Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
...🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️...
...happy reading...
...⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️...
Tanpa menunggu lagi, Bu Warsih mendekati pengeras suara yang diletakkan di sudut ruang. Jari-jarinya gemetar sedikit saat menekan tombol. Suara keras dan jernih menyebar ke seluruh koridor dan kelas:
"Di beritahukan kepada siswa bernama Amirul untuk segera datang ke kantor sekarang! Sekali lagi, siswa bernama Amirul, untuk segera datang ke kantor sekarang!"
Di kelas 12 IPS, Amirul yang sedang menulis catatan pelajaran tiba-tiba berhenti. Matanya membelok ke arah pintu, wajahnya penuh kebingungan. Dia menunjuk ke dirinya sendiri dan menatap Raka yang duduk di sebelahnya. "Nama aku yang di panggil?" tanyanya dengan suara yang pelan, seolah tak percaya apa yang dia dengar.
Raka mengangguk cepat, wajahnya juga mulai cemas. "Iya, cepat sana," katanya sambil menepuk bahu Amirul.
Tapi dari sudut kelas, Aris, teman sekelas yang selalu menyebalkan, tersenyum licik. Dia mengangkat alisnya dengan sombong dan berkata dengan suara yang cukup keras agar semua yang ada di dekatnya mendengar: "Heh! Itu pasti Papa yang datang untuk memutuskan hubungan keluarga dengan Amirul!" Senyumnya semakin lebar, penuh kesenangan melihat kebingungan Amirul. Beberapa siswa memalingkan wajah, merasa kasihan, tapi sebagian lagi mulai berbisik-bisik dengan tatapan curiga.
Amirul merasa jantungnya berdebar kencang ketika ia mendengar namanya dipanggil melalui pengeras suara kantor. Ia merasa bingung dan sedikit khawatir, tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Amirul merasa sedikit gelisah, ia tidak tahu apa yang sedang menunggunya di kantor. Ia berdiri dan berjalan perlahan menuju kantor, sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang sedang terjadi.
Saat ia berjalan, ia melihat Aris yang tersenyum licik dari tempat duduknya. Amirul merasa ada sesuatu yang tidak beres, Aris sering kali membuat masalah dan ia tidak ingin menjadi korban lagi.
Amirul memasuki kantor dan melihat Buk Warsih, kepala sekolah, yang menunggunya dengan ekspresi serius.
"Amirul, kamu dipanggil ke sini karena ada sesuatu yang penting," kata Buk Warsih, suaranya lembut tapi serius.
Amirul merasa jantungnya berdebar kencang, ia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
"Apa itu, Bu?" tanya Amirul, suaranya sedikit bergetar.
Buk Warsih menarik napas dalam-dalam, "Dinata, ayahmu, ingin memutuskan hubungan keluarga denganmu."
Amirul merasa seperti disambar petir, ia tidak bisa percaya apa yang sedang didengarnya. "Apa? Kenapa?" tanya Amirul, suaranya bergetar.
Buk Warsih menjelaskan situasi yang sedang terjadi, tentang Dinata yang ingin memutuskan hubungan keluarga dengan Amirul karena alasan yang tidak jelas. Amirul merasa seperti dunia runtuh, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Amirul merasa seperti berada dalam mimpi buruk, ia tidak bisa percaya apa yang sedang didengarnya. Ia merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang tidak bisa digantikan.
"Aku... aku tidak percaya," kata Amirul, suaranya bergetar.
Buk Warsih meletakkan tangan di atas bahu Amirul, "Aku tahu ini sulit, Amirul, tapi kamu harus kuat. Kamu masih memiliki kami, sekolah ini, dan teman-temanmu."
Amirul mengangguk, ia mencoba untuk menahan air matanya. Ia tidak ingin menangis di depan orang lain, ia ingin menunjukkan bahwa ia kuat.
Tiba-tiba, pintu kantor terbuka dan Dinata masuk dengan ekspresi dingin. "Amirul, kita perlu berbicara," katanya, suaranya tegas.
Amirul merasa jantungnya berdebar kencang, ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Buk Warsih berdiri, "Dinata, aku sudah menjelaskan situasinya kepada Amirul. Aku berharap kamu bisa mempertimbangkan kembali keputusanmu."
Dinata menggelakkan kepala, "Tidak, aku sudah memutuskan. Aku tidak ingin memiliki anak seperti Amirul lagi."
Amirul merasa seperti disakiti, ia tidak bisa percaya bahwa ayahnya sendiri bisa mengatakan hal seperti itu.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