The Most Beautiful Revenge

15 tahun kemudian

Ceplas!

Ceplas!

Suara cambuk terdengar terus menerus, darah kehitaman keluar dari punggung pria berusia 18 tahun, wajahnya yang tampan tertutupi oleh lebam.

"Hentikan, biarkan dia merenungi kesalahannya." Sosok mahkluk berwajah menyeramkan menghentikan kegilaan itu.

Sudah sekian kali Asura berusaha melarikan diri dari Underworld, setelah dua tahun lalu tanpa sengaja dia mendengar percakapan Raja Iblis dan bawahannya, dia langsung gemetaran.

Kehidupannya ada hanya untuk di korbankan, Raja Iblis mengatakan dengan lantang bila Asura adalah wadah paling tepat untuk dirinya tinggal setelah kematian.

Itu artinya, Asura akan di korbankan dan tubuhnya akan di berikan pada Raja Iblis. Tanpa sengaja pula, Asura mendengar tentang keluarganya yang mencari dirinya.

Meski belasan tahun telah berlalu, tapi keluarganya tak menyerah begitu saja dan terus mencari keberadaannya. Meski Asura sendiri tak tahu bagaimana rupa kedua orang tuanya. Tapi dia sangat ingin pergi ke dunia manusia dan bertemu dengan mereka.

"Masukan dia ke penjara!" Ucap bawahan Raja Iblis, Asura di gusur dengan paksa dan di lemparkan ke dalam sebuah penjara.

Tak ada ringisan atau sakit yang berusaha dia sembunyikan, saat ini dia harus berusaha menghilangkan lambang Raja Iblis yang bisa menemukannya di manapun itu.

"Kau di siksa lagi?" Sosok tua renta terkekeh di sebelah penjara Asura.

"Kau pasti ingin lari dari tempat ini bukan? Kemarilah Nak, biar aku bantu." Pria tua itu mengulurkan tangannya menuju baja yang terlewati oleh api dan magma yang menyala.

"Tidak, saya masih muda untuk berjuang." Ucap Asura, di bawah mereka magma yang terus bergejolak tiada henti.

"Tak apa, meski aku mati. Aku sudah tua dan sudah selayaknya mati. Aku hanya ingin membeikan sebuah wasiat kepada Nak." Pria tua itu kembali mengulurkan tangannya.

Pria tua itu bisa merasakan adanya tiga kekuatan aneh dalam tubuh Asura, tiga kekuatan yang tidak bisa bersatu dan saling bertentangan.

"Kemampuan ilahi dari keabadian seorang Penyihir hebat, jiwa Raja Iblis dan aku tidak tahu apa yang satu ini. Kau memiliki anugrah yang agung Nak, keluarlah dari tempat ini dan berlindunglah di bawah menara sihir." Asura terdiam mendengar kata-kata pria tua itu.

"Bila kau bertemu dengan Pemimpin menara sihir, beri tahu padanya bila perang akan segera terjadi. Kemarilah Nak!" Pria tua itu menyentuh kening Asura, rasa sakit luar biasa di tahan Asura saat lambang Raja Iblis perlahan menghilang.

Asura menahan rasa sakit itu agar tidak berteriak, luka di seluruh tubuhnya perlahan menghilang dengan perlahan. Wajahnya yang di penuhi lebam berubah menjadi kerupawanan.

"Pergilah Nak!" Pria tua itu tiba-tiba berubah menjadi serpihan cahaya keemasan. Senyum di bibirnya masih tergambar jelas di mata Asura.

Cahaya menyilaukan langsung menutupi tempat tersebut, mata Asura tertutup sejenak dan kembali terbuka saat di hadapannya terlihat adanya pohon berukuran luar biasa besar.

"A-aku di mana?" Asura terperanjat, langit itu tak merah lagi. Langit biru dengan warna putih yang bergerombol. Cahaya terang dengan sebuah bola bulat aneh melayang di angkasa.

"Ada manusia, aku ingin dagingnya!" Sosok monster berkaki empat nampak berada di belakang Asura, robekan besar dari bawah tanah membuat mata Asura seketika terperanjat.

"Pak tua itu?" Pikiran Asura jatuh pada pria tua yang telah di hukum didalam penjara itu sejak dia berada di sana, pria tua itu tak pernah berbicara sepatah katapun. Matanya selalu tertutup dan rambutnya yang putih selalu terngiang dalam benak Asura.

"Aku harus lari!" Ucap Asura dengan sekuat tenaga dia berusaha bangkit, dadanya terasa sakit namun kakinya tidak sakit lagi. Dia bisa melangkah dengan kecepatan yang tak pernah dia bayangkan.

Angin sejuk menghempas dan terasa aneh bagi Asura, sangat menyegarkan seolah memberikan kekuatan baru padanya. Cahaya dari langit juga seolah memberikan tenaga yang tiada habisnya untuk dia gunakan.

"Para Iblis itu benar-benar!" Sosok wanita berambut putih nampak kesal saat dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri seorang pria tengah di kejar tanpa ampun.

"Clia hati-hati!" Teriak seseorang di belakangnya, namun wanita itu terus melaju dengan kuda putihnya yang menawan. Mereka menghempas dan sebuah sihir keluar dari tangannya, hingga kepulan es menyambar dan meruncing.

Es itu seperti sebilah pisau yang dapat menusuk apapun di hadapannya, tanpa rasa takut wanita itu menghempaskan ribuan es hingga mengenai para Iblis yang mengejar Asura.

"Itu para penyihir, kembali!" Teriak sosok Iblis bersayap, dia memilih pergi dan meninggalkan pertempuran yang merugikan itu.

Clia tersenyum dan dengan kudanya yang berani dia berhenti tepat di hadapan Asura, Clia menatap mata coklat itu sangat dalam.

"Wah, siapa nama mu?" Tanya Clia mengulurkan tangannya untuk menolong Asura yang terjatuh.

"A-aku, Asura." Jawabnya merasa takjub hingga suaranya terdengar terbata-bata.

"Nama yang unik, nama ku Cliaus kamu bisa memanggil ku Clia." Clia meraih tangan Asura, karena dia tak mau menggenggam tangannya.

Deg!

Perasaan keduanya langsung bergetar hebat, rasa sakit di dada mereka seketika menghilang dan tatapan mereka kini saling beradu.

"S-siapa nama mu tadi?" Tanya lagi Clia masih tak ingin melepaskan genggaman tangannya.

"Nama saya Asura," Clia mengangguk dan melepaskan genggaman tangannya, sesuatu yang selalu terasa sesak di dada keduanya seolah berkurang. Meski saat berpegangan tangan mereka merasa sembuh, namun setidaknya saat ini mereka hanya bisa merasakan setengah dari rasa sakit yang biasa mereka rasakan.

"Kemarilah lagi!" Clia kembali menggenggam tangan Asura hingga dadanya kembali terasa sembuh dan tak sakit lagi.

"I-ini aneh sekali, kau tinggal di mana?" Tanya Clia merasa sangat penasaran.

"A-aku tidak tahu." Jawab Asura, karena bila dia mengatakan dia tinggal di Underworld tentulah dia akan di salah fahami sebagai Iblis yang menyamar.

"Kau tak ingat apa-apa?" Tanya Clia celingukan, dia menekan kepala Asura.

"Saya hanya mengingat nama saya, dan saya ingat di kejar iblis kemudian di selamatkan oleh seorang gadis berkuda putih." Ucap Asura.

"Panggil aku Kakak, aku keren bukan?" Clia tertawa dan membantu Asura untuk berdiri.

"Baik Kakak, terima kasih banyak." Ucap Asura malu-malu.

"Hahaha, manisnya adik ku ini. Karena kamu belum ingat apapun, bagaimana bila kamu ikut dulu bersama ku? Bila tinggal di sini juga tidak akan aman." Clia menawarkan diri untuk menolong.

"Bolehkah saya ikut?" Asura nampak bersemangat.

"Tentu saja, aku juga memiliki seorang adik perempuan. Aku belum pernah bertemu dengannya selama ini, bagaimana bila kita pergi dan bertemu dengannya? Ayah ku juga pasti akan mencari keluarga mu nanti." Clia sangat bersemangat.