Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinas Luar
"Kamu kenapa datang sendiri ke sini?" tanya Evan. Lika datang sendiri ke rumah orang tuanya, bagaimana tanggapan mereka nanti pada dirinya.
"Om pulang sana!" ucap Lika. Ia melihat Evan lalu membuang pandangannya. Mendadak mengingat kejadian siang tadi. Kejadian yang membuatnya bergidik ngeri.
"Kamu-"
Bugh, pintu pun ditutup.
"Lika, siapa yang datang?" tanya ayah.
"Peminta sedekah, yah!" jawab Lika setengah berteriak.
Dan Evan di luar menggerutu kesal. Ia dibilang peminta sedekah. Memanglah si Malik itu, istri yang menyebalkan.
Tidak terima dibilang begitu, Evan pun kembali mengetuk pintu.
Dan kini Lika yang menggerutu, bukannya langsung pulang malah mengetuk pintu lagi. Padahal sudah diusir pun. Memanglah om Evan tidak tahu diri.
"Lika, siapa?" tanya ayah kembali. Pintu diketuk lagi.
"Sudah Lika beri uang, sepertinya kurang." alasannya.
Dan ayah pun segera bangkit, "Biar ayah saja yang buka pintu!"
"Tidak, yah. Biar kan saja, nanti juga pergi!" tolaknya.
"Biar ayah saja, ayah akan menyuruhnya pergi." ucap ayah.
Beberapa hari ini memang banyak peminta sedekah yang sudah diberi masih meminta lagi.
"Tidak, yah!" Lika masih menolak. Tidak mau ayah bertemu dengan pak tua itu.
Tapi ayah tetap bersikeras, ia melangkah untuk membuka pintu dan,
"Selamat malam, ayah." sapa Evan begitu pintu terbuka.
"Malam. Ternyata kamu." ucap ayah. Tadi kata Lika peminta sedekah, padahal suaminya sendiri.
"Oh, sepertinya peminta sedekah itu sudah pergi." ucap Lika melihat ke jalan. Sengaja beralasan begitu karena mata ayah menatapnya, seolah meminta penjelasan.
Dan tidak lama kemudian, Lika menggerutu saat membuat minum. Evan sedang di ruang tamu bersama ayahnya. Entah apa yang mereka bicarakan, apa tentangnya.
"Kamu sudah pulang dinas?" tanya ayah ingin tahu. Ia menebak jika keduanya sedang bertengkar. Dinas luar hanya alasan saja.
Mendengar itu, Evan paham jika itu hanya alasan Lika saja.
"Benar, yah. Tadi sore saya baru pulang dinas dan langsung kemari." Evan mengikuti alasan Lika.
"Saya juga minta maaf, baru sekarang datang mengunjungi keluarga Lika." ucap Evan dengan sopan.
Dia dan si Malik itu keseringan bertengkar dan melupakan mengunjungi keluarga mereka.
Ayah mengangguk mengerti. Ia melihat sikap Evan yang berubah. Sopan, dewasa dan bertanggung jawab.
Tidak seperti waktu pertama kali bertemu, seperti pria yang tidak bisa diandalkan.
Mungkin karena saat itu Evan terpaksa menikah dengan putrinya. Dan mungkin kini hubungan keduanya sudah mulai membaik.
"Silahkan diminum." Lika datang membawa nampan. Ia meletakkan cangkir teh untuk ayah dan suaminya.
Ayah meminum teh dan Evan juga ikutan.
Evan mencecap sedikit dan matanya melirik Lika yang menjulurkan lidahnya.
Si Malik itu memang bocah kematian, bisa-bisanya teh miliknya ditambah garam. Tehnya jadi asin.
Ingin menyemprot Lika, tidak mungkin. Ada ayahnya di sini. Jadi ia harus menjaga sikap.
Lika ikut duduk di ruang tamu juga. Ia mendengarkan ayah berbicara. Seputaran pernikahan.
Evan mengangguk saja dan berharap Lika yang mengatakan penolakan segera. Tapi si bocah itu kebanyakan mengangguk kepala.
Evan tidak mau jika ia yang memaksa untuk tetap berpisah dan kemudian ia akan diusir papanya. Apa jadi dirinya nanti?
Selama ini Evan tidak pernah hidup susah, hidupnya terjamin.
Dan Lika juga tidak mau membicarakan perceraian. Tidak mau ayah nanti marah padanya, apa lagi jadi kecewa. Jadi berharap Evan saja yang bicara.
Lika menggerutu dalam hati, Evan malah mengangguk-angguk saja. Seolah menerima pernikahan mereka ini.
"Kalian datang." Bunda muncul. Ia tersenyum melihat anak dan menantunya.
"Apa kabar, Bun?" sapa Evan dan menyalami wanita paruh baya tersebut.
"Bunda baik." jawab Bunda dengan suara lembut.
Setelah bertemu lagi, Evan kini tampak dewasa dan pasti bisa membimbing putrinya yang masih labil itu.
"Mas Evan." Caca, adiknya Lika menyalami abang iparnya.
Evan juga menerima uluran tangan adik iparnya itu.
"Kalian menginap di sini saja." ucap Bunda. Ia rindu pada putrinya.
"Tidak usah, Bun! Om Evan mau langsung pulang, besok mau dinas luar kota lagi!" tolak Lika. Ia mengusir suaminya.
"Lika akan menginap di sini selama om Evan pergi." sambungnya. Sungguh ia tidak mau berduaan dengan pak tua itu lagi.
"Iya kan, om?!" Lika memberi isyarat agar Evan mengiyakan saja.
Melihat Evan diam saja, ia pun menghampiri dan menariknya. "Ini sudah malam, om Evan harus segera pulang!"
Evan hanya dapat menundukkan kepala tanda pamit, Lika tidak memberi kesempatan untuk bersalaman lebih dulu. Ia ditarik saja keluar dari rumah tersebut.
"Pulang sana, om! Aku akan di sini sampai resepsi pernikahan." ucap Lika setelah mereka berada di samping mobil.
"Kenapa kamu tidak pulang juga?" tanya Evan.
Lika menghembuskan nafasnya panjang. "Aku akan tetap di sini, aku sudah bilang om Evan akan dinas sampai hari resepsi pernikahan. Dan sampai hari itu tiba, om jangan muncul-muncul di hadapanku lagi!"
"Maksud-"
"Pergi sana, om!" Lika mendorong Evan agar segera masuk ke dalam mobil.
"Dah dah om Evan. Jaga diri ya selama dinas luar." Lika sengaja berucap cukup keras biar keluarganya dengar, tidak lupa juga melambaikan tangan.
Evan hanya bisa menggeleng, namanya juga bocah labil jadi maklum sajalah. Ia akan menurut saja. Bukankah ini suatu kemerdekaan.
Lika akan berada di rumah orang tuanya dan mereka tahunya dia sedang dinas luar kota. Jadi Evan tidak perlu menjaga bocah kematian yang labil itu.
Pria itu kini mulai tersenyum tipis. Ia bisa bebas tanpa Lika. Hidupnya akan tenang sampai resepsi tiba.
Lika menghela napas lega. Akhirnya pak tua itu pergi juga. Ia bisa selamat darinya sampai hari resepsi itu tiba.
Wanita itu sengaja bersikap begitu karena mulai takut dengan Evan.
Walau menyebalkan, pak tua itu tetaplah pria normal. Buktinya ularnya merespon, yang berarti Evan bisa saja tiba-tiba napsu padanya.
Dan kemudian Evan akan memperkaosnya. Apa jadinya ia?
Jadi menurut Lika harus menjaga diri. Menjaga diri sampai resepsi pernikahan tiba. Karena setelah resepsi selesai, ia akan memaksa Evan untuk menceraikannya.
Lika masih dengan rencana masa depannya. Menikah dan hidup bahagia bersama Boni dan keluarga kecil mereka.
'Boni mana sih? tidak ada kabar sama sekali!' Lika membatin menatap layar ponselnya. Panggilan bahkan pesannya hanya dibaca tanpa dibalas.
'Aku merindukanmu, Boni.'
.
.
.
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang
makanya jangan perang dunia trs, romantis dikit kek sebagai pasutri 😁