"Kapan nikah? Kerja mulu, nanti jadi perawan tua lho."
Pertanyaan seperti itu selalu dia terima dari keluarga besar Airin Saraswati ketika mereka sedang berkumpul. Sebutan perawan tua adalah sesuatu yang melekat dengan wanita berusia 33 tahun itu. Namun, dia tidak merasa terusik sama sekali dengan ocehan-ocehan mereka yang menuntutnya untuk segera menikah.
Sampai akhirnya Airin bertemu dengan pemuda bernama Arjuna yang memiliki usia yang jauh lebih muda darinya.
"Menikahlah denganku, Arjuna. Kamu tidak perlu bekerja karena aku sudah memiliki banyak uang, kamu cukup jadi suami yang baik untukku."
Seperti apa kisah mereka berdua. Akankah laki-laki bernama Arjuna itu menerima pinangan sang perawan tua bernama Airin Saraswati itu.
"Perawan Tua Menikahi Berondong."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Edward
Tut! Tut! Tut!
Airin seketika menutup sambungan telpon. Dia mengusap wajahnya kasar. Ponsel miliknya itu dia genggam kuat. Beberapa detik kemudian, benda pipih itu kembali bergetar.
Dret! Dret! Dret!
Airin tidak mengangkat panggilan suaminya. Dia mengabaikan panggilan tersebut dan lebih memilih untuk meletakkan begitu saja ponsel tersebut di atas pangkuannya.
"Apa dia suami kamu?" tanya laki-laki yang saat ini sedang menyetir tepat di sampingnya.
"Kamu bisa bahasa indonesia? Saya pikir kamu turis internasional di sini?" tanya Airin seketika menoleh dan menatap wajah laki-laki tersebut.
"Justru saya yang berpikir begitu tadi. Saya pikir kamu turis korea, wajah kamu mirip artis-artis korea soalnya."
"Anda bisa saja. Sekali lagi saya minta maaf karena telah merepotkan Anda. Saya akan segera kembali ke Jakarta. Antarkan saja saya ke Bandara."
"Maaf sebelumnya. Apa kamu membawa uang? Saya lihat kamu hanya membawa ponsel saja. Sepertinya kamu buru-buru sekali tadi. Apa kamu sedang di kejar oleh seseorang?"
"Suami saya menghamili wanita lain," jawab Airin, entah sadar atau tidak dia mengatakan hal itu. Mulutnya tiba-tiba saja berkata jujur.
"What? You're serious?" (Apa? Kamu serius?)
"Ya begitulah. Padahal kami datang ke sini untuk berbulan madu, tapi saya malah mendapatkan kejutan yang luar biasa. Eu ... Maaf, bukan maksud saya untuk curhat masalah pribadi, padahal kita belum saling kenal sama sekali." Airin seketika mengusap wajahnya kasar.
"Nama saya Edward. Panggil saja, Ed. Saya blasteran, ayah saya dari Inggris dan ibu saya asli pribumi." Laki-laki itu mengenalkan diri.
"Pantas saja wajah Anda berbeda dengan warga Indonesia, ternyata Anda memiliki darah campuran. Anda juga pandai berbahasa Inggris."
"What is your name?"
"Nama saya Airin."
"Airin, nama yang bagus. O iya, kamu tidak menjawab pertanyaan saya tadi. Kamu yakin mau kembali ke Jakarta? Sepertinya kamu tidak membawa dompet, atau tas gitu?"
"Astaga, saya lupa. Dompet dan seluruh pakaian saya tertinggal di villa. Bahkan Kartu Identitas saya juga tertinggal di sana. Bagaimana ini?"
"Apa kamu mau kita kembali ke sana? Saya akan mengantar kamu ke Vila."
"Tidak usah, saya tidak ingin bertemu dengan suami saya itu. Melihat wajahnya saja saya muak."
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang, Airin?"
Airin terdiam sejenak. Dia memalingkan wajahnya menatap ke arah samping. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dirinya benar-benar merasa bingung. Bagaimana caranya dia akan kembali ke Jakarta, jika dirinya tidak memiliki uang sepeserpun?
"Hey! Ko malah bengong? Are you okay?"
"Hah? Eu ... Saya baik-baik saja. Saya bingung harus bagaimana sekarang," jawab Airin.
Edward menepikan mobil yang dia kendarai lalu berhenti di tepi jalan, kebetulan sekali mobil tersebut berhenti di tepi pantai di mana lautan membentang di depan sana. Airin menatap birunya air laut yang terlihat samar-samar dari dalam kaca jendela mobil.
"Mau turun sebentar? Sepertinya kamu butuh untuk menenangkan diri?" tawar Edward menatap wajah cantik seorang Airin.
"Boleh, kebetulan sekali saya memang sedang ingin menghirup udara segar," jawab Airin tersenyum kecil.
Ceklek!
Blug!
Keduanya turun dari dalam mobil secara bersamaan. Airin berjalan di antara bebatuan yang menjadi penghalang antara lautan lepas dan juga jalan raya. Dia pun duduk di antara bebatuan tersebut, hal yang sama pun dilakukan oleh Edward. Dia duduk di sampingnya dengan jarak yang tidak terlalu dekat.
"Jika kamu ingin menangis, maka menangislah. Jika kamu ingin berteriak, maka berteriaklah sekeras mungkin sampai hati kamu benar-benar merasa lega. Anggap saja saya ini batu, saya akan berpura-pura tidak mendengar dan melihat kamu menangis, Airin," pinta Edward, dia tahu betul bahwa wanita ini sedang ingin melampiaskan rasa sakit di dalam hatinya.
"Haaaaaa! ARJUNA BRENGSEK! AKU BENCI SAMA KAMU! HAAAA! HIKS HIKS HIKS!" Airin berteriak histeris, suara tangisnya pun menggelegar bahkan terdengar memantul di udara.
Suara deburan ombak terdengar bergulung nan jauh di tengah laut. Semilir angin pantai menyapu rambut panjang seorang Airin Saraswati. Birunya air laut terhampar seolah menjadi saksi, betapa hancur dan terlukanya dia saat ini.
"Haaaaaaa!" Airin kembali berteriak kencang. Dia memukul dadanya yang terasa sesak begitu menyiksa. Air matanya bergulir dengan begitu derasnya kini.
Edward hanya bisa diam membisu. Seperti janjinya bahwa dia akan diam seperti batu, dirinya akan berpura-pura tidak mendengar ataupun melihat tangisan yang sebenarnya terdengar dan terlihat oleh kedua matanya itu.
'Apa yang telah dilakukan oleh suami kamu, sehingga kamu begitu terluka seperti ini, Airin?' batin Edward seketika merasa iba.
"Haaaaaa! Hiks hiks hiks!" Airin kembali berteriak histeris juga menangis sesenggukan. Telapak tangannya berkali-kali memukul dadanya sendiri menahan rasa sesak.
BERSAMBUNG
...****************...
ayo Rin kuat jgn sampai terlena 😩😩