NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

putus asa

Mendengar kabar bahwa ada yang meninggal 18 tahun lalu akibat melahirkan, Doni berdiri di depan cermin yang retak di kamar kostnya. Bayangannya pecah-pecah, tak berbeda jauh dengan harapannya. Ia mengulangi kata-kata wanita tua yang ditemui anak buah Dr. Smith dalam benaknya—satu kalimat yang seolah mengikatnya dalam kegelapan.

“Ada yang bisa kau bantu?” Ara muncul di pintu, mengamatinya dengan tatapan prihatin. Ranselnya terjuntai di bahu, menampung beban pikiran yang sama beratnya.

Doni menghela napas, suaranya tercekat. “Aku tak tahu apa-apa lagi, Ara. Aku sudah mengecek semua tempat, mencoba mencari tahu siapa ibuku, tapi tiap kali aku mendekat, seperti ada tembok tebal yang menghalangiku.”

“Jangan putus asa,” Ara meyakinkan, mendekatinya. “Mungkin, kita bisa cari tahu lebih banyak tentang wanita yang meninggal itu. Siapa namanya? Dari mana dia berasal?”

“Namanya.. Aku tidak tahu,” Doni menjawab sambil menatap telapak tangannya. “Aku hanya punya foto ini.” Ia mengeluarkan foto usang dari saku celana, memperlihatkan wajah wanita muda yang tersenyum, mata lebar dan penuh harapan. “Entah siapa dia.”

Ara mengamati foto itu, menyerupai karna senyumnya. “Kau harus terus mencari,” dia berkata. “Mungkin dia bisa memberi petunjuk. Tidak ada salahnya bertanya di rumah sakit.”

Doni mengangguk, berusaha mengumpulkan keberanian meskipun hatinya terasa tertahan. “Aku akan ke sana. Tapi jika Dr. Smith tahu… dia mungkin akan menghentikanku.”

“Dia tidak bisa menghalangimu selamanya.” Ara bangkit, menyediakan dukungannya.

Malam itu, Doni terjaga, mata memandang langit-langit yang kasar. Pikiran-pikiran memutar tanpa henti, membanjiri kepalanya oleh gambaran masa lalu yang kelam. Rasa penasarannya semakin memuncak, dan rasa bingung menumpuk. Ia tidak bisa kembali mundur.

Keesokan harinya, dia berjalan menuju rumah sakit yang terletak tak jauh dari klinik. Rasa canggung menghantui langkahnya saat kaki menjejakkan langkah di lobi. Bau antiseptik dan kebisingan perawat yang berlalu-lalang mengingatkannya pada tempat kerjanya.

“Tunggu!” Seorang perawat menghentikannya. “Apa yang kau cari?”

Doni menelan ludah. “Saya ingin menanyakan tentang… tentang seorang pasien yang meninggal karena melahirkan, 18 tahun lalu.”

Perawat itu menatapnya curiga. “Pasien? Kenapa kau mencari tahu?”

“Karena saya… saya penasaran,” jawabnya lirih.

“Bisa lebih spesifik? Namanya siapa?”

Ia terdiam. Rasa frustasi memuncak di dalam dirinya. “Saya tidak tahu namanya,” ujarnya jujur.

Perawat itu menggeleng. “Tanpa nama, sulit untuk menemukan informasi. Coba tanyakan di arsip, mereka mungkin bisa membantu.”

Doni melangkah menuju ruangan arsip, berharap pembicaraan dengan perawat menghasilkan sesuatu, meski hanya secercah harapan. Di depan ruangan, suasana sepi menekannya. Penuh dokumen dan berkas kuno, ia merasakan kesunyian yang meresap.

“Selamat pagi,” sapanya pelan kepada seorang pegawai di dalam.

Pegawai tersebut mengangkat wajahnya dari tumpukan dokumen. "Ada yang bisa saya bantu?"

“Aku mencari data tentang seorang wanita yang meninggal melahirkan. Sekitar 18 tahun lalu,” ucap Doni, dengan nada cemas.

“Bisa lihat di sini, mungkin kami punya catatan itu,” pegawai itu menjawab sambil melirik tumpukan berkas. “Namun, prosesnya mungkin butuh waktu.”

Doni bersiap, mojo yang memudarkan ketidakpastian. Mereka mulai mencari, menggeser lembaran demi lembaran.

“Lihat, ini dia,” pegawai itu akhirnya menemukan catatan. “Ada laporan tentang seorang wanita bernama Indah. Menurut keterangan, dia mengalami komplikasi saat melahirkan.”

“Indah…” nama itu terasa asing, tapi dalam sekali. Bulu kuduknya merinding, seolah terpanggil oleh kedalaman benaknya. “Di mana dia tinggal?”

“Dia dari desa seberang. Sayangnya, saya tidak bisa memberi tahu lebih jauh.”

Doni merasakan entah bagaimana ada jalinan tak terlihat antara namanya dan wanita itu. “Saya harus ke sana.”

“Berhati-hatilah,” suara pegawai terdengar samar saat Doni meninggalkan ruangan.

Belum sempat langkahnya menjauh, Ara muncul di depan pintu rumah sakit. “Bagaimana hasilnya?” tanyanya, membelah kesunyian.

