Di kehidupan sebelumnya, Duchess Evelyne von Asteria adalah wanita paling ditakuti di kerajaan. Kejam, haus kekuasaan, dan tak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Namun, semuanya berakhir tragis. Pengkhianatan, pedang yang menembus perutnya yang tengah mengandung besar itu mengakhiri segalanya.
Namun, takdir berkata lain. Evelyne justru terbangun kembali di usia 19 tahun, di mana ia harus menentukan jodohnya. Kali ini, tekadnya berbeda. Bukan kekuasaan atau harta yang ia incar, dan bukan pula keinginan untuk kembali menjadi sosok kejam. Dia ingin menebus segala kesalahannya di kehidupan sebelumnya dengan melakukan banyak hal baik.
Mampukah sang antagonis mengubah hidupnya dan memperbaiki kesalahannya? Ataukah bayangan masa lalunya justru membuatnya kembali menapaki jalan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Pangeran Pelit
Piter mendekatkan wajahnya dan meraih tengkuk Evelyne. Ia mengawali kecupan lembut sesaat di bibir Evelyne sebelum akhirnya ketagihan dan mengulanginya lagi.
Piter merasakan tubuhnya memanas dan hawa di sekitarnya berubah berembun. Ia menatap mata Evelyne yang masih berharap. Namun kini matanya justru dikuasai hasrat liar yang menggelora.
“Evelyne, saya-” Piter tak dapat menyelesaikan ucapannya saat bibirnya disatukan kembali oleh Evelyne. Piter yang masih mengenakan pelindung berupa baju besi menjadi gelisah dan hendak meraba tubuh Evelyne.
Tok!
Tok!
Tok!
Pintu diketuk, sesuai dengan harapan Evelyne. Seorang pelayan membawakan cemilan dan teh. Wajah Piter tampak sudah tak dapat lagi dikendalikan. Namun sebisa mungkin ia berusaha menghela napas beberapa kali untuk menenangkan dirinya.
“Apakah Anda sengaja?” tuding Piter saat melihat seringai muncul di bibir tunangannya. Evelyne terkekeh dan mengecup pipi Piter sebelum pelayan itu masuk.
“Iya, saya memang sengaja,” jawab Evelyne tanpa rasa malu. Piter menutup wajahnya sendiri dengan tangannya dan duduk di sofa dekat meja kerja Evelyne.
“Saya tak akan melakukan itu sebelum menikah,” tegas Evelyne. Piter mengangguk pasrah dan para pelayan akhirnya masuk ke dalam ruang kerja Evelyne.
Dalam percakapan itu, Piter juga menyerahkan hadiahnya kepada Evelyne dan mengatakan akan segera membuat izin pernikahan pada Kuil dan Kerajaan. Piter memang tak harus turun tangan langsung, namun ia juga tak ingin bila orang lain ikut campur dalam urusan pribadinya.
Hari itu Piter datang ke Istana dengan selembar kertas berisi izin pernikahan, sekaligus surat cuti dari medan perang selama enam bulan. Raja yang menerima surat itu tertawa puas dan akhirnya memberikan izin dengan stempel Raja.
Siang harinya, Piter datang ke kuil dan mendatangi petinggi Pendeta untuk izin pernikahan. Paus Agung menyatakan akan menjadi pemimpin pernikahan mereka. Alhasil, kepuasan hati Piter telah penuh. Kini hanya tinggal membicarakan perihal waktu pernikahan mereka dengan Duke Astria.
Berbeda dengan Piter yang selalu lancar-lancar saja, kini Evelyne dihadapkan dengan berbagai politik yang tak ada habisnya. Kepalanya sudah mengepul kepanasan akibat bekerja seharian.
“Evelyne? Anda belum tidur?” Ayah Evelyne atau Duke Astria datang berkunjung ke kamar putrinya.
“Belum, Ayah. Saya masih mengerjakan beberapa masalah internal,” ucap Evelyne, tetap berfokus pada kertas di hadapannya meski sudah mengenakan piyama.
“Apakah tidak ada masalah bila terus seperti ini?” Duke Astria merasa bersalah kepada putrinya sendiri. Evelyne mengangkat wajahnya dan tersenyum ramah kepada sang Ayah.
“Anda tidak perlu khawatir, Ayah. Saya akan baik-baik saja.” Duke Astria mengangguk dan kembali keluar dari ruang kerja putrinya.
Beberapa penyeludup yang amat lincah sangat sulit dijerat oleh Evelyne, sehingga perang besar nampaknya tak bisa dihindari. Evelyne mencengkeram kertas laporan di tangannya dan menutup matanya perlahan.
“Aku harus mencari tentara yang lebih banyak dan kuat,” ucap Evelyne, mulai memilah ingatannya. Ia mulai mengingat berbagai tragedi yang akan terjadi. Meski perang itu akan dimenangkan oleh pihak Harferd, namun hal itu akan menimbulkan banyak kerugian dan kelaparan akan melanda seluruh negeri.
