PEMBALASAN ISTRI GENDUT
"Dasar wanita brengsek! Aku bersumpah akan membunuhmu!" teriak wanita bertubuh gemuk itu.
Wanita itu membanting seluruh barang-barang yang ada di hadapannya. Wajahnya penuh dengan amarah, seolah siap membunuh siapapun yang mengganggu nya saat itu.
----------------
🦭ENAM BULAN LALU 🦭
POV BERRYL
"Badannya itu loh, mirip banget kayak babi." ucap Mirna yang di sambut gelak tawa oleh Kanaya.
"Mir, lo jahat banget sih. Berryl itu atasan kita loh! Gak boleh gitu!" sahut Kanaya tegas tapi sesekali ia juga mentertawakan lagi ucapan Mirna tadi.
"Haduh, Nay! Lo terlalu baik jadi orang, kalo gue sih jadi lo, gak bakalan deh gue mau hangout lagi sama si Berryl." Mirna kembali terkekeh lagi.
Mirna dan Kanaya adalah rekan kerja ku di kantor. Mereka adalah Dua orang yang memperlakukan ku secara berbeda. Kanaya merupakan sahabatku sejak lama. Selain cantik, dia sangat baik padaku.
Berbeda dengan Mirna yang selalu sinis padaku. Entah apa penyebabnya. Aku selalu berusaha mengingat, apakah aku pernah berbuat salah padanya. Namun tetap saja tak menemukan jawabannya. Entahlah, aku selalu punya firasat buruk tentang Mirna.
Mirna dan Kanaya, saat ini mereka sedang di pantry kantor, tengah menggunjingkan diriku. Mereka berdua tak sadar jika aku berada di belakang pintu. Aku sangat salut dengan sahabatku itu, bagaimanapun orang-orang menghasut nya, Kanaya tidak terpengaruh sedikitpun dan tetap berada disisiku.
Namaku Berryl, aku bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan jabatan ku sebagai manajer keuangan. Memilih hidup mandiri, itu adalah jalan yang ku pilih selama ini. Sudah lima tahun aku mengabdi untuk perusahaan ini. Dalam lima tahun juga, aku mendapatkan rekan kerja yang seperti keluarga dan ada juga rekan kerja yang seperti musuh. Rekan kerja yang memusuhiku adalah segelintir orang yang iri dengan prestasi-prestasiku di perusahaan. Yes, aku Berryl ... karyawan dengan segudang prestasi dan jejak karir yang cemerlang.
"Kok malah menghadang di pintu sih, Ryl. Ntar orang-orang susah lewat loh, udah tau kamu lebar. Mau masuk enggak?" tanya Mas Ibnu padaku.
Mas Ibnu adalah suamiku. Lebih tepatnya, orang yang menjadi suamiku sejak satu tahun yang lalu. Di perusahaan ini, Mas Ibnu adalah bawahan ku. Dulu kami bersaing ketat untuk mendapatkan posisi manager keuangan, tapi aku lah yang jadi pemenangnya. Atasan begitu puas dengan hasil kinerja ku. Mas Ibnu, bagiku dia adalah pria yang tampan, baik, dan sopan. Tapi itu dulu, sebelum tubuhku membengkak seperti ini. Ya, berat badanku hampir menyentuh angka 100kg.
Aku masih heran sampai saat ini, kenapa bobot ku bisa hampir menembus 100kg. Padahal, porsi makanku sangat sedikit. Memang sih, aku suka banget sama makanan manis, seperti dessert, cake atau coklat. Sampai terkadang aku tak bisa mengkontrol diriku untuk tidak memakan itu. Akan tetapi, aku sangat rutin berolahraga. Bahkan dalam sebulan, hanya dua hari saja aku beristirahat. Ini adalah hal yang masih menjadi teka-teki untukku.
"Iya. Ini aku mau masuk kok, Mas." Jawabku sambil memberi senyuman manis walau hati meringis.
Aku lekas mendorong gagang pintu yang sejak tadi ku pegang. Sedangkan Mirna dan Kanaya menatapku dengan wajah seperti maling tertangkap basah.
"Ayo kita balik ke ruangan, Nay." ajak Mirna pada Kanaya, sambil melayangkan tatapan sinis nya padaku.
"Kami pamit ya, Mas Ibnu." pamit Mirna pada suamiku dengan kedipan matanya yang nakal.
Bukan hanya gosip belaka, Mirna menyukai suamiku. Banyak orang yang melapor kepadaku, bahwa gadis bertubuh montok itu selalu menggoda Mas Ibnu. Untung saja, suamiku tidak pernah meresponnya. Mirna cenderung bersikap tidak profesional terhadapku yang memiliki posisi sebagai atasannya, sangat bad attitude.
"I-iya, Mir," jawab Mas Ibnu tampak gugup.
Kenapa pula Mas Ibnu mesti gugup begitu? Kali ini, aku hanya mampu menatap mereka dengan sebuah rasa cemas dan curiga.
