Mahendra & Dewi Manjawati

Mat Cader memang mengenal kedua orang tersebut. Murdalih dan Mugeni adalah kambratnya sebelum ia menjadi tuan tanah. Mereka pernah bekerjasama dalam dunia kejahatan. Terlebih Mugeni yang punya perangai sama dengannya. Apalagi kalau bukan Dajjal penjahat kelamin.

Bedanya, Mat Cader melakukannya untuk meningkatkan ilmu hitamnya. Sementara Mugeni sekedar pelampiasan nafsu belaka.

"Luar biasa. Saya mengenal mereka mener. kedua orang itu adalah sahabatku dulu. Tak kusangka mereka telah mangkat terlebih dahulu.." Ujar Mat Cader sambil menggelengkan kepala.

"Lalu siapa yang telah mengalahkan mereka mener..?" Tanya mat Cader dengan wajah keheranan.

Sang mener menyeruput kopinya. Lalu menjawab pertanyaan Mat Cader.

"Kowe mungkin tak akan percaya yang akan saya ucapkan cader. tapi yang membunuh mereka adalah seorang gadis cilik berpakaian merah.."

Mat Cader pun terperanjat dengan jawaban Sang Mener. Adalah suatu cerita jenaka yang dapat di pahami dari jawaban itu. Mat Cader hanya bisa menyeringai dengan tawa tertahan.

"Hahahaha. Mener. Kau tidak sedang bercanda kan? Sahut Mat Cader

"Saya sudah bilang kalau kau tak akan percaya Cader. Apa saya harus memaksamu percaya dengan pistolku..?" Balas Mener Van De Jong sambil memegang hulu pistolnya.

Melihat itu Mat Cader jadi sadar diri tengah berhadapan dengan siapa. Sebenarnya ia tak takut dengan ancaman kumpeni. Tapi jelas bila ia melawan. Maka dalam sehari rumahnya bisa rata dengan tanah di tembak tank kumpeni. Lagi pula ia sudah nyaman dengan keadaan sekarang. Dimana kumpeni selalu membekingi dia sebagai juragan.

Pernah salah satu anak buahnya mendapat kabar bahwa rumah Mat Cader akan dikepung oleh ratusan warga yang marah. Seketika itu juga Mat Cader menghubungi kumpeni. Dan sebatalyon kumpeni pun datang menjagai Komplek rumahnya. Akhirnya ratusan warga yang ingin menyerang pun membatalkan niatnya.

"Ouh bukan begitu mener. Maaf bila saya lancang. Tapi jujur saya terkejut dengan jawaban mener soal gadis cilik itu.."

Sang mener melepas genggamannya pada hulu pistol di pinggangnya. Raut wajah angkuhnya mengendor.

"Yahh itu wajar Cader. saya pun tak percaya pada awalnya. Tapi yang melapor padaku adalah para marsose kepercayaanku. Jadi saya tak ragu dengan jawaban mereka. Nah Cader., saya minta kau mencari dan menangkapnya hidup-hidup.."

Mat Cader terdiam sejenak. Ia berpikir bagaimana mencarinya? Kalau Trio tikus itu dia tahu dan dengan mudah mencari mereka, Tapi gadis cilik berbaju merah?.

"Tuan mener. Begitu banyak wanita berbaju merah di batavia ini. Jelas aku akan kesulitan mencarinya mener. Tidak ada kah petunjuk lain mengenai gadis cilik tersebut..?" Tanya Mat Cader

"Hahaha sudah tentu kau akan sulit mencarinya. Kau pikir saya hanya dapat memberikan sekedar keterangan Cader? Haha."

Sang meneer lalu merogoh kantung saku. Dan ternyata ia mengeluarkan bungkusan kain yang memanjang dari sakunya.

"Buka Cader. Ini adalah barang yang dapat kami temukan di lokasi pertempuran. Beberapa marsose yang melapor padaku memberitahukan bahwa barang itu adalah milik gadis tersebut. Tapi berhati-hatilah. Karena itu barang beracun..."

Sejenak Mat Cader memperhatikan bungkusan itu dan membukanya dengan hati-hati. Setelah ia melihat gagang kecil sebuah pisau lempar, ia pun mengeluarkannya dengan mencomot gagang kecil itu secara hati-hati pula.