“Namanya Indah,” matanya berbinar saat mengucapkan nama itu. “Aku harus pergi ke desanya.”

“Saya ikut!” Ara bersikeras. “Kau tidak tahu apa yang mungkin kau temui.”

Perjalanan menuju desa seberang menghabiskan waktu yang terasa menyesakkan. Sepanjang jalan, pikiran Doni menggulirkan imaji melahirkan seorang bayi, sebuah harapan di tengah kesedihan.

Sesampainya di desa, mereka bertanya-tanya pada penduduk yang terlihat ragu. “Kami mencari wanita bernama Indah. Apakah ada yang tahu?”

Seorang pria tua menghentikan langkah mereka. “Indah? Ya, itu cerita lama. Dulu, dia terkenal dengan sifat baiknya.”

“Dia… dia meninggal saat melahirkan, bukan?” Ara menambahkan.

Pria tua mengangguk pelan, matanya mengisyaratkan kenangan yang dalam. “Iya, perempuan sebaik itu tak seharusnya pergi terlalu cepat.”

Mendengar itu, jantung Doni berdebar keras. “Kau tahu siapa yang merawatnya? Siapa ayahku?”

“Orang-orang bilang, ada yang mencurigakan pada kematiannya,” pria itu berkata, gelisah olehnya. “Namun, banyak yang memilih untuk tidak berbicara.”

“Kenapa?” tanyanya penuh kebingungan.

“Karena kadang, kebenaran tak seindah yang kita inginkan,” pria tua itu mengakhiri, menghilang dalam kerumunan.

Malam mulai gelap ketika Ara dan Doni berusaha menemukan jawaban. “Kita harus menyelidiki lebih dalam,” seru Ara. “Jangan biarkan ketakutan menghentikan kita.”

Doni menatap langit kelam. “Tapi, bagaimana jika aku menemukan kebenaran yang kubenci?”

Ara meraih tangannya. “Apa pun itu, kita hadapi bersama. Kau tidak sendiri, Doni.”

Satu kata ‘bersama’ itu menancapkan harapan dalam hatinya. Bersama, mereka akan menggali lebih dalam dalam kegelapan, mencari cahaya yang tersembunyi di balik misteri yang mengikat hidup mereka.

Doni dan Ara melanjutkan pencarian dengan tekad baru. Di tengah malam yang sunyi, desakan ketidakpastian melanda, tapi semangat menemukan kebenaran membuat mereka terus melangkah.

“Coba kita kembali ke tempat yang disebutkan lelaki tua itu,” Ara mengusulkan, suara pelan teredam oleh hutan di sekitar. “Mungkin ada yang bisa kita tanya lagi.”

Doni mengangguk, mengikuti langkahnya. Semakin mereka mendekat ke lokasi, semakin terasa hawa dingin yang menyelimuti suasana. Hembusan angin menerpa, membawa bisikan dari dedaunan.

Setibanya di lokasi, suasana di sekeliling terasa melankolis, seperti melankoli yang mendalam yang menanti untuk diungkap. Mereka bertanya pada beberapa warga yang ada di sekitar.

“Siapa lagi yang tahu tentang Indah?” Ara bertanya kepada seorang wanita yang tengah menggendong anak kecilnya.

Wanita itu menatap mereka ragu. “Kalian mencari Indah? Itu adalah cerita gelap bagi desa ini.”

“Cerita gelap?” Doni bertanya, berusaha menangkap setiap detail.

“Iya. Dia meninggal bersamaan dengan bayinya. Tapi ada yang berbisik tentang seorang dokter yang seharusnya merawatnya, yang tidak ada di tempat saat itu.”

“Hanya satu dokter di desa ini, kan?” Ara melanjutkan, menyimpulkan informasi dari obrolan yang terdengar.

“Betul, Dr. Smith,” wanita itu menjawab sambil menggenggam erat lengan anaknya. “Dia yang merawat banyak orang. Tapi saat Indah melahirkan, kata orang-orang, tak ada di sana.”

Doni merasakan kegelapan menyelubungi pikirannya. “Tapi kenapa orang-orang takut untuk berbicara?”

“Karena, kadang, rahasia membawa konsekuensi,” wanita itu menyiratkan, menatap jauh ke arah pohon-pohon seolah ada bayangan yang mengintai.

Mereka beranjak pergi dengan rasa penasaran yang meningkat. Doni merasa ada benang merah yang menghubungkan cerita Indah dan kehidupannya sendiri, sebuah benang yang merentang hingga ke masa lalunya yang disembunyikan.

Ketika menuju pulang, Ara menghentikan langkahnya. “Kau yakin tinggal di desa ini adalah langkah yang tepat? Beberapa orang terlihat takut saat kita bertanya.”

“Takut atau tidak, aku harus mencari tahu,” Doni menjawab tegas. “Setiap orang memiliki hak atas kebenaran, termasuk aku.”

Mereka pulang sambil terbenam dalam pemikiran. Doni duduk di tepi tempat tidur, memandangi foto usang yang berisi wajah Indah. Meski gambarnya samar, rasa koneksi mengalir dalam dirinya. Siapa pun dia, rasa yang menyelimuti Doni menempatkan Indah dalam hatinya.

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!