Shanaira Monard tumbuh dalam keluarga kaya raya, namun cintanya tak pernah benar-benar tumbuh di sana. Dicintai oleh neneknya, tapi dibenci oleh ayah kandungnya, ia menjalani hidup dalam sepi dan tekanan. Ditengah itu ada Ethan, kekasih masa kecil yang menjadi penyemangatnya yang membuatnya tetap tersenyum. Saat calon suaminya, Ethan Renault malah menikahi adik tirinya di hari pernikahan mereka, dunia Shanaira runtuh. Lebih menyakitkan lagi, ia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak dari malam satu-satunya yang tidak pernah ia rencanakan, bersama pria asing yang bahkan ia tak tahu siapa.
Pernikahannya dengan Ethan batal. Namanya tercoreng. Keluarganya murka. Tapi ketika Karenin, pria malam itu muncul dan menunjukkan tanggung jawab, Shanaira diberi pilihan untuk memulai kembali hidupnya. Bukan sebagai gadis yang dikasihani, tapi sebagai istri dari pria asing yang justru memberinya rasa aman.
Yuk ikuti kisah Shanaira memulai hidup baru ditengah luka lama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Mobil Baru
Begitu Shanaira melangkah meninggalkan restoran untuk kembali bekerja, Karenin menatap punggung istrinya itu hingga menghilang di balik pintu lobi hotel. Ia menghela napas pelan, lalu meletakkan kembali apron yang sejak tadi tergantung di lehernya ke meja dapur.
“Ivan, aku keluar sebentar,” ucapnya sambil menepuk bahu asistennya yang setia.
“Mau ke mana, Tuan?” tanya Ivan.
Karenin mengambil jaketnya dan menjawab singkat, “Toko mobil. Aku balik nanti sore.”
Tanpa menunggu tanggapan, Karenin berjalan cepat keluar dari area restoran, melewati koridor hotel yang mulai ramai dengan tamu. Dalam pikirannya, ada satu hal yang terus mengganggu sejak kemarin—ia tak nyaman membiarkan Shanaira pergi ke rumah sakit, kantor, dan tempat lain hanya dengan naik taksi. Terlalu berisiko untuk perempuan hamil, apalagi dalam kondisi belum terlalu akrab dengannya. Minimal, ia ingin memastikan Shanaira bisa bepergian dengan lebih aman.
Ia naik ojek menuju sebuah dealer mobil di pusat kota. Setibanya di sana, Karenin langsung dihampiri oleh sales yang menyambutnya dengan ramah.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”
“Saya ingin lihat mobil yang cocok untuk istri saya. Nyaman, nggak terlalu besar, dan aman untuk ibu hamil,” jawabnya tanpa ragu.
Sales itu tersenyum, lalu mulai menunjukkan beberapa tipe mobil keluarga yang mungil namun dilengkapi fitur keamanan dan kenyamanan maksimal. Karenin mendengarkan penjelasan dengan seksama, sesekali masuk ke dalam kabin mobil untuk memastikan tempat duduknya cukup empuk dan lega.
Saat akhirnya matanya jatuh pada sebuah mobil berwarna putih lembut, hatinya langsung yakin. Mobil itu terlihat sederhana namun elegan, cocok untuk Shanaira. Ia membayangkan perempuan itu duduk di kursi penumpang sambil tersenyum kecil, mungkin sambil memegangi perutnya yang perlahan membesar.
“Yang ini,” ujarnya mantap. “Bisa saya gunakan sekarang?”
“Tentu, Pak. Nanti kami bantu urus semuanya.”
Setelah menyelesaikan proses administrasi dan memberikan alamat pengiriman ke apartemennya, Karenin pun keluar dari dealer dengan rasa lega yang entah kenapa cukup hangat di dadanya.
“Setidaknya, mulai sekarang dia nggak perlu capek-capek lagi naik taksi,” gumamnya pelan.
*****
Sore mulai merambat pelan saat langit kota berubah warna, menggurat jingga yang membias di jendela-jendela gedung tinggi. Shanaira melangkah pelan keluar dari lobi hotel Renault, menggenggam tas kerja kecil di tangannya. Hari ini cukup melelahkan, dan meski tubuhnya terasa ringan setelah makan siang di restoran Karenin, pikirannya masih dipenuhi banyak hal.
Namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang familiar berdiri bersandar di dinding dekat tempat parkir sepeda motor. Karenin. Pria itu mengenakan kemeja putih sederhana, lengan digulung hingga siku, dan wajahnya menatap lurus ke arahnya dengan senyum ringan.
Shanaira mengerjapkan mata, sedikit bingung.
“Kamu… nungguin aku?” tanyanya begitu cukup dekat.
Karenin mengangguk santai. “Iya. Aku tadi selesai lebih cepat. Kupikir aku jemput kamu sekalian. Kita pulang bareng.”
Shanaira terdiam sejenak, lalu matanya menelusuri sekitar, mencari-cari keberadaan taksi. Tapi, anehnya, Karenin malah mengangkat alisnya dan menunjuk ke arah jalan depan.
