Renata tuli, dan itu sudah cukup menjadi alasan mengapa dirinya di jauhi se-antero Amarta.
Tapi pemuda itu, Maleo, tidak berpikiran demikian. Ia justru menganggap Renata...Menarik? Tanpa alasan, seperti itulah Maleo.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuanYen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. The Epilogue
Sebuah cerita tidak akan berdiam diri pada satu titik terberat, namun berputar ke arah yang jauh lebih baik. Begitulah yang Rinjani Wulandari katakan pada anaknya -- Renata.
Maka setelah kejadian-kejadian tidak kenal lelah, maka buah yang ia peroleh pun tak kalah manis.
Setelah dinyatakan sembuh total, gadis itu kembali mensyukuri nikmatnya. Jika dahulu ia hidup tanpa selimut keluarga, serta kehidupan persahabatan yang kacau balau, namun kini tidak lagi.
Meski pangerannya tak kunjung datang, beberapa hal dapat ia nikmati sembari menunggu kereta kuda tersebut mencari alamat rumahnya.
...•••...
...SELAMAT MEMBACA!...
...⚠️Like Komen⚠️...
...•••...
Mentari telah kembali ke peraduan, lumbung-lumbung padi mulai dipadati pekerja. Ibu-ibu di desa menumbuk calon beras, sedangkan anak-anak berlalu-lalang melewati jalan setapak yang masih berliku-liku. Cahaya menerobos masuk melalui celah-celah tembok, merasakan sesuatu mengusap rambutnya, seorang gadis terbangun dari lelapnya bunga tidur.
"Hera?" Berat diimbuhi serak-serak basah, sebuah suara yang pertama kali ia dengar kala sang fajar merekah kan sinarnya.
Surai platina yang terkena bias mentari tampak tak serapi biasanya, bibirnya melengkung ke atas, menyunggingkan seutas senyum. Lengannya menjadi alas kepala gadis tersebut, semacam bantal namun menggunakan anggota tubuh manusia.
Hera menghiraukan upaya pemuda tersebut untuk membangunnya, sebab, nyatanya ia justru bergulir seraya mendekatkan tubuh keduanya, lantas mengalungkan tangannya pada leher pemuda tersebut. Sedangkan James mati-matian menahan malu karena beberapa hal yang tidak nyaman bila disebutkan.
Setelah keduanya menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius, Hera semakin terbuka akan perasaannya. Termasuk menceritakan urusan pasutri kepada dua kawannya--- Renata, yang masih melajang, sedangkan Ashel yang cintanya terhalang jeruji besi.
Ah... Omong-omong apa yang dua gadis itu lakukan di pagi yang cerah ini?
Mari kita mulai melihat kehidupan baru Renata. Tiada yang menarik apabila disaksikan dalam layar kaca, namun hari ini ialah hari yang paling bersejarah bagi Renata lagi.
Mengapa?
Sebab, kini ia tengah menjalan sebuah rutinitas dengan Indira yang resmi menyandang gelar kakak angkatnya.
Yakni tiduran di atas pemadani berbulu seraya menonton k-drama. Bagi keduanya tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding menonton drakor bersama-sama.
"Haru greenflag banget!" Komentar sang kakak, sementara adiknya mengangguk menyetujui.
"Real, tapi Baek Hyun juga oke." Timpal sang adik, lantas melempar pop corn ke dalam mulut sang kakak. Menyadari bahwa terdapat kesamaan koneksi diantara keduanya, Renata dan Indira tertawa. Mengesampingkan sang ayah yang tertidur pulas sehabis mengerjakan laporan semalaman.
Hiraukan pagi hari nan cerah di sana, dan mari menuju kehidupan menyedihkan Ashel.
Tidak, itu terlalu dramatis. Sebab dalam kenyataan, Ashel tidak semenyedihkan itu. Mungkin hanya Mickey yang tetap dijadikan tersangka, hingga kisahnya terpaksa berakhir di sana.
Toh, siapa yang ingin menjalin asmara bersama seorang kriminal?
Begitulah kata-kata yang ia teguhkan dalam jiwanya sebelum melangkahkan kaki menuju salah satu lapas di Jakarta Pusat. Berada di ruangan seluas meja dan kursi di dalamnya, lampu gantung menyoroti kedua insan yang masih sama-sama kalut.
"Kenapa?" Ashel membuka percakapan.
"Apanya?" Logat sunda yang khas terdengar dari pria tersebut. Surai legamnya acak-acakan, seakan tidak pernah disisir, sementara kini ia memandangi Ashel penuh semangat, seakan binar mengelilingi sekitarnya.
"Kenapa bisa gini?" Ashel berusaha memperjelas.
Mickey, pria itu mengerutkan keningnya. "Gaada yang mau kayak gini," ujarnya santai.
Jawaban itu membuat kening sang gadis berkerut, polisi yang berjaga sempat bergidik sebab hawa dingin yang menjalar tiba-tiba.
''Siapa yang suruh kamu bertele-tele kayak gitu?"
Ashel kesal, tentu saja. Apa perasaanmu ketika yang kau cinta ternyata tidak sebaik itu?
Senyum semakin merekah pada bibir pria tersebut. "Kalau gak bertele-tele, gimana caranya buat nahan kamu di sini?" Ia menyengir kuda, hingga gigi-gigi rapi itu terlihat.
Ashel mendengus, ini bukan waktunya untuk tersanjung. Harus serius. Harus.
"Key, aku gak bercanda," tegasnya.
"Aku juga gak bercanda,"
Ashel meraup oksigen sebanyak-banyaknya, berusaha agar tidak menampar pria mengesalkan tersebut.
"Kamu kelihatan banget bercanda,"
"Kamu kelihatan banget serius," balasnya seakan tidak ada ujung dari perdebatan ini.
"Mickey, aku serius, gimana kalau kamu kenapa-kenapa?''
"Kamu nanti yang rawat aku," ujarnya santai, seringai mengejek tertangkap netral empunya.
"Kalau aku sakit juga?"
"Aku sedih." Raut mengejek pria tersebut berubah saat mengakan kalimat tersebut, bibirnya ia lengkungkan ke bawah, sementara alisnya mengendur.
Ashel mendesah lelah, ia tidak suka sisi pria itu yang seperti ini. Tanpa aba-aba ia berdiri, beranjak dari kursi sebelum jam bertamu selesai.
"Aku pergi," ucapnya kesal, bibir itu ia kerucutkan sedikit, sementara bola matanya memutar malas.
"Dada!"
Ashel semakin kesal dibuatnya. Ia sedang tidak ingin bercanda saat ini, ia khawatir, sungguh. Ketika pria itu melambaikan tangannya, maka itu semakin memperkeruh situasi. Ashel tahu jelas, bahwa pria tersebut sedang ingin mencairkan suasana. Namun justru sebaliknya.
Raka Mickey Balakoswa....Dasar! Menyebalkan!!!
...- :)...
Aku ingin bingar...
Aku mau di pasar...
Pecahkan saja gelasnya biar ramai!
Biar mengaduh sampai gaduh...
Kulari ke hutan kemudian teriakku....
Bosan...aku dengan penat...
dan enyah saja kau pekat!
Seperti berjelaga jika ku sendiri...