BADANMU ITU KAYAK GAPURA DESA!
Itulah kalimat yang sering di dengar Berryl, seorang wanita karir bertubuh gemuk yang selalu berpenampilan sederhana dan nerd.
Ia selalu tak beruntung dalam kehidupan sosialnya. Wanita itu acap kali mengalami pembullyan dan pengkhianatan.
Dihina, direndahkan dalam lingkungan kerja, bahkan difitnah oleh orang yang ia percaya. Parahnya, keluarga sang suami ikut memperlakukan nya dengan semena-mena.
Pada akhirnya, Berryl berusaha bangkit, ia bertekad akan membalas semua perlakuan buruk yang ia dapat.
Akankah Berryl berhasil membalas mereka semua?
Hallo Readers, saya ingin menginfokan bahwa novel PEMBALASAN ISTRI GENDUT merupakan novel yang pernah saya rilis di akun saya yang lain dengan nama pena Zindvl. Novel ini sudah saya hapus di akun lama dan saya rilis kembali di akun baru saya dengan nama pena Dae_Hwa yang memiliki makna mutiara yang berkilau. Saya harap di akun baru ini, saya dapat berkilau bak mutiara yang indah ✨
Mohon dukungannya 👊🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PIG 28
"D-darah ...!" jawabku dengan tangan yang gemetar.
Calix menggenggam erat tanganku, seketika dadaku berdetak cepat. Entah karena takut, atau karena eratnya genggaman jemari Calix.
Astagfirullah, sadar Berryl. Kamu masih sah istri orang. Jangan keganjenan ...! jerit ku dalam hati.
Aku lekas melepas genggaman pria bermata elang itu, Calix menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan.
Aku dan Calix melangkah dengan mengendap-endap, memastikan keadaan di dalam. Kami berdua tersentak, kaget, saat seseorang tiba-tiba muncul dari dapur.
"Alby ...!" jerit ku.
Aku lekas menghambur pada adikku. "Kamu gak kenapa-kenapa, By?"
"Aku? Baik-baik saja, emang kenapa, Kak? Kok wajah kakak pucat gitu?"
Aku dan Calix menghembus napas lega, terutama ketika melihat Alby menggenggam segelas air berwarna merah.
Hmmm ... tragedi sirup marjan, asem ...!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kok bisa hilang, Kak? Kak Berryl, kelupaan kali meletakkan di mana." Ujar Alby dengan matanya yang melebar.
"Kelupaan apanya, By? Jelas-jelas kakak bawa dari kamar mandi, kakak letakin di atas ranjang. Kakak malahan belum ada keluar kamar loh," jawabku sedikit gelisah.
"Apa iya, Mas?" tanya Alby pada Calix.
Calix mengangguk cepat, membenarkan ucapanku.
"Kececer kali, Ryl," Renata mencoba menenangkan ku.
"Kececer? Emang lo kira ... itu onderdil, gue bawa jalan-jalan ke tanah abang? Pake kececer segala." Cicitku yang membuat mereka bertiga tertawa.
"By the way, kalian berdua kok bisa ada di apartemen gue?" Aku menatap jahil pada Renata dan Alby.
"Gue mau laporan lah, gak tau ya kalo adik lo. Ngintilin gue mulu tuh anak." Renata menyipitkan matanya pada Alby, membuat adikku salah tingkah. Duh gemasnya.
"Aku mau ketemu Kak Berryl dong, aku kan kangen." jawab Alby, matanya berkedip-kedip lucu.
"Baru juga semalam kamu ke sini, By." Goda ku, membuat adik bontot ku itu gelagapan.
"Apaan sih, Kak? Ngomongnya, kok, gitu? Emang gak boleh, kalau aku datang tiap hari?" Alby mencebikkan bibirnya.
"Boleh, ucukulukuluk ngambeeek." Aku menggelitik dagu Alby dengan jemariku, membuat adikku tertawa geli. Aku pun ikut tertawa melihat nya.
Tawaku seketika sirna, dadaku terasa tak tenang kala melihat remote tv dalam posisi berbeda. Aku ingat betul sebelum aku berangkat fitnes, benda itu sudah ku simpan di dalam laci. Aneh, benar-benar aneh. Atau hanya perasaan ku saja? Bisa saja Alby yang memindahkan, tapi ....