“Nggak perlu naik taksi lagi,” ucapnya sambil menyodorkan kunci mobil kecil berwarna putih yang terparkir tak jauh dari mereka.
Shanaira memandang mobil itu dengan tatapan terkejut. Mobil mungil itu tampak baru, bersih, dan elegan. Cocok dengan seleranya yang sederhana.
Karenin membuka pintu mobil dan mempersilahkan Shanaira masuk. Setelah Shanaira duduk dia menutup pintu dna berlari menuju kursi pengemudi.
Shanaira melirik sekeliling interior mobil yang masih menguar aroma khas kendaraan baru. Joknya empuk, dashboard-nya bersih mengilap, dan segalanya terasa begitu mewah. Ia membelai sabuk pengaman yang baru saja dikaitkan, lalu menoleh pada Karenin yang tengah mengatur posisi setir.
"Ini mobil baru, ya?" tanyanya, alisnya terangkat.
Karenin hanya menangguk kecil sambil fokus pada tuas transmisi. "Iya."
Shanaira memiringkan kepala, menatap pria itu lebih lekat. “Tunggu. Jangan bilang kamu beli mobil ini cuma buat... aku?” Bukannya narsis, tapi selama beberapa hari bersama baru kali ini Karenin menggunakan mobil pribadi. Biasanya mereka hanya menggunakan kendaraan umum.
Karenin tersenyum sekilas, lalu melirik ke arahnya. “Aku nggak nyaman kamu harus ke mana-mana naik taksi, apalagi sekarang kamu sedang hamil.”
Shanaira membuka mulut, ingin menjawab, tapi tak ada suara yang keluar. Ia hanya menatapnya dengan campuran terkejut dan bingung.
“Karenin... kamu nggak perlu—”
“Aku tahu,” potong Karenin cepat, lembut namun tegas. “Tapi aku mau. Aku suamimu. Aku ingin kamu nyaman dan aman. Itu saja.”
Shanaira terdiam beberapa detik, lalu tersenyum tipis dan menunduk, menyembunyikan rona hangat di pipinya. “Terima kasih...”
Karenin memulai laju mobil dengan halus. “Jangan dibiasakan bilang terima kasih terus. Aku bakal terus melakukan hal-hal kayak gini.”
Mobil melaju di bawah langit pagi yang cerah, dan dalam hati Shanaira terasa sesuatu yang perlahan tumbuh—rasa yang belum bisa ia beri nama.
Tak jauh di belakang Shanaira, dua pasang mata tengah memperhatikan langkahnya yang baru saja menaiki mobil putih mungil yang dikemudikan oleh seorang pria bule. Ethan menghentikan langkahnya, matanya menajam begitu mengenali sosok pria itu. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras.
“Itu… pria itu lagi,” gumam Ethan, suaranya nyaris seperti desisan. “Pria yang waktu itu sama dia di hari—”
“—hari pernikahanmu denganku,” potong Claira dengan suara ringan, senyum kecil terbit di wajahnya yang cantik.
Ethan tidak menjawab, matanya masih terpaku pada mobil yang kini perlahan menjauh, membawa Shanaira pergi bersama pria itu. Napasnya memburu tak terkendali. Ada bara yang menyala dalam dadanya. Marah. Dan cemburu.
Bagaimana bisa Shanaira terlihat… nyaman? Bahkan tersenyum? Padahal baru seminggu lalu ia menangis di depan altar, hatinya remuk karena ia—Ethan—menikahi wanita lain.
Claira melirik Ethan, lalu mendesah pelan, pura-pura iba namun sorot matanya tak menyembunyikan kepuasan.
“Kamu nggak tahu ya?” katanya sambil memutar tubuh menghadap Ethan. “Itu suaminya, pria yang menghamilinya. Mama kirim fotonya ke aku beberapa hari lalu. Katanya, pria itu chef di restoran Rusia yang ada di hotel. Nama restorannya aku lupa… tapi dia memang suaminya sekarang.”
Ethan menoleh, menatap Claira dengan pandangan tak percaya. “Suami?”
Claira mengangguk. “Iya. Sudah sah. Jadi… kupikir kamu harus tenang. Dia sudah punya hidup baru. Sepertinya juga sudah bahagia. Kamu juga harus belajar menerima, kan? Aku istrimu sekarang.”
Ethan memalingkan wajahnya lagi ke arah jalan yang kini kosong, mobil Shanaira telah lenyap dari pandangan. Tapi di dalam dadanya, emosi meletup hebat. Ia tidak tahu kenapa… tapi bayangan Shanaira tersenyum pada pria lain terasa seperti belati yang mengoyak hatinya.
Dan semakin Claira tersenyum puas di sisinya, semakin sesak dadanya menahan kenyataan: dia yang memilih jalan ini… tapi kenapa rasanya seperti dia yang ditinggalkan?
shanaria biar ketemu bapak dari adek bayi yang ada diperutnya 😌
baca pelan2 ya sambil rebahan 🤭
salam kenal dari 'aku akan mencintaimu suamiku,' jangan lupa mampir 🤗
jangan lupa mampir jg di Menaklukan hati mertua mksh