“Aku tak bisa membiarkan hal itu terjadi lagi!” Tekad Evelyne sudah bulat. Ia meraih sebuah kertas dan melukis surat untuk Pangeran Andreas.
Selain itu, Evelyne juga menulis surat untuk Piter. Mereka bertiga harus bertemu dan mempersiapkan segala kemungkinan yang ada. Evelyne menghembuskan nafasnya kasar sebelum akhirnya masuk ke kamarnya.
“Piter?” Evelyne tersenyum saat melihat pria yang dicintainya berada di balkon kamarnya dengan mengenakan jubah besarnya.
“Saya hendak mengirim surat kepada Anda, namun Anda justru yang datang kepada saya.” Ucap Evelyne sambil langsung masuk ke dalam dekapan Piter.
“Apakah Anda baru selesai bekerja?” tanya Piter sambil mengecup kening Evelyne dengan penuh perasaan.
“Iya, ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan dengan Anda.” Piter mengangkat alisnya bingung. Ia dan Evelyne duduk di balkon kamar Evelyne dengan posisi Evelyne di atas pangkuan Piter.
“Saya mendapatkan laporan penyeludupan di dermaga. Bahkan beberapa orang asing yang mengaku sebagai budak masuk tanpa adanya legalitas. Saya curiga bila semua itu dilakukan oleh orang-orang dari Kerajaan Arvis. Saya sudah menyelidiki, namun mereka sangat gesit dan tak dapat ditangkap. Saya sudah menyiapkan perangkap namun selalu gagal. Sepertinya, perang besar akan segera terjadi, Piter.” Evelyne merebahkan kepalanya di dada bidang sang kekasih.
“Jangan cemas, saya pasti akan melindungi Anda,” Piter mengusap anak rambut di kening Evelyne dan menenangkan kekasihnya itu dengan lembut.
“Saya tahu Anda tidak akan mengecewakan saya, namun kita juga harus mencari bantuan lain. Anda tahu, bukan, tentang kerjaan di Gurun Timur?” tanya Evelyne lagi. Piter sejenak berpikir.
“Ya, saya pernah melakukan perjalanan dan melewati kerajaan kecil itu.” Ucap Piter. Ia juga tahu betapa miskinnya tempat itu dan kelaparan sering kali terjadi setiap tahunnya karena musim hujan hanya akan datang sebulan dalam setahun.
“Saya akan mengirimkan bantuan berupa makanan dan komoditas lainnya ke sana. Bisakah Anda meminjamkan para Kesatria Anda untuk mengantarkannya dengan selamat?” Evelyne tersenyum licik. Piter terkekeh mendengarnya dan mengecup kening Evelyne sekali lagi.
“Anda dapat menggunakannya sesuka Anda, namun kita juga perlu persetujuan dari Raja,” tambah Piter. Evelyne mengangguk.
“Sekalian kata pangeran mahkota yang pelit itu!” Senyum nakal tergambar di bibir manis Evelyne. Piter tertawa mendengarnya dan akhirnya mereka terhanyut dalam malam, menceritakan apa yang telah terjadi pada mereka satu sama lain.
Keesokan harinya, sebuah kafe di pinggir jalan ibu kota nampak sepi. Evelyne dan Piter sudah berada di dalam dengan menyamarkan identitas mereka. Tak lama kemudian, Pangeran Andreas juga tiba dengan mengenakan baju pengawal Istana.
“Kenapa kau memintaku datang?” tanya Andreas curiga akan gelagat dua temannya itu.
Tanpa berkata-kata, Evelyne menyerahkan kertas di tangannya kepada Andreas. Mata Andreas terbelalak dan menatap Evelyne dengan wajah terkejut.
“I-ini sungguh?” tanya Andreas lagi. Ia langsung duduk di hadapan Piter dan Evelyne. Piter meraih kertas dari dalam jasnya dan menyerahkan satu kertas lagi kepada Andreas.
“Apa!” pekik lagi Andreas, tak dapat berkata-kata.
“K-kalian akan menikah? Minggu depan?” ulang Andreas, hampir membuat beberapa pengunjung panik.
“Hei, anak muda, kau mau menikahi adikku yang lugu ini!” teriak Andreas agar semua orang tidak salah paham akan diskusi mereka yang bersifat rahasia.
“Saya mencintainya, saya akan menjaganya,” ucap Piter tanpa berkedip. Sontak, tangan Andreas lemas dan ia duduk begitu saja.
“Ah ya, kamu juga membutuhkan dana dalam pernikahan kami. Mohon bantuannya!” tambah Evelyne.
Percakapan mereka memang mengarah pada pernikahan dan memang pernikahan, namun ada kasus lain yaitu kertas kedua yang diberikan Piter adalah hal yang sesungguhnya.
Maksud dari ucapan Evelyne yang membutuhkan dana adalah dana perjalanan para Kesatria menuju ke wilayah Gurun Timur. Andreas hampir tak dapat berkata-kata. Ia tak dapat menolak kedua temannya, namun kecintaannya pada harta juga membuatnya menjadi sedikit pelit dalam mengeluarkan uang pribadinya.