Profesional, Ryl. Lu lagi di kantor. batin ku.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Halah kamu itu jangan mikir yang aneh-aneh deh, Ryl!" bentak Mas Ibnu saat aku mengutarakan kecemasan ku.
Aku cukup tersentak mendengar bentakannya. Ini kedua kalinya, Mas Ibnu membentak ku setelah kejadian di rumah sakit dulu. Rasanya, ingin ku menangis seperti di film-film. Akan tetapi, selain harga diriku yang terlalu tinggi, aku lebih tau bahwa diriku tak selemah itu.
"Respon mu lucu banget ya, Mas? Ngelihat respon mu begini ... aku makin kepikiran aneh-aneh, Mas!" jawabku ketus.
"Makanya, kamu tuh jaga badan dong." Mas Ibnu menatapku dengan senyuman miring.
Lagi-lagi tubuhku akan menjadi sasaran untuk kesekian kalinya.
"Apa hubungannya, Mas?! Kamu pun tau kan, aku rutin olahraga dan selalu kontrol makan!" jawabku sengit.
Ya, begitulah suamiku saat aku menunjukan kecurigaan ku. Dia akan selalu mengungkit fisik ku. Meremehkan ku setiap saat. Dan jika aku sudah menjawab sengit, maka ...
"Kamu tuh jangan membangkang kalau dikasih tau, Ryl. Lagian, badanmu itu loh. Kayak gapura desa!" nyinyiran bu Ratna, ibu mertuaku.
Maka, itulah yang akan terjadi jika aku menjawab sengit pada suamiku. Mertuaku akan selalu ikut campur akan hal itu. Sudah sering kali, aku dan Mas Ibnu berselisih paham karena ibunya.
Bukan aku tak pernah meminta pada Mas Ibnu, untuk berpisah rumah dengan ibunya. Sudah pernah, akan tetapi Mas Ibnu selalu menolaknya dan pasti akan selalu berujung keributan. Alasannya sederhana, karena dirinya adalah anak lelaki satu-satunya yang wajib menjaga ibu dan adik perempuannya.
"Itu sih bukan gapura desa, Bu. Tapi gerbang negara, ha ... ha ... ha ...." celetuk Nela, adik Mas Ibnu yang baru saja pulang. Ibu mertua ku tertawa terbahak-bahak saat mendengar lelucon putrinya, yang menurutku sangat tidak lucu untuk didengar bagi orang gendut seperti ku.
Aku menatap suamiku yang juga ikut mentertawakan ku, dan ini bukan yang pertama kalinya. Entah sudah sebanyak apa aku menelan dan menahan rasa kecewa.
Setelah puas tertawa, ibu mertua mulai mendekatiku.
"Mana nih uang belanja? udah gajian kan?" tanya ibu mertua sambil menadahkan tangannya padaku.
Aku menatap nanar pada telapak tangan yang setiap bulan selalu memoroti uang gaji ku. Tangan yang selalu menunjuk ku untuk bertanggungjawab dengan seisi rumah ini. Pelit? Ah! Uang bukan hal yang besar untukku, tapi masalahnya ... menghidupi keluarga ini bukan kewajibanku yang hanya sebagai seorang menantu perempuan. Apalagi untuk sikap mereka yang selalu memperlakukan aku dengan buruk. Apa mereka tidak punya malu menadahkan tangannya padaku?
Setahun aku menikah dengan Mas Ibnu, hanya dua bulan saja dia menafkahi ku. Sisanya? Aku lah yang menafkahi nya beserta keluarganya. Uang gajinya? Dia selalu beralasan uang itu ditabung untuk masa depan, akan tetapi aku tak pernah di beri akses untuk mengecek sudah berapa nominal yang terkumpul untuk masa depan kami.
"Bulan ini minta sama Mas Ibnu ya, Bu. Uang gajiku bulan ini tak bersisa." jawabku beralasan.
"Enak aja minta sama anakku! Ya, kamu usaha lah sana cari pinjaman. Gimana sih!" ibu mertua ku mulai meninggikan suaranya.
"Gimana ceritanya gajimu bisa tak bersisa, Ryl?" tanya Mas Ibnu heran.
"Ketipu investasi bodong, Mas," jawabku asal-asalan.
"Haduh, dasar menantu bodoh! buat apa lah kamu ikut-ikutan begituan. Kaya enggak, melarat iya!" sahut ibu mertuaku sengit.
"Tau tuh, sok-sokan investasi investasian. Kayak ngerti aja." timpal Nela yang menatapku sinis. Pasti dia sangat kesal padaku karena tak mendapatkan uang untuk memenuhi gaya hedon nya.
"Menantu bodoh? Sepertinya memang benar aku menantu yang bodoh, Bu. Jika pintar, aku pasti tidak akan sudi uang ku selalu di rongrong oleh mertua dan ipar yang selalu nyinyir terhadapku. lagipula, gak ada salahnya Berryl mencoba kan, Bu? Kalau berhasil, lumayan tuh buat menghidupi keluarga ini," jawab ku sinis. Jujur saja, kesabaran sudah mulai hilang saat ini.
Plak!
"Jaga ucapanmu, Berryl! Jangan bicara sembarangan pada ibu. Ibu ku kan ibu mu juga ....!" Bentak Mas Ibnu setelah menampar wajah ku. Mas Ibnu menatapku tajam, ini pertama kalinya dia berani melakukan aksi kekerasan seperti ini. Tampaknya ia benar-benar berang karena harus mengeluarkan uangnya untuk keperluan keluarga bulan ini.
"Ibu ku? Maaf, Mas. Ibu ku tidak pernah sedikitpun menghina fisik ku," jawab ku dengan suara yang bergetar.
Aku benar-benar ingin menangis mendapatkan perlakuan seperti ini. Tapi harga diri ku begitu tinggi. Aku menyilangkan kedua tanganku di dada, diam-diam aku mencubit tanganku agar air mataku tetap di dalam sana. Aku segera meninggalkan mereka yang semakin kesal melihatku.
"Dasar menantu gak berguna!" jerit ibu mertua di saat aku menutup pintu kamar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aku terjaga dari tidur ku. Pelan ku usap mata yang masih terasa berat, ku lirik jam yang menggantung di dinding. Ternyata masih dini hari. Aku mengernyitkan dahiku saat tak menemukan Mas Ibnu di sampingku. Di mana dia?
Sayup-sayup aku mendengar suara tawa dari kamar mandi, suara yang aku hafal betul siapa pemiliknya. Aku mengendap-endap mendekati kamar mandi, ku lekatkan indra pendengaran ku di pintu.
"Oh, Baby! Terus buka sampai bawah! Akh! Mas mau keluar, Sayang!" suara desahan Mas Ibnu terdengar dari balik pintu.
Jantungku berdebar kencang, sekali lagi aku memastikan bahwa pendengaran ku sedang tidak bermasalah.
Dia sedang VCS? Dengan siapa? Aku tak dapat mendengar suara wanita yang melakukan VCS dengannya. Pasti dia menggunakan earphone nya. Tapi aku bisa menebak siapa wanita itu, Mirna!
Jadi mereka berdua benar-benar selingkuh? Luar biasa, Mas Ibnu begitu hebat akting di depanku. Seolah hanya Mirna lah yang menggodanya, ternyata ... diam-diam mereka berdua sudah main belakang!
Pantas saja selama ini Mirna selalu sinis padaku, ternyata aku rival dalam urusan asmara nya! Atau lebih tepat ranjangnya?
Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa dan tak tahu harus bagaimana. Jika di sinetron ikan terbang, pasti sang istri sudah menangis atau mengamuk pada suami. Tapi aku? Aku juga bingung, kenapa aku tak dapat mengeluarkan air mataku saat ini. Sakit? Tentu saja aku sakit, kecewa? Tentu saja. Tapi saat ini aku begitu tegar, seolah sudah tahu suatu saat akan berada di situasi seperti ini.
Marah ... Ya, hanya amarah yang aku rasakan saat ini. Amarah karena waktuku yang berharga sudah ku habiskan satu tahun dengan pria brengsek seperti Mas Ibnu.
Aku mengepalkan kedua tanganku. "Mulai hari ini, kalian semua harus membayar perlakuan kalian terhadapku!" desisku pelan dengan rahang yang mengeras.
Aku bergegas menuju tempat tidur kami berdua dan kembali berbaring seperti posisi awal saat aku terjaga.
Derit pintu kamar mandi mulai terdengar. Aku memejamkan mata ku dan berpura-pura tertidur pulas.
Hembusan nafas menerpa wajahku, sudah bisa di pastikan saat ini wajah Mas Ibnu pasti tepat di depan wajahku. Membuat bulu tengkuk ku berdiri, serasa sedang di tatap psikopat yang ingin membunuhku.
"Kamu tidur kan, Ryl?" bisik Mas Ibnu di telinga ku.
Tahan Berryl, tahan! jangan sampai ketahuan. Kamu gak akan pernah tau apa isi pikiran suami brengsek sepertinya. Batinku dengan jantung yang berdetak kencang.
*
*
*
HALLO, SELAMAT MEMBACA DI KARYA BARU AUTHOR🥰
SEMOGA PEMBACA SUKA YA🤩
JANGAN LUPA DUKUNG AUTHOR DENGAN CARA KLIK SUKA, KLIK SUBSCRIBE, KLIK VOTE, DAN BERI RATE ⭐⭐⭐⭐⭐
JANGAN LUPA KRITIK DAN SARAN KALIAN LEWAT KOLOM KOMENTAR 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
fitriani
baru bab 1 tapi aku udah ikutan emosi😡
2024-11-21
1
Akbar Razaq
Klo marah marah kemudian bercere .Selesai dong.
Semqngat mbqk Berryl.
2024-10-11
1
sakura
..
2024-08-24
0