Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Pagi itu suasana hutan terasa berbeda. Biasanya, Yun Sia akan bangun dengan teriakan ayam hutan atau suara pepohonan yang berisik. Tapi hari ini, ia bangun dengan… tatapan A-yang tepat di depan mukanya.
Lebih tepatnya, A-yang duduk jongkok di samping dipan reyot tempat Yun Sia tidur, wajahnya sangat dekat sampai Yun Sia bisa menghitung bulu matanya.
“AYANG! KAU MAU AMBIL NYAWAKU?!” Yun Sia sontak menendang selimut dan hampir menabrak wajahnya ke dinding.
A-yang berkedip pelan. “Aku hanya memastikan kau masih bernapas.”
“YA AMPUN AYAAANGGG! AKU TIDUR BUKAN MATI!” Yun Sia menepuk dadanya sendiri.
A-yang menunduk seperti anak kucing tertuduh. “Aku hanya… khawatir.”
Sejak kapan kaisar dingin ini berubah seperti suami terlalu lengket?
Oh ya, Yun Sia tidak tahu dia kaisar.
Yang ia tahu, A-yang hanyalah pria cantik tidak waras yang terus mengikutinya sejak hari pertama mereka bertemu
A-yang Mendadak Serius
Setelah sarapan yang dimasak Yun Sia nasi hangat dengan telur rebus berbumbu kecap asin sederhana, tapi aromanya membuat A-yang hampir menangis "A-yang duduk di depan Yun Sia.
“Yun Sia.” Suaranya dalam. Tegas.
Nada yang biasa dipakai seseorang yang hendak menyampaikan kabar penting.
Yun Sia kelabakan. “Ya? Jangan bilang kau mau menikah denganku. Aku masih muda.”
A-yang terbatuk keras. “T-tidak begitu. Belum. Maksudku… bukan itu.”
Yun Sia mengangkat alis. “Lalu kenapa wajahmu serius banget?”
A-yang menarik napas panjang, jari-jari panjangnya mengetuk meja kayu.
“Aku harus pergi ke kota. Ada pengkhianat negara yang harus kutangkap.”
Yun Sia langsung terlonjak. “WOOOOW WOOOOW!! Jadi kau ninja? Mata-mata? Mata-mata kerajaan? KAU AVENGER KERAJAAN? SUPERHERO KUNO?!”
“Aku tidak mengerti dengan apa yang kau katakan tapi yang jelas…bukan.” A-yang menutup muka dengan tangan.
“Lalu kau apa?” tanya Yun Sia
“Orang kepercayaan kaisar,” jawab A-yang dengan nada datar.
Yun Sia menatapnya lama. “Jadi… kau bawahan bos besar dong?”
A-yang mengangguk.
“Pantas aura bos-mu-mana-bilang ku-gebuk itu kuat,” gumam Yun Sia sambil mengangguk-angguk seperti guru TK.
A-yang: "aku kaisar itu sendiri, Sia…" Tapi tentu saja ia tidak bilang.
“Aku harus pergi hari ini,” ujar A-yang lagi.
Yun Sia langsung memotong, “Bagus. Hati-hati di jalan.”
A-yang memandang Yun Sia… lalu kelihatan muram.
“Kenapa wajahmu seperti dimakan panda sedih?” tanya Yun Sia.
“Karena kau tidak akan ikut?” A-yang tiba-tiba memeluk mangkuk nasi di depannya.
“Kenapa aku harus ikut?” tanya Yun Sia heran
“Karena aku tidak mau meninggalkanmu.” jawab A-yang
Yun Sia mematung seperti batu nisan. “KAU MAU APA?!” Pipi gadis itu memerah.
Dia bukan perempuan yang mudah tersipu, tapi kata-kata A-yang barusan… seperti adegan drama romantis.
A-yang menatapnya dengan mata jernih. “Jika aku pergi, kau tinggal sendiri. Di hutan. Tanpa perlindungan.”
“Eits! Aku bisa bela diri!” Yun Sia menunjuk otot lengannya yang… agak ada, agak tidak.
“Itu otot atau harapan kosong?” gumam A-yang pelan.
“AYANG!” seru Yun Sia kesal lalu memukul bahunya dengan sumpit.
A-yang tersenyum kecil. Senyum lembut yang jarang muncul, dan hanya Yun Sia yang pernah melihatnya. “Aku tetap tidak mau meninggalkanmu.”
Yun Sia menghela napas panjang.
Ia tahu A-yang keras kepala.
Kalau tidak dituruti, ia bisa ngambek seperti kucing raksasa. “Aku cuma tidak mau jadi beban,” ucapnya pelan, jujur, apa adanya.
A-yang bangkit, berjalan menghampirinya… lalu mencubit pipi Yun Sia.“Kau bukan beban.”
“Au! Ayang! Sakit!” ujar Yun Sia
“Kau bukan beban.” ujar A-yang lagi
A-yang menatapnya lekat. “Jika ada yang berani menyentuhmu sedikit saja, aku akan menyeret seluruh kekaisaran Wang untuk membalaskanmu.”
Yun Sia membeku. “APA?! Kau mau meminjam apa?!”
“…bukan meminjam.” A-yang batuk kecil. “Pokoknya. Kau. Ikut.”
----
Yun Sia akhirnya pasrah. Ia mengemasi barang-barangnya yang tidak seberapa:
sepasang pakaian, kain lap, pisau kecil, dan seperangkat alat memasak mini.
A-yang mengemas barangnya sendiri… yang berisi:
baju hitam
pedang
uang
obat luka
uang lagi
uang yang lebih banyak dan satu gulungan sutra mahal yang entah untuk apa
Yun Sia memandanginya. “Ayang… kenapa kau bawa harta karun?”
A-yang menjawab datar, “Kau suka makan enak. Kuturuti saja.”
Yun Sia menutup wajahnya."Pria ini…"
Kalau suatu hari ia tahu identitas asli A-yang… dia pasti pingsan.
----
Baru dua jam berjalan, A-yang sudah terlihat frustasi.
Yun Sia: bernada ceria sambil bersenandung
“Ayang~ Ayang~ lihat! Ada jamur lucuuuu!”
A-yang: “JANGAN PEGANG SEMBARANGAN! Itu beracun!”
Yun Sia: langsung melempar jamur
“OH.”
A-yang: “Kenapa kau lempar ke arahku?!”
Yun Sia: “Refleks! Ayang kan suka menangkap aku kalau aku jatuh. Jadi kupikir kau bisa tangkap jamur juga.”
A-yang: “…yang benar saja.”
Tapi kemudian, A-yang benar-benar menangkapnya saat Yun Sia terpeleset lumpur.
“Ayang!!!”
“Tertangkap.”
“Kenapa kau selalu muncul tepat waktu?” tanya Yun Sia
“Karena aku mengawasimu.” jawab A-yang
“Romantis banget. Sedikit serem, tapi romantis.” ujar Yun Sia
A-yang hanya memeluknya lebih erat lagi. “Aku bilang aku tidak mau meninggalkanmu.”
Sedangkan Pengawal Liyan yang dari tadi diam hanya bisa pura pura tidak melihat apapun
...****************...
Ketika mereka akhirnya mencapai gerbang kota, Yun Sia terpana.
“GILAAA BESAR BANGET!! Ada toko! Ada makanan! Ada orang banyak!! Ayang, aku mau makan itu! Dan itu! Dan itu juga!”
A-yang tersenyum tipis. “Baik. Kau boleh makan apa pun yang kau inginkan.”
Lima menit kemudian…
A-yang menatap Yun Sia yang sedang makan ayam panggang sambil minum teh susu sambil memegang pangsit goreng sambil melirik kue manis di sebelahnya.
“Yun Sia…”
“Hm?”
“Kau punya perut atau dimensi lain?” tanya A-yang
Yun Sia mengangkat bahu. “Aku kan chef. Perutku sudah dilatih.”
A-yang nyaris tersenyum lebar.
Tapi ia menahan diri.
Lalu tiba-tiba, seorang penjaga mendekat.
“Maaf, Tuan. Anda terlihat… sangat mirip dengan—”
A-yang langsung menepuk kepala Yun Sia dan menyeretnya pergi.
“AYANG! Aku belum bayar!”
“Aku sudah bayar.”
“Kapan?”
“Ketika kau sibuk menatap kuenya.”
“Oh.”
A-yang menghela napas.
Bahaya hampir terjadi.
Tentu saja orang-orang bisa mengenalinya.
Wajahnya terpampang di seluruh kekaisaran Wang.
Tapi Yun Sia?
Dia polos.
Tidak curiga sama sekali.
akhirnya mereka pergi ke penginapan yang sudah di cari oleh Pengawal Liyan.
----
Malam di penginapan kecil.
A-yang mengambil dua kamar. Satu untuk Liyan satu lagi untuk dirinya dan Yun Sia
Yun Sia protes. “Kenapa kau bersama ku?!”
“Karena kau tidak bisa tidur tanpa aku di dekatmu.”
“HAH?!”
“Buktinya… semalam kau nyaris terjatuh dari dipan tanpa aku.”
“ITU KARENA DIPANNYA GOYANG!!”
A-yang menatapnya.
Tatapan lembut.
Tatapan yang membuat wajah Yun Sia panas.
“Kau tidur di tempat tidur aku . akan tidur di kursi. Tenang saja.”
Yun Sia menghela napas.
“Baiklah… Ayang.”
A-yang menegang.
“Kalau kau terus memanggilku Ayang seperti itu…”
“Nah? Kenapa?”
“Aku takut jantungku tidak kuat."
Yun Sia menyeringai usil.
“AYANG~ AYANG~ AYANG~”
A-yang menutup wajah dengan bantal.
“…tolong hentikan.”
Besok pagi mereka akan mulai mencari pengkhianat.
Tapi malam itu…
A-yang hanya duduk di kursi depan pintu, memandang Yun Sia yang tertidur pulas.
“…jangan tinggalkan aku,” bisiknya pelan.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya sebagai kaisar,
ia takut kehilangan seseorang.
Bersambung