NovelToon NovelToon
Rumah Iblis Bersemayam

Rumah Iblis Bersemayam

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Spiritual / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 28

Sekarang mereka sama-sama duduk berkumpul di ruang tengah.

Keadaan malam ini begitu sunyi, pak Aji sudah membuat pengumuman untuk keadaan darurat.

Sisi kembali bangun dan melihat kondisi di luaran sana.

Ternyata benar kalau keadaan sedang sunyi senyap, tak ada satu pun warga yang lewat. Mungkin saja Mamat dan Ijal tidak berani lagi kembali ke pos jaga.

Malam ini semua orang duduk berdiam diri di rumah, kejadian tadi pasti sudah tersebar ke seluruh sudut desa.

Jam baru menunjukkan pukul sepuluh malam, belum ada yang memulai obrolan, Andini niatnya ingin menanyakan tentang masa lalu Anggi, tapi melihat kondisi yang tidak memungkinkan, akhirnya dia memilih diam.

"Di antara kalian pasti ada yang sudah menginjak tanah itu kan?" tebak pak Aji. Diperhatikannya ketiga gadis itu satu per satu.

Mereka juga saling pandang, Sisi menunduk diam, Anggi langsung menjawab bukan dirinya, dan Andini, dia langsung menatap Sisi.

"Sudah aku duga dari awal, Si. Ini semua adalah perbuatan perempuan itu. Dia bisa bangkit kembali karena kedatangan kamu," ucap Andini mengatakan apa yang dilihatnya hari itu.

"Kenapa cuma aku yang disalahkan, kita semua ada di sana waktu itu."

Andini langsung membantah, ia tidak terima jika dirinya disalahkan.

Bu Santi menarik napas panjang, beliau memegang tangan Sisi, kemudian berkata dengan lembutnya kepada Sisi.

"Nak, kalian ini datang memang bertiga, tapi coba ingat dulu. Siapa yang sudah menginjakkan kaki tepat di depan pohon jati?"

Sisi diam lagi, dia tidak mungkin lupa siapa yang telah berdiri di sana.

"Orang itu memang aku, Bu. Tapi kan aku cuma berdiri saja, enggak ngelakuin apa-apa," ucap Sisi.

Sisi tidak tahu akan alasan hutan jati itu dilarang untuk didatangi oleh wanita.

"Kamu sedang datang bulan, mana mungkin dia tidak bangkit dari kuburnya. Puluhan tahun sudah roh jahat itu terkubur di sana, dan kedatangan kamu malah membawa masalah." Pak Aji menatap Sisi dengan tajam, dalam remangnya cahaya, wajah kepala desa itu tampak sangat menakutkan. Beliau tentunya merasa marah dengan apa yang telah dilakukan Sisi.

"Bapak, jangan salahkan mbak Sisi. Yang salah itu Anggi, coba kalau Anggi tahu alasan kenapa perempuan tidak boleh ke sana, Anggi pasti bisa mencegah mbak Sisi," cicit Anggi.

"Nduk, bapak enggak marah sama mbak Sisi," ujar bu Santi, "Bapak cuma mengatakan faktanya saja. Kita semua akan kena dampaknya dari kejadian ini."

"Apa ini terjadi karena ada dendam?" tanya Andini.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya pak Aji.

"Dia ingin balas dendam," jawab Santi.

Cahaya lentera mulai bergoyang-goyang ditiup angin, Sisi sudah menebak dalam hatinya kalau gangguan itu sebentar lagi akan datang ke tempat mereka.

Kesalahannya kali ini memang tidak bisa dimaafkan.

Brak!

Brak!

Suara pintu yang digedor-gedor dari luar menjadikan mereka semua tegang.

Malam ini tidak hanya harus berhati-hati dengan anak pak Danang yang berubah seperti siluman, tapi juga harus berhati-hati dengan roh jahat lain yang saat ini sudah bangkit.

"Jangan, Pak!" cegah bu Santi kala suaminya hendak bangun untuk melihatnya.

"Mungkinkah itu dia?" tanya Sisi.

"Sungguh panjang kisah desa ini, desa yang terbentuk karena pertumpahan darah dua keluarga. Kejadian ini sudah lama, dan masih ada sangkut pautnya dengan keluarga pak Danang," tutur pak Aji tanpa menghiraukan pertanyaan Sisi. Ia kembali duduk dan menyesap kopi di depannya yang sudah mulai dingin.

"Hihihi..."

Suara tawa cekikikannya membuat bulu di tengkuk berdiri tegak, ditambah malam yang sunyi dan keadaan tanpa penerang yang memadai.

"Dia ingin menakuti kita?" tanya Andini.

"Dia akan selalu mengikuti orang yang sudah membangkitkannya," jawab pak Aji.

Keadaan remang begini memang sangat menakutkan, kalau saja ada listrik di desa mereka, pasti suasana tidak akan sehoror ini.

Alasan pak Danang tidak setuju jika para warga memakai listrik adalah karena ingin tetap menjaga kelestarian desanya.

Warga di sana bahkan masih memasak dengan menggunakan kayu bakar. Setiap hari harus bergelut dengan kepulan asap, suasana seperti itu memang sangat dirindukan oleh Sisi dan Andini. Namun, ini bukan hanya sekadar tentang suasana, untuk apa hidup setenang itu di pagi hari kalau malam harus berperang dengan rasa takut.

Hidup tidak bisa dijamin, mau keluar juga sudah susah.

"Aaa!!!"

Saat semua orang sedang dalam kondisi tegang karena suara pintu tadi, Andini malah mendadak menjerit.

Seketika Sisi langsung berpindah dari sebelah bu Santi dan duduk di dekat sahabatnya. Sisi memegang Andini supaya gadis itu tidak bisa tenang,

"Di-dia kenapa, Sisi?" tanya pak Aji gugup.

"Apa Andini kesurupan?" tanya bu Santi.

"Bukan, Pak, Bu." Sisi menggeleng, sementara Anggi langsung ke dapur untuk mengambil beberapa lembar daun kelor dari sana.

Api kian bergoyang dihembus angin dari luar, Sisi tidak sadar kalau saat ini Andini sedang berusaha dirasuki oleh roh jahat itu.

Tak ada yang menyadari kalau kalung Andini sudah lepas dari lehernya.

Anggi kembali dari dapur dengan langkah tergesa, tanpa aba-aba dia langsung memukul punggung Andini dengan daun kelor tersebut.

"Aaa..." Andini kembali menjerit keras, sejurus kemudian dia jatuh pingsan.

"Din, bangun, Dini!"

"Kenapa jadi begini?" tanya bu Santi pada Anggi.

"Mbak Dini kesurupan, Bu." Anggi meletakkan daun itu ke atas meja, ia pergi ke kamar untuk mengambil minyak angin di sana.

Setelah menyapu minyak angin di kening dan hidungnya, Andini pun terjaga.

Dia masih belum bisa bernapas normal, begitu matanya terbuka dia langsung menanyakan di mana kalungnya berada.

"Kalung gue enggak ada, di mana kalung gue, Si?''

Kalung? Bukannya tiap hari lo pakek?"

Pak Aji menyipitkan matanya, lelaki itu tampak berpikir. Seperti pernah melihat kalung yang dicari Andini, dan sekarang dia ingat kalau kalung itu sempat dilihatnya berada di luar rumah, mungkin terjatuh saat Andini keluar tadi.

"Saya melihatnya di luar," ucap pak Aji.

"Gawat! Jangan sampai kalung itu hilang, biar aku saja yang mengambilnya, kamu tunggu aja di sini." Sisi bangun dari tempat duduknya dan langsung keluar.

Untungnya kalung itu masih berada di luar, begitu tiba di luar dia melihat kalung tersebut tergeletak di depan teras.

"Apakah itu kamu? Aku tidak akan lupa."

Terdengar suara di belakangnya, suaranya serak dan berat. Sisi tidak berani berbalik, dia langsung lari tunggang-langgang.

Kakinya bergetar hebat, bahkan masih bergetar saat tiba di ruang tengah.

Di bawah cahaya lentera, mereka semua bisa melihat piasnya wajah Sisi.

"Wajah lo kenapa? Kok pucet gitu?" tanya Andini. Keadaannya sudah lebih membaik sekarang setelah meminum air yang disuguhkan Anggi.

"Makhluk itu ada di luar, Din," ucap Sisi sembari mengerling ke arah pintu.

"Pak, gimana kalau kita tinggalkan saja desa ini?" tanya Anggi meminta persetujuan dari ayahnya.

Pak Aji dibuat bimbang dengan keinginan sang anak, Anggi ingin pindah, dirinya juga ingin pergi dari sana. Namun, istrinya tidak mau meninggalkan desa itu.

Alasan demi alasan selalu berhasil menghilangkan niat besar mereka.

Anggi menatap ibunya, ia tahu kalau ayahnya setuju tapi tidak dengan sang ibu.

"Bu, Ibu beneran masih tidak mau pindah dari desa ini?" tanya Anggi.

Bu Santi menatap anaknya dengan pandangan lemah. "Kita juga tak mungkin keluar dalam kondisi seperti ini, bapakmu kepala desa di sini. Tidak mungkin dia meninggalkan warganya dalam keadaan sulit seperti ini," jawab bu Santi memaparkan alasannya.

"Jiwa yang bangkit ini penuh dengan dendam, tapi dia juga sepi. Aku bisa merasakannya, kematiannya sangat kejam, ada seseorang yang sedang dia cari. Jasadnya dikubur dengan tak layak di sana, diseret dalam kegelapan seperti seekor binatang buruan. Menangis menjerit tapi tak ada yang menolong, dia datang dan ingin meminta pertanggungjawaban dari yang masih hidup." Andini menutup mata, sedangkan mulutnya terus bercerita, potongan kisah masa silam berputar di depannya. Ia bicara seolah membaca deskripsi hidup seseorang.

Pak Aji dan bu Santi terpaku bengong mendengarnya, mereka kagum saat melihat Andini bisa tahu akan sejarah

hutan jati itu.

Hanya saja Andini belum menjelaskan siapa sebenarnya perempuan itu, dan siapa saja yang berkaitan dengan kematiannya.

Meski belum tahu pasti, tapi mereka semua tetap yakin kalau pak Danang ada hubungannya dengan ini semua.

1
Aksara L
Luar biasa
Aksara L
Biasa
Kakak Author
lanjut .. bagus banget ceritanya .../Pray/mampir ketempat aku dong /Ok/
🎧✏📖: semangat, kalo boleh baca ya judul baru 🤭
🥑⃟Riana~: iya kk
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!