Tumbuh di lingkungan panti asuhan membuat gadis bernama Kafisha Angraeni memimpikan kehidupan bahagia setelah dewasa nanti, mendapatkan pendamping yang mencintai dan menerima keadaannya yang hanya dibesarkan di sebuah panti asuhan. namun semua mimpi Fisha begitu biasa di sapa, harus Kalam setelah seorang wanita berusia empat puluh tahun, Irin Trisnawati datang melamar dirinya untuk sang suami. sudah berbagai cara dan usaha dilakukan Kira untuk menolak lamaran tersebut, namun Irin tetap mencari cara hingga pada akhirnya Fisha tak dapat lagi menolaknya.
"Apa kamu sudah tidak waras, sayang???? bagaimana mungkin kamu meminta mas menikah lagi... sampai kapanpun mas tidak akan menikah lagi. mas tidak ingin menyakiti hati wanita yang sangat mas cintai." jawaban tegas tersebut terucap dari mulut pria bernama Ardian Baskoro ketika sang istri menyampaikan niatnya. penolakan keras di lakukan Ardi, hingga suatu hari dengan berat hati pria itu terpaksa mewujudkan keinginan sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28.
Setelah seminggu tak pulang ke rumah, hari ini Ardian memutuskan untuk pulang.
"Mas Ardian...." Irin gegas keluar saat mendengar suara deru mesin mobil Ardian di halaman depan.
"Aku merindukanmu, mas..." Ardian hanya diam saja ketika Irin memeluknya. ia sama sekali tidak berniat membalas pelukan Irin dan tidak juga menepisnya, karena bagaimanapun ia sadar saat ini statusnya masih suami sah bagi Irin.
Tak lama Irin melerai pelukannya, sadar jika Ardian tak membalas pelukannya.
"Bagaimana perkembangan kondisi Daddy?." Irin mengeryit. Tiba-tiba saja Ardian menanyakan kondisi perkembangan Daddy kepadanya, padahal biasanya Ardian sendiri yang akan menelepon mommy atau Daddy sendiri, untuk menanyakan perkembangan kondisi kesehatan Daddy-nya. Tapi, kenapa Hari ini Irin merasa sikap Ardian lagi-lagi berubah. Kalaupun mereka bertengkar, tidak harus begitu juga bukan, begitu pikir Irin yang menganggap pertengkaran mereka akan berakhir dengan sendirinya setelah kepulangan Ardian pagi ini.
Tidak ingin terlalu memikirkannya, Irin lantas menjawab. "Tadi Mommy menelepon, katanya kondisi perkembangan Daddy sudah jauh lebih baik setelah mendapat tindakan operasi Minggu kemarin. bahkan dokter sudah memperbolehkan Daddy meninggalkan rumah sakit, hanya perlu rawat jalan untuk memastikan kondisi Daddy pulih sempurna pasca operasi." setelah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit, kedua orang tua Irin menetap sementara waktu di Singapore sampai dokter menyatakan kondisi Daddy pulih dengan sempurna dan boleh kembali ke tanah air.
Ardian lega mendengarnya. "Syukurlah kalau begitu."
"Tumben kamu menanyakan kondisi Daddy ke aku, mas, bukannya langsung menelepon Daddy ataupun mommy??." akhirnya Irin mengutarakan pertanyaan yang sejak tadi bersarang dipikirkannya.
"Bukan apa-apa, aku hanya berniat mengajak kamu untuk mengunjungi Daddy. Kapan kamu punya waktu_."
"Kapanpun mas, hari ini pun tak masalah." potong Irin dengan wajah berbinar. Ia berpikir ajakan Ardian kali ini pasti untuk meminta maaf padanya atas pertengkaran mereka kemarin. tidak heran jika Irin berpikir demikian, sebab sebelum-sebelumnya pasti akan seperti itu Meskipun dirinya yang salah tetap saja Ardian yang akan membujuk dan meminta maaf padanya.
"Baiklah, kalau begitu aku akan memesan tiket untuk keberangkatan ke Singapore malam ini." balas Ardian sebelum berlalu meninggalkan Irin yang masih tersenyum bahagia.
"Ternyata kamu masih sangat mencintaiku, mas Ardian." batin Irin berbunga-bunga.
Tidak terasa waktu terus bergulir, cahaya matahari pun telah tergantikan oleh sinar rembulan. Di bawah sinar rembulan Kafisha duduk di teras depan, entah mengapa ia sangat berharap malam ini Ardian datang mengunjunginya. namun, hingga pukul sepuluh malam Ardian tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.
"Masuk yuk Non...!! terlalu lama terkena hembusan angin malam tidak baik untuk kesehatan, apalagi saat ini Non Kafisha sedang hamil." bujuk bi Inah.
"Sebentar lagi, bi. sepuluh menit lagi, Fisha janji bi..."pinta Kafisha seraya menampilkan senyum di bibirnya, padahal bibi tahu betul jika hati wanita itu terasa nelangsa menanti kedatangan sang suami yang kini entah kemana.
Pada akhirnya, bi Inah pun mengalah dan membiarkan Kafisha menikmati hembusan angin malam beberapa saat lagi.
"Bi....."
"Iya, non."
"Kira-kira mas Ardian kemana ya, bi?? Kenapa nggak pernah berkunjung ke sini?." tanya Kafisha pada Bi Inah yang kini telah menempati bangku kosong di sisinya.
"Entahlah Non, bibi juga nggak tahu. kenapa non Kafisha nggak coba hubungi tuan Ardian!."
Kafisha tersenyum canggung. "Fisha nggak punya nomor telepon mas Ardian, Bi." jawabnya.
"Oalahhh...." bibi mengusap punggung Kafisha. "Yang sabar ya Non, mungkin tuan masih banyak urusan makanya belum sempat berkunjung ke sini." bi Inah mencoba menghibur Kafisha.
Akhirnya sepuluh menit pun berlalu dan Kafisha pun akhirnya menepati janjinya pada Bi Inah. kini ia masuk ke dalam dengan perasaan sedih karena Ardian tak kunjung datang.
"Mengapa hatiku sedih saat mas Ardian tidak datang mengunjungi ku?."lirih Kafisha seraya menatap langit-langit kamarnya.
"Sudahlah Kafisha, berhenti mengharapkan sesuatu yang bukan milikmu. Ingat...Mas Ardian itu milik mbak Irin, mereka saling mencintai!. Menolong mu dari sikap buruk mbak Irin bukan berarti mas Ardian sudah menerima kehadiranmu. Sampai kapanpun mas Ardian adalah milik mbak Irin dan kau hanya figuran di dalam kehidupan mereka." dengan menahan rasa sesak didada, Kafisha seolah memperingati diri sendiri, siapa diri dan posisinya di kehidupan Ardian.
Tanpa di ketahui oleh Kafisha, suami yang kini tengah memenuhi hati dan pikirannya tengah berada di perjalanan udara menuju Singapore. Ya, Ardian dan Irin bertolak menuju ke negara tersebut pada malam ini juga. Berbeda dengan Irin yang nampak begitu ceria, Ardian terlihat lebih banyak diam. hanya sesekali pria itu terdengar bersuara tatkala Irin menanyakan sesuatu padanya.
Setelah menempuh perjalanan udara yang cukup melelahkan, kini pesawat yang mereka tumpangi telah mendarat dengan selamat di Changi airport.
"Apa sebaiknya malam ini kita menginap di hotel dekat sini saja dulu, mas! lagian aku sudah lelah sekali." Tutur Irin.
Tak ingin berdebat, pada akhirnya Ardian pun mengiyakan permintaan Irin. kini mereka menginap di salah satu hotel yang letaknya tak jauh dari bandara, sebelum besok melanjutkan perjalanan menuju rumah yang kini ditempati oleh kedua orang tua Irin selama berada di negara tersebut.
"Tidurlah...! Bukankah kau bilang tadi lelah!." pinta Ardian ketika menyadari gelagat Irin yang mencoba untuk merayunya. tentu saja Ardian tidak sebodoh itu sehingga tak paham dengan maksud dan gelagat Irin, akan tetapi Ardian tak ingin lagi melakukannya bersama istri pertamanya itu, setelah tahu semuanya, terutama tentang perselingkuhan Irin dengan mantan kekasihnya, Handi.
"Tapi mas_."
"Tidurlah....aku juga lelah sekali!." potong Ardian dengan cepat sebelum Irin menuntaskan kalimatnya. Kini Ardian telah memejamkan mata dengan posisi memunggungi Irin.
"Semua ini pasti karena Kafisha, pasti Kafisha yang sudah memprovokasi mas Ardian sampai sikap mas Ardian berubah dingin kepadaku." batin Irin seraya menahan amarahnya terhadap Kafisha. Ya, lagi dan lagi Irin menyalahkan madunya itu atas akibat dari perbuatannya sendiri. Ya, bukankah perubahan sikap Ardian di karenakan perbuatannya sendiri yang telah menipu dan berselingkuh dibelakang suaminya.
Dengan terpaksa Irin memendam rasa geramnya hingga akhirnya wanita itu pun terlelap dalam tidurnya.
Menyadari hembusan napas Irin sudah mulai teratur pertanda wanita itu telah memasuki alam bawah sadarnya, Ardian pun kembali membuka matanya. Ya, sejak tadi ia hanya berpura-pura tidur. "Sungguh, aku tidak pernah menyangka jika rumah tangga kita akan berakhir seperti ini, Irin. Di mana kurangnya pengorbananku untukmu sehingga kau tega mengkhianati ketulusan cintaku, Irin?. Inilah jalan terbaik untuk rumah tangga kita Irin, semoga kelak kau mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dariku." Ardian mengulurkan tangannya, mengusap lembut puncak kepala Irin. "Terima kasih untuk dua puluh satu tahun yang telah kita lewati bersama. Aku sudah memaafkan dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi, Tetapi aku tak bisa lagi melanjutkan biduk rumah tangga kita." kecupan terakhir diberikan Ardian di kening Irin sebagai tanpa perpisahan." Ardian sengaja melakukannya di saat Irin terlelap, tak ingin sampai Irin masih berharap ia akan merubah keputusannya saat melakukannya sewaktu wanita itu terjaga.
Minta ampun dengan kelakuan mu Irin,
udah tuir,tapi masih doyan celap celup
ini juga Ardian rumah kok gak dijaga,
bisa bisa nya Irin masuk tanpa ada pengawasan...
aku dibelikan gorengan aja sepulang pak kerja udah seneng banget
😆😆😆😆
akhirnya...
kalimat sakral itu terucap kan juga ya Ardian💖💗💓
dapat kejutan nih up 3 bab 💖
jujur lebih baik Kafisha
sama sama tidak dicintai oleh suaminya...
akhirnya anak yang menderita
😭
ᥴrᥲzᥡ ᥙ⍴ 𝗍һ᥆r ძᥲᥒ sᥱmᥲᥒgᥲ𝗍𝗍𝗍