aku? Kenapa harus aku?..."

Yujin menghabiskan waktu hampir satu jam di dalam kamar mandi, berendam dalam air panas yang telah mendingin, hingga air itu terasa dingin dan hambar.

Ketika ia akhirnya keluar, kulitnya pucat dan berkerut, bibirnya menggigil, tetapi matanya memancarkan kekosongan yang dingin, seolah-olah semua emosinya telah terkuras habis, menyisakan hanya kehampaan yang tak terisi. Ia mengenakan piyama bersih yang terasa asing di tubuhnya, seolah-olah ia sedang mengenakan pakaian orang lain, lalu berjalan ke tempat tidurnya dan duduk di sana dengan tatapan kosong, seperti boneka yang kehilangan jiwanya.

Ia membiarkan dirinya terperangkap dalam shock. Itu adalah sebuah upaya untuk menyangkal realitas yang terlalu mengerikan untuk diterima, sebuah cara untuk melindungi dirinya dari kehancuran total. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua ini hanyalah ilusi, sebuah mimpi buruk yang akan segera berakhir, dan ia akan bangun dan mendapati bahwa semuanya baik-baik saja.

"Lino tidak menyentuhku... Itu hanya mimpi... Mimpi buruk yang sangat buruk... Aku akan bangun sebentar lagi... Ini tidak nyata... Ini tidak mungkin nyata..." bisiknya berulang-ulang.

Namun, memori itu terlalu jelas, terlalu nyata untuk disangkal: cengkeraman Lino yang kuat, kekuatan paksaan yang tak terhindarkan, bisikan ancaman yang menusuk, dan kata-kata keji tentang kehamilan yang menghantuinya, seperti mantra jahat yang mengikatnya dalam kegelapan.

Yujin meraih ponselnya dengan tangan gemetar, seolah-olah ia sedang memegang bom waktu yang siap meledak. Ia harus menghubungi Christopher. Ia harus membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia masih memiliki pelindung, bahwa ia tidak sendirian di dunia yang kejam ini, bahwa masih ada harapan untuk diselamatkan.

Dengan harapan yang membara, ia menelepon Christopher, tetapi ponsel Christopher dimatikan, seolah-olah ia telah menghilang dari muka bumi, atau lebih buruk lagi, seolah-olah ia telah sengaja memutuskan semua kontak dengannya.

Yujin mencoba mengirim pesan, tetapi pesannya gagal terkirim, seolah-olah ada kekuatan jahat yang menghalanginya untuk berkomunikasi dengan orang yang ia cintai, menjebaknya dalam kesendirian yang mematikan. Ia menyadari bahwa Lino pasti telah melakukan sesuatu untuk mengisolasi dirinya dari Christopher, merusak hubungan mereka, dan menghancurkan semua harapan yang tersisa.

"Christopher... tolong jawab..." bisiknya dengan putus asa, air mata mengalir semakin deras di pipinya. "Aku membutuhkanmu... Aku sangat membutuhkanmu sekarang..."

Dalam keputusasaan yang mendalam, Yujin beralih ke Jiya, sahabatnya, satu-satunya orang yang selama ini selalu ada untuknya. Ia ingin berlari ke pelukan Jiya, menceritakan segalanya, meminta maaf atas semua kesalahpahaman yang terjadi, dan memohon bantuannya untuk keluar dari mimpi buruk ini.

Dengan air mata berlinang, ia mengirim pesan ke Jiya: "Jiya, aku mohon... Angkat teleponku... Aku dalam masalah besar... Aku sangat membutuhkanmu... Tolong, jangan tinggalkan aku..."

Namun, pesan itu tetap tidak terbaca, seolah-olah Jiya telah menghilang ditelan bumi, atau lebih menyakitkan lagi, seolah-olah ia telah sengaja mengabaikannya, membiarkannya berjuang sendirian dalam kegelapan. Yujin tahu bahwa Jiya, yang sedang berada di lokasi KKN yang terpencil, mungkin sengaja mematikan ponselnya untuk menghindari komunikasi, atau mungkin ia sudah tahu tentang apa yang terjadi dan tidak ingin terlibat.

"Jiya... kenapa kau tidak menjawab?... Apa aku benar-benar sendirian sekarang? Apa tidak ada seorang pun yang peduli padaku?..."

Tiga Minggu Kemudian.

Yujin duduk tegak di tempat tidurnya, jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang. Di tengah trauma dan isolasi yang mencekiknya, satu kata yang diucapkan Lino terus bergema di benaknya, seperti mantra jahat yang menghantuinya: "Hamil."

𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬. 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯. 𝘐𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪.

Yujin menggelengkan kepalanya kuat-kuat, mencoba mengusir pikiran mengerikan itu dari benaknya. Ia menolak kemungkinan itu dengan sekuat tenaga, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanyalah ancaman kosong dari seorang pria gila.

"Tidak... itu tidak mungkin... itu tidak mungkin terjadi padaku..." gumamnya berulang-ulang, mencoba membangun perisai mental untuk melindungi dirinya dari ketakutan yang paling dalam.

Dengan gerakan panik, ia segera berjalan ke lemari obat, mencari pil kon tra se psi, berharap ia masih memilikinya, berharap ia bisa mencegah mimpi buruk ini menjadi kenyataan. Ia mencari di mana-mana dengan tangan gemetar, membongkar semua isi lemari, tetapi ia tidak dapat menemukannya. Ia tidak pernah memerlukannya, dan ia tidak pernah menyimpannya, sebuah kelalaian yang kini menghantuinya dengan mengerikan.

Keputusasaan melandanya seperti gelombang tsunami, menghancurkan semua harapan yang tersisa. Ia terduduk lemas di lantai, bersandar pada lemari obat yang kosong, air mata kembali membanjiri wajahnya.

"Tidak... tidak mungkin... ini tidak bisa terjadi... aku tidak boleh hamil... aku tidak mau... " isaknya dengan pilu, memegangi perutnya seolah-olah ia bisa menghentikan sesuatu yang mengerikan dari tumbuh di dalam dirinya.

Ia mulai menghitung dengan panik, mencoba mengingat hari terakhir menstruasinya, menghitung siklusnya, mencoba menerapkan logika pada situasi yang sepenuhnya tidak logis dan kejam. Namun, semua perhitungan itu terasa sia-sia, karena ia tahu bahwa kemungkinan itu tetap ada, kemungkinan yang bisa menghancurkan seluruh hidupnya.

"Tidak mungkin... hanya sekali... tidak mungkin bisa langsung hamil... ini pasti hanya ketakutanku saja..." bisiknya berulang-ulang, mencoba menenangkan dirinya sendiri, tetapi kata-kata itu terasa hambar dan tidak meyakinkan.

Yujin menekan tangannya ke perutnya, seolah-olah ia bisa menahan ancaman itu agar tidak tumbuh di dalam dirinya, seolah-olah ia bisa mengendalikan takdirnya sendiri.

"Tidak... aku akan baik-baik saja... aku akan mencari cara... aku tidak akan membiarkan Lino menghancurkanku..." gumamnya dengan suara bergetar, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya.

Yujin menyadari bahwa Lino telah merencanakan segalanya dengan keji. Lino ingin menghancurkan mentalnya, merenggut kebebasannya, dan memaksanya kembali ke dalam cengkeramannya yang gelap.

Dengan tekad yang baru ditemukan, Yujin mengambil keputusan. Ia harus bertahan. Ia harus melawan. Ia tidak akan membiarkan Lino menang.

Ia harus menyembunyikannya. Tidak ada seorang pun yang boleh tahu tentang apa yang telah terjadi. Jiya akan membencinya lebih dalam jika ia tahu kebenarannya. Christopher mungkin tidak akan pernah bisa menerimanya lagi. Ia akan menyembunyikan trauma ini, menguburnya dalam-dalam, dan berpura-pura seolah-olah Lino tidak pernah menyentuhnya.

Ia juga harus bersikap normal. Ia harus kembali ke kampus, melanjutkan hidupnya seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi, dan menjauhi Lino dengan segala cara. Ia tidak akan membiarkan Lino melihat bahwa ia telah berhasil menghancurkannya.

Yujin bangkit dari lantai dan berjalan ke jendela. Ia melihat langit yang kini cerah, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa ia telah memasuki musim dingin yang panjang, musim dingin yang akan menguji ketahanan dan keberaniannya.

Ia mengambil buku sketsanya, satu-satunya pelarian yang selalu bisa ia andalkan, tetapi tangannya terlalu gemetar untuk menggambar. Ia hanya menatap kanvas kosong itu, merasakan kehampaan yang mencerminkan jiwanya.

"Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkanku, Lino... Aku akan bertahan... Aku akan menemukan jalan keluar dari semua ini..." bisiknya dengan tekad yang membara, air mata mengering di pipinya.

.

.

.

.

.

.

.

ㅡ  Bersambung ㅡ

1
Dian Fitriana
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!