Setelah keluar ia pun mengamati pisau lempar itu secara seksama. Matanya memicing memperhatikan guratan cakar harimau yang berada pada badan pisau.

Tak lama ia menganggukkan kepalanya. Dan mener yang melihat rada tersenyum karena ia yakin sekarang Mat Cader mempunyai petunjuk yang berguna untuk mencari gadis cilik itu.

"Baiklah mener. Saya rasa cukup. Pisau ini akan menjadi alat untuk menelusuri keberadaan gadis yang akan kucari nanti..."

"Bagus Cader. Saya suka loyalitasmu. Saya akan menunggu kabar darimu dilain hari. Tapi saya tekankan sekali lagi Cader. Saya minta agar kau secepatnya dapat menangkap gadis itu..mengerti Cader..?"

"Saya mengerti mener. Besok saya akan langsung mencarinya.."

Sang mener pun beranjak dari tempat duduknya lalu tanpa basa basi menuju keruangan dimana Darmi berada.

###

Kita kembali dimana Dewi dalam seminggu ini sudah sehat seperti sedia kala. Bersama abang seperguruannya ia berlatih kembali dengan semangat yang tinggi. Luka di pundaknya secara cepat telah sembuh total.

"Jangan kendor lu wi. Kerahin seluruh tenaga lu. Kali ini gua ga maen-maen. Kalo lu meleng dikit aja. Dijamin cakar macan gua bakalan nyayat daging lu.." Ancam mahendra yang telah bertarung bersama Dewi selama dua jam lebih.

Peluh keringat membasahi tubuh mereka. Nafas mereka pun terdengar ngos-ngosan. Bebatuan di pinggir kali sudah hancur luluh lantak terkena berbagai macam ilmu dan serangan jurus.

Asap akibat ledakan benturan menyelimuti area sekitar pertarungan. Sementara Babeh Safe'i memantau jalannya pertarungan dari batu besar ditengah sungai. Ia seperti biasa ditemani para buaya yang telah menjadi sahabat karibnya dikala bersemadi setiap pagi.

Tubuh dan wajah Mahendra kotor akibat beberapa kali berguling di tanah untuk menyerang atau menghindar. Begitu pula Dewi.

"Lu kata gua takut ama anceman lu bang? Sedari tadi juga ga seujung kuku lu nyentuh kulit gua. Hayo dong abang sayaang. sentuh kulit ini..ah ah ah.." Bales si Dewi sambil menggoda abangnya dengan mendesah-desah terus ngerlingin mata pula.

"Beh liat tuh beh gayanye si Dewi. Masa kaya gitu. Genit amat mirip cewe yang di bongkaran tenabang.."

Denger begitu jelas aja si dewi berang. Masa iya dia disamain sama cewe penghibur yang biasa mangkal di tenabang. Tapi karena jengkel dia ikutan juga ngadu ke babehnya.

"Jahaat. beh masa aye di katain cewe nakal. Aye ga terima beh.."

Si Babeh yang liat cuma bisa geleng kepala. Bukan apa. Seharusnya mereka perang jurus, bukannya perang mulut.

"Gua heran sama lu pada. Dari dulu ga ada nurutnya ma gua. Gua suruh apa eh lu pada malah ngapain. Tutup tuh congor terus lanjut tempur. Gua mau liat perkembangan lu pada" Ujar si Babeh rada lantang.

"Tapi beh aye masih ga terima dikatain begitu.." bales dewi.

"Lu merasa kaga..?" Tanya Babehnya.

"Enak aja, ya kaga lah beh.." Jawab Dewi

"Ya kalo lu ga merasa, ngapain tersinggung?. Itu berarti emang Mahendra sering make cewe nakal di bongkaran. buktinya dia tahu lokasi begituan.."

"Behahahahaha....bener juga Beh..behahahhaa" Si Dewi ngakak sampe mao jatoh liat muka si Mahendra yang sekejap itu juga langsung manyun.

"Dih si Babeh mah belain Si Dewi mulu..aye ga pernah kesono beh sumpah. Aye tau dari temen aye..." Jawab mahendra ngeyakinin babehnya.

"Nah sama, kalo lu kaga merasa ya jangan manyun mahendraa??..yang gua bingung ngapa gua jadi ikutan perang mulut ya? Bangke emang lu pada bedua. Udah udah. Ga mood gua liat lu bedua tanding. mending lu pada mandi sana. Latihan selesai.."