Ku seret kaki yang masih terasa lelah, ku genggam benda kecil itu. "By, kamu ada mindahin remote ini? Tadi benda ini kakak simpan di dalam laci."
"Hah? Gak ada, Kak." Alby mengerutkan keningnya.
"Beneran loh ini tadi kakak simpan di laci." jelasku.
"Perkara remote doang lo sampai parno gini, Ryl?" cibir Renata.
"Jangan salah, Kak. Kak Berryl itu orang nya super teliti untuk urusan hal yang begini. Kak Berryl itu, paling gak suka barang pribadinya di pakai orang lain tanpa izin. Dulu aku pernah ribut sama Kak Berryl, hanya perkara aku pakai sisir nya. Dari mana dia bisa tau? Dia bisa tau, hanya karena sisirnya bergeser lima centimeter dari tempat semula dia letakkan." papar Alby meyakinkan.
"Segitunya, Ryl?" tanya Renata tak percaya.
Aku mengangguk cepat. "Aku merasa agak aneh belakangan ini, Ren."
"Aneh gimana?" Renata bangkit dari duduknya, menarik pergelangan tanganku untuk duduk di sampingnya.
"Akhir-akhir ini aku merasa, seperti seseorang diam-diam masuk ke rumah ku. Aku seperti merasa seseorang sedang mengawasi ku. Aku juga sering mencium bau-bau aneh di apartemen ini, bau itu semakin parah akhir-akhir ini. Bahkan aku sudah mengganti pin pintu apartemen ku, tapi, bau itu tetap saja muncul. Aku pikir, itu hanya perasaan ku saja. Sampai akhirnya, seperti yang aku ceritakan tadi, aku kehilangan beberapa pakaian dalam ku. Tapi, bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali." ungkap ku setengah berbisik.
"Hah?!" Renata tersentak.
"Seriusan, Kak?!" Alby tampak gelisah.
Aku mengangguk pelan, Alby menatap Calix seolah minta penjelasan.
Calix mengangguk cepat. "Dia bahkan menuduh aku mencuri pakaian dalamnya. Jika mengingat itu, harga diriku benar-benar terluka."
Di tengah kekhawatiran, Renata masih sempat menyengir kala mendengar penuturan Calix.
"Itulah kenapa sekarang aku berada di sini, aku ingin memastikan bahwa perkiraan ku salah." Calix merogoh tas selempang nya.
Aku dan Renata beradu tatap, sedangkan adikku duduk dengan gestur tubuh yang penuh kegelisahan.
Calix mengeluarkan benda hitam serupa dengan handy talky, hanya saja jauh lebih tipis. Ada layar merah di tengahnya.
"Detektor kamera? Untuk ap-"
Aku menggantung kalimatku, bulu kuduk ku seketika berdiri. "Benar juga, apa jangan-jangan ada kamera tersembunyi?"
"Kita harus memeriksanya," tegas Calix.
Renata dan Alby beradu pandang, mereka benar-benar terlihat khawatir.
...----------------...
Tut ... tut ... tut ... bunyi detektor kamera yang menunjukkan tidak ada kamera tersembunyi dari apartemen ku.
Aku, Renata dan Alby mengekor di belakang Calix. Sudah lima belas menit kami memeriksa ruangan, namun alat itu tak menunjukkan apapun yang mencurigakan. Aku sedikit merasa lega.
Calix masih fokus mencari di setiap sudut dan juga beberapa perabotan, peluhnya sampai bercucuran. Ah, aku ini benar-benar menyusahkan ...!
"Mungkin ini hanya perasaanku saja, Lix. Pulang lah ke apartemen mu, kau pasti sangat lelah sekal-"
BIP ... BIP ... BIP ...! detektor kamera memberikan suara yang berbeda.
Prang! Vas bunga ku pecah berderai, kamera tersembunyi pun ikut terserak di lantai. ku tatap wajah Calix, rahangnya mengeras. Dia marah?
"Berryl, Renata, kalian duduk lah di dalam kamar. Alby, halangi pintu depan dengan benda berat apapun. Cepat ...!"
*
*
*