NovelToon NovelToon
Not Love, But Marriage

Not Love, But Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Persahabatan / Dokter
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nōirsyn

"Mereka mengira pertemuan itu adalah akhir, padahal baru saja takdir membuka lembar pertamanya.”

‎Ameena Nayara Atmaja—seorang dokter muda, cantik, pintar, dan penuh dedikasi. Tapi di balik wajah tenangnya, ada luka tersendiri dengan keluarganya. Yara memilih hidup mandiri, Ia tinggal sendiri di apartemen pribadinya.

‎Hidupnya berubah ketika ia bertemu Abiyasa Devandra Alaric, seorang CEO muda karismatik. Yasa berusia 33 tahun, bukan seperti CEO pada umumnya yang cuek, datar dan hanya fokus pekerjaannya, hidup Yasa justru sangat santai, terkadang dia bercanda dan bermain dengan kedua temannya, Yasa adalah anak yang tengil dan ramah.