Nasib Si Kayya Yang Miskin

"Erlangga, kamu dari mana?" Erlangga yang sedang menyampirkan jasnya di lengan langsung menoleh. Dia mendapati mamanya sedang duduk sambil membaca buku.

Erlangga tersenyum dan segera mendekati mamanya. Ia duduk disamping dan meletakkan jasnya ke sofa.

"Mama kok belum tidur?"

"Mama Nungguin kamu, besok jangan lupa kamu harus ke tempat kakek dan nenek."

"Iya, aku ga akan lupa, Ma."

"Ya sudah, kamu istirahat sana."

Erlangga mengangguk. Dia meninggalkan ibunya dan berjalan menaiki tangga. Di sepanjang tembok menuju lantai atas berderet foto dari masa lalu hingga masa kini. Erlangga sesaat menoleh. Namun, tatapannya tiba-tiba terpaku pada foto berwarna hitam putih. Di foto itu ada gambar dua gadis saling berpegangan. Wajah salah satunya mirip sekali dengan asisten Nicky.

Erlangga terpaku lama. Alisnya berkerut. Apakah ini masih jamannya orang bicara tentang reinkarnasi? Tapi siapa yang akan percaya? Toh neneknya masih hidup dan sehat wal afiat.

"Loh, kok malah berhenti di situ, Ngga?" Belinda menatap putranya keheranan.

"Mah, ini foto nenek dulu, kan?"

"Ya, itu foto dua nenek kamu dulu waktu masih muda. Kenapa memangnya?"

Erlangga menggelengkan kepalanya. Dia harus mencari tahu dulu apa hubungan Kayya dengan keluarganya. Dia tidak ingin mengatakan hal hal yang dia sendiri masih tidak yakin.

"Nenek waktu masih muda cantik."

"Tentu saja, nenek kamu dari ayah tuh dulunya primadona sekolah."

Masuk ke dalam kamar, Erlangga tampak berpikir. Apakah ada kebetulan seperti itu? Kemiripan mereka seperti hampir tidak ada cacat, bagai pinang dibelah dua.

Apakah dia harus bertanya pada neneknya besok? Ya, dia harus mencari jawaban atas rasa penasarannya.

Keesokan paginya Erlangga tidak bisa lagi menunda rasa penasarannya. Dia melajukan mobilnya menuju ke kediaman kakek dan neneknya.

Memasuki halaman yang luas dengan taman yang mengelilingi bangunan, Mobil Erlangga perlahan melambat. Erlangga memarkirkan mobilnya sembarangan. Dia turun dari mobil sambil membetulkan letak kacamatanya.

Memasuki ke kediaman, Erlangga sudah disambut oleh banyaknya pelayan yang menyapanya.

"Di mana nenek?"

"Nyonya besar ada di rumah kaca, Tuan."

Erlangga pun bergegas mencari keberadaan neneknya. Saat Erlangga muncul, wanita tua yang masih sangat cantik dan terawat itu tersenyum.

"Kamu datang sepagi ini?"

"Ya, Nek. Itu karena aku merindukan kalian."

"Dasar, sudah sebesar ini masih saja bermulut manis. Siapa yang sedang kamu bohongi?" Nenek Rosita tertawa. Erlangga tersenyum melihat tawa neneknya.

"Nenek, waktu masih muda kamu pasti sangat cantik, kan?"

"Tentu saja. Dulu banyak pria yang melamar nenek, tetapi nenek malah memilih mengejar kakekmu."

Nenek Rosita mengambil satu album foto lamanya. Dia menunjukkan foto fotonya di masa lalu. Semakin banyak melihat, semakin yakin dia jika kemungkinan besar asisten Nicky itu memiliki hubungan dengan keluarganya.

Setelah berpikir lama, Erlangga akhirnya teringat sesuatu. Dulu sekali dia pernah sempat mendengar kedua orang tuanya dan kakek neneknya sempat bertengkar. Mereka menyebut ayahnya memiliki perempuan lain. Mungkinkah gadis itu anak ayahnya? Bahkan Embun, adik kandungnya pun tidak memiliki kemiripan wajah dengan keluarga ayahnya.

"Nek."

"Ya, ada apa, Ngga? Kamu kayaknya kok lagi ga fokus gitu?"

Erlangga masih berpikir apakah akan membicarakan masalah ini atau tidak. Dia tahu masalah ini sudah lama berlalu dan keluarga mereka sudah tidak lagi membahas masalah ini. Apakah dia bisa mengungkitnya sekarang?

"Nek, aku mau bertanya, tapi nenek jangan marah, ya."

"Mau tanya apa kamu? Jangan malah bikin nenek penasaran." Nenek Rosita tersenyun

"Dulu aku pernah dengar ayah punya istri lain selain mama. Apakah dia punya anak?"

Senyuman di bibir nenek Rosita perlahan memudar. Dia menatap Erlangga dengan tajam. "Jangan menyebutkan hal ini lagi. Istri ayahmu hanya ibumu saja. Kelak diluar kamu harus menjaga bicaramu. Keluarga kita tidak ada hubungannya dengan wanita itu. Dia hanya orang yang miskin yang ingin kaya dengan menggoda suami orang."

Setelah berbicara dengan nada yang cukup keras, nenek Rosita baru menyadari kesalahannya. Reflek nya terlalu berlebihan. Melihat cucu laki-lakinya terdiam, dia merasa sedikit bersalah.

"Kenapa kamu menanyakan hal itu? Apakah ada wanita yang mendatangimu dan mengaku ngaku sebagai istri ayahmu?"

"Ga ada. Aku hanya penasaran dan ingin tahu. Jika memang ayah memiliki istri lain, dimana dia sekarang?"

"Untuk apa kamu tahu hal itu. Kamu ingin menyakiti hati mamamu?" Nenek Rosita tiba-tiba merasa tak tenang.

Setelah Erlangga pergi, nenek Rosita memanggil seseorang.

"Anda mencari saya, Nyonya?"

"Kamu, cepat cari perempuan hina itu. Saya tidak akan biarkan dia dan putrinya mengusik ketenangan keluarga saya. Sebentar lagi dia akan pulang ke tanah air. Pastikan jangan sampai dia bertemu perempuan itu."

Orang yang mendapat perintah dari nenek Rosita segera pergi. Dia merasa nyonya besar ini agaknya terlalu kejam. Bagaimana pun juga yang diluar sana itu juga istri dan anak dari putranya, tetapi hanya karena miskin dan yatim piatu, wanita tua itu menindas nya.

Sepanjang hari nenek Rosita tidak tenang, di saat yang sama, suara klakson mobil membuat jantung tuanya langsung berdebar kencang.

"Siapa yang datang?" tanya nenek Rosita yang duduk di ruang tamu.

"Nyonya itu tuan Bagus."

"APA? Kenapa dia pulang sekarang?"

Bagus segera menemui ibunya. Dia memeluk ibunya denganya lembut, "Mah."

"Kenapa kamu pulang ga kasih kabar?"

"Aku mau buat kejutan buat mama."

Nenek Rosita merasa tidak enak melihat senyum putranya. Di sudut hatinya yang terdalam dia menyimpan sebuah rasa bersalah, tetapi dia tidak akan menyebutkan apapun yang berkaitan dengan perempuan itu dan anaknya di depan Bagus.

"Mah, kok malah melamun?"

"Eh tidak. Kamu tidak pulang ke rumah dulu, istrimu pasti senang kalau tahu kamu pulang."

"Nanti saja, Mah. Aku masih mau disini."

Bagus tidak banyak bicara. Dia masuk ke dalam kamarnya setelah berbincang sejenak dengan nenek Rosita.

Saat berada di dalam kamarnya, Bagus merasakan perasaannya kosong. Sejak kecelakaan waktu itu yang membuatnya kehilangan ingatan, dia merasa ada yang hilang di hatinya, tetapi apa? Dia sendiri tidak tahu.

Sementara itu, orang suruhan nenek Rosita sampai di perkampungan kumuh. Dia agak terkejut melihat sebagian besar rumah di sana rata dengan tanah dan ada jejak kebakaran di sana.

Setelah bertanya dan mendapatkan informasi, pria itu pun langsung melapor pada nenek Rosita. Pria itu menatap ke sudut rumah yang paling ujung. Dia perlahan berjalan mendekat dan melihat puing sisa rumah yang terbakar itu dengan perasaan campur aduk.

"Rahayu, dimana kamu dan Kayya pergi?"

Pria bernama Arya itu berdiri cukup lama di depan sana. Dia mengingat tahun tahun yang dia lewati di sini.

Ps. "Menurut kalian Arya ini siapa, guys?"