Seorang dokter muda yang idealis terjebak dalam dunia mafia setelah tanpa sadar menyelamatkan nyawa seorang bos mafia yang terluka parah.
Saat hubungan mereka semakin dekat, sang dokter harus memilih antara kewajibannya atau cinta yang mulai tumbuh dalam kehidupan sang bos mafia yang selalu membawanya ke dalam bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Victor mengangguk, wajahnya berubah serius. “Kalian tidak punya banyak waktu. Adrian tidak akan membiarkan kita hidup begitu saja setelah semua ini.”
Rafael menatap Victor dengan tatapan penuh keraguan dan ketegasan. "Aku akan melindungi Liana. Apa pun yang terjadi."
Victor menoleh dengan cepat, matanya penuh kekhawatiran. “Mereka sudah datang. Aku tidak bisa lagi melindungi mu, Rafael. Kalian harus pergi, sekarang. Jaga Liana, jaga dia baik-baik.”
Namun, saat Victor berbicara, tubuhnya terjatuh dan kejang. Darah mulai mengalir dari lukanya. Liana berteriak, “Ayah! Tidak! Tidak!"
Dengan napas yang semakin berat, Victor akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan dunia ini dengan membawa rahasia yang terlalu berharga.
Liana berusaha bangkit dari sofa dengan tubuh yang masih lemah. Luka tembak di bahunya yang baru saja dijahit oleh Dokter Anton terasa berdenyut, membuatnya sulit bergerak. Namun, rasa sakit itu tak sebanding dengan kehancuran yang dirasakannya saat melihat tubuh ayahnya tergeletak di lantai, tak bernyawa.
"Ayah..." suaranya serak, hampir tak terdengar.
Ia mencoba melangkah, tetapi lututnya melemah, membuatnya hampir jatuh. Air matanya sudah membasahi wajahnya, menggambarkan betapa hancurnya perasaannya. Selama ini ia mencari jawaban dan kini, ketika akhirnya ia menemukannya, takdir dengan kejam merenggutnya begitu saja.
Dengan sisa tenaga, ia merangkak mendekati tubuh Victor yang tergeletak bersimbah darah. Jemarinya yang gemetar menyentuh wajah ayahnya yang kini telah kehilangan nyawa. Dingin. Tak ada lagi kehangatan di sana.
"Tidak... tidak seperti ini..." bisiknya, suaranya pecah oleh isakan. "Ayah... bangunlah... kumohon..."
Tapi Victor tak akan pernah bangun lagi. Tak ada lagi kesempatan untuk berbicara, untuk menanyakan semua yang belum sempat terungkap. Penyesalan itu menghantam Liana begitu dalam, menyesakkan dadanya hingga terasa sulit bernapas.
Rafael yang berdiri di belakangnya merasakan pedih yang sama. Meskipun ia tak pernah menganggap Victor sebagai keluarganya, pria itu tetap seseorang yang telah memberi banyak pelajaran dalam hidupnya. Dan sekarang, melihat Liana hancur seperti ini, ia tahu tak ada kata-kata yang bisa menghiburnya.
Luca yang berada di sisi Rafael melirik ke luar jendela. "Kita harus pergi sekarang, Rafael. Adrian pasti sudah mengirim lebih banyak orang. Jika kita tetap di sini, kita akan mati."
Rafael mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Ia tahu Luca benar. Tapi bagaimana dengan Liana? Wanita itu dalam kondisi seperti ini, tak akan mudah untuk membawanya pergi.
"Liana," Rafael berlutut di sampingnya, tangannya menyentuh bahu Liana dengan hati-hati. "Kita harus pergi. Adrian tak akan berhenti sampai dia menangkap kita. Victor ingin kita selamat. Kau harus kuat."
Liana tak menjawab. Matanya masih terpaku pada wajah ayahnya, seolah menolak menerima kenyataan. Rafael tahu jika mereka terus menunggu, keadaan akan semakin memburuk. Ia menatap Luca, memberi isyarat.
"Maafkan aku, Liana," bisiknya.
Sebelum Liana sempat bereaksi, Rafael meraih bagian belakang lehernya dan menekan titik tertentu dengan cekatan. Liana sempat tersentak, matanya melebar, sebelum tubuhnya melemas dan kesadarannya menghilang.
"Kita harus cepat," Rafael berkata kepada Luca sambil mengangkat tubuh Liana ke dalam gendongannya.
Luca mengangguk, lalu dengan cepat mengambil senjata mereka dan memastikan jalan keluar aman. Rafael menatap Victor untuk terakhir kalinya. "Aku akan menepati janjiku, Victor," katanya lirih. "Aku akan menjaga Liana."
Mereka bergerak cepat menuju pintu belakang, keluar ke lorong yang gelap dan dingin. Jantung Rafael berdetak kencang saat ia mendengar suara langkah kaki mendekat dari kejauhan. Adrian sudah mengirim anak buahnya. Mereka tak punya banyak waktu.
Dengan Liana dalam pelukannya, Rafael, dokter Anton dan Luca berlari ke dalam bayang-bayang malam, meninggalkan rumah yang kini menjadi saksi bisu atas kehilangan yang begitu besar.
Namun, mereka belum tahu bahwa bahaya yang lebih besar sedang menunggu mereka di depan...