Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
"Hello everybody!" Seru seseorang dari luar.
Semua orang menoleh kebelakang dan ternyata disana sudah berdiri Agus sambil melambai-lambaikan tangannya diiringi senyum seluas samudera.
Erlina menghela nafas panjang, ia mulai kepanasan terutama saat cat di rambutnya semakin lama semakin membuat kepalanya terasa terbakar.
"Sayang, ada apa ini ramai-ramai? Owhhh ada apa dengan rambut mu, sayang? Seperti keluar asap!" Ucap Agus yang tampaknya setengah sadar karena mabuk.
"Papa darimana aja sih? Pagi pagi udah bikin kesal, kamu minum-minum lagi ya? Nyari masalah aja, bikin malu!" Bentak Erlina.
Agus memunculkan jari telunjuknya, lalu menggoyang-goyangkannya.
"Aku nggak suka cari masalah, masalahnya yang suka padaku!" Ucapnya dengan langkah kaki sempoyongan dan mata masih setengah terbuka
Sopir pribadi keluar Austin segera bertindak, menyeret Agus masuk kedalam mobil dan membawanya pulang. Nadia menggelengkan kepalanya, dalam hati ia terus mengutuk Austin dan Laura karena sampai saat ini ia masih sakit hati atas penghianatan keduanya.
Austin memilih duduk di sofa, berdiri dalam waktu lama membuat kakinya semakin sakit terutama sebelum perjalanan kerumah ini, Nadia sempat memukul luka bengkak di kakinya karena emosi. Erlina menatap Bi Narsih sambil mengedipkan matanya mengisyaratkan wanita itu kembali ke dapur melanjutkan pekerjaannya.
"Jadi, kapan kau akan menikahinya?" Tanya Laura pada suaminya.
"Tunggu dia siap, memangnya kaya kamu? Belum siapa jadi istri tapi pengen nikah, belum siap jadi Ibu tapi pengen punya anak!" Jawab Austin.
Laura yang kesal segera berbalik menuju kamarnya sembari mengelus perutnya yang mulai membuncit, sepertinya keputusannya menikah dengan Austin tidak begitu baik sebab Nadia belum benar-benar memutuskan hubungan dengan suaminya serta mertuanya yang acuh tak acuh terhadapnya.
Baru saja menutup pintu dan naik ke atas ranjang, tiba-tiba Erlina membuka pintu kamar tersebut dan mengejutkan Laura.
"Ma, ada apa?"
"Sebaiknya kamu ikut ke rumah denganku, lagipula tak ada untungnya menyembunyikan mu disini, Nadia juga sudah tahu. Cepat beresi barang-barang mu dan antar ke mobil, supir sudah menunggu!" Ucap Erlina ketus kemudian berlalu meninggalkan wanita itu.
Laura menggerakkan giginya serta dengan kasar membuang semua benda diatas tempat tidurnya ke lantai meski pada akhirnya ia merapikannya kembali.
Kembali pada Nadia dan Austin, kedua duduk berjauhan kemudian Erlina menghampiri mereka dengan kening berkerut.
"Nadia, kapan kau tahu kalau Austin sudah menikahi Laura?"
"Baru saja!" Jawab Nadia.
"Lalu, apa keputusanmu?"
"Keputusanku? Tergantung Austin saja, kalau dia mau putus ya putus, kalau mau lanjut ya lanjut, saya sudah tidak peduli. Dibandingkan dengannya, ada orang yang jauh lebih baik darinya dan sebentar lagi orang itu akan membawa saya ke kota seberang untuk dinikahi dan dinafkahi!"
"Tidak, tidak bolehhhhh!" Pekik Austin.
"Saya datang kesini untuk memberitahu Tante kalau saya sudah benar-benar muak dengan Austin, saya harap dia tidak berselingkuh lagi dengan teman dekatnya Laura. Dia jauh lebih gila dariku!" Ujar gadis itu itu sembari beranjak dari kursinya, meski kesal pada Austin dan Erlina, namun ia tetap meminta izin untuk pamit dengan sopan.
***
Harry tengah sibuk membaca buku akuntansi di perpustakaan, benda pipih diatas mejanya tak kunjung berbunyi menyampaikan notifikasi. Sejenak ia terdiam saat matanya mendapati sebuah benda berkilauan dijari manisnya.
"Hai!" Sapa lelaki bertubuh tinggi dibelakang Harry.
Lelaki ini bergegas berdiri dari tempat duduknya sementara lelaki bertubuh tinggi itu memilih duduk disamping Harry sambil tersenyum seolah tak ada masalah.
"Kenapa aku disini? Apa seseorang menyuruhmu?" Harry bertanya dengan raut wajah datar.
Lelaki bertubuh tinggi itu tak menjawab, tangannya sibuk membolak-balikan halaman buku sementara Harry dengan awas memperhatikan sekitar.
"Apa yang kau lakukan disini? Apa maumu?"
"Duduklah!"
Sambil menghela nafas panjang akhirnya Harry duduk bersama lelaki itu, sejauh mata memandang ada Maya yang sedang melihat dan mendengar percakapan kedua lelaki itu.
"Pindahlah ke apartment yang dibelikan Ibumu dan jangan berhubungan lagi dengan orang-orang itu!"
"Orang-orang yang mana maksudmu?" Tanya Harry menaikkan kedua alisnya.
"Ibumu tidak suka jika kamu terus berhubungan dengan anak pengusaha tambang batu bara itu, juga gadis miskin yang datang ke kostan mu beberapa hari lalu!" Jawab lelaki itu.
"Memangnya dia siapa mengatur-ngatur hidupku? Bukannya dia sudah pindah? Untuk apa repot-repot mengurusi anak haram sepertiku?"
"Ini demi kebaikanmu, Harry!"
"Tidak, lebih baik luangkan waktumu untuk mengurus keluarga barunya daripada mengikut campuri urusanku, dan untuk gadis miskin yang kamu katakan tadi.... dia akan segera menjadi orang kaya!" Ucap Harry ketus sembari merapikan semua buku-bukunya, membawa tasnya dan berlalu meninggalkan sopir pribadi ibu kandungnya tersebut.
Harry terus menghubungi Nadia namun ponsel gadis itu tak berdering, ternyata Nadia menumpangi sebuah taxi yang kebetulan lewat dari halaman rumah Austin, gadis meminta agar taxi itu membawanya ke pantai. Lama waktu berlalu, Nadia melihat pesan dan panggilan tak terbawa dari Harry.
"Astaga, gara-gara Austin si mokondo itu aku sampai lupa pada suamiku!" Ucap Nadia tersenyum.
Ia lekas menghubungi Harry, hanya perlu beberapa detik hingga lelaki itu menerima panggilan teleponnya.
"Nadia, kamu kemana saja? Aku khawatir kau kenapa-kenapa!" Tegur Harry dengan panik dari balik sana.
"Maaf, tiba-tiba ada urusan mendadak jadi aku harus segera pergi. Tapi sekarang sudah tidak lagi, aku mau kepantai dan sekarang aku sedang di dalam mobil taxi. Apa kau kau ikut melihat pantai?"
"Baiklah, kirim lokasinya, aku kesana sekarang!" Sahut Harry dari sana.
Setelah menutup telfonnya akhirnya mobil taxi yang ditumpangi Nadia berhenti tak jauh dari pantai, setelah Nadia membayar penuh untuk biaya perjalanannya kesana ia melangkahkan mendekati bibir pantai sembari mengirimkan lokasi dan potret dirinya pada suaminya.
Lelaki yang sedang menyetir itu tersenyum saat menerima pesa berupa foto gadis cantik itu, ramainya para turis berkulit putih didepan Nadia tak membuat Nadia terbanting jauh, kelopak mata gandanya bahkan lebih indah dari awan berwarna-warni di kejauhan sana.
"Siapa sangka kalau Austin akan menyia-nyiakan gadis secantik ini? Bagiku dia sempurna, tak ada kurangnya!" Batin Harry memuji istrinya.
Nadia duduk disalah satu saung ditepi pantai, satu-satunya saung paling jauh dari jalan raya serta tak banyak orang bermain disana, hanya ada dia dan sepasang kekasih lanjut usia yang sedang menikmati pemandangan pantai biru kehijau-hijauan itu, Harry berdiri jauh di keramaian dan mencari keberadaan istrinya hanya lewat foto yang dikirim oleh gadis itu lima belas menit lalu.
"Dimana dia sebenarnya?" Tanya sembari men zoom out foto dikotak pesannya.
"Disana?" Tanyanya pada dirinya sendiri sambil mengarahkan ponselnya pada pemandangan di sebelah kanan.
"Bukan, bukan, bukan!"
"Apa disana?" Tanyanya lagi melihat seksama ke arah kiri namun hasilnya tetap nihil.
Harry akhirnya memutuskan untuk terus berjalan kearah kiri dan terus maju melewati para turis dan warga lokal yang kebetulan sedang berlibur disana hingga pada akhirnya kedua mata Harry menemukan sepasang kekasih yang telah lanjut usia bermain air bersama seorang gadis cantik yang ia kenal di pinggiran pantai. Pasangan suami istri itu dengan pelan bekerjasama menghujani Nadia dengan air yang mereka siram menggunakan tangan mereka yang keriput.
Nadia yang basah kemudian mengejar pasangan itu, kakek dengan sigap menarik tangan nenek dan dengan hati-hati menuntun pujaan hatinya menghindari Nadia.
Harry tersenyum lebar membayangkan betapa indahnya hari tuanya nanti bersama Nadia sama seperti pasangan lanjut usia itu, mereka akan berlibur kepantai di tanggal mereka bersama anak cucu mereka nanti.
"Sayang!" Panggil Harry dari kejauhan, tangannya melambai menyapa gadis cantik dengan rambut di kuncir tinggi itu.
Tak hanya Nadia, pasangan tua itu ikut serta tersenyum dan membalas lambaian tangan Harry dan segera mengajak lelaki pemilik wajah tampan itu ikut bermain bersama mereka.
"Apa dia suami?" Tanya wanita tua itu menatap Nadia tersebut.
"Iya, Nenek!" Jawab Nadia.
"Harry!" Ucap Harry menyebutkan namanya.
Pasangan suami istri di hadapannya begitu antusias menyambutnya, mengajukan beberapa pertanyaan biasa pada keduanya sembari berjalan beriringan dipinggir pantai, juga sesekali duduk bersama untuk mengisi waktu luang.
gak minta r3stu ortunya nadia dulu?
secara ortunya nadia kan baik banget sm si harry,masak sm ortu yg baik spt mereka dirahasia kan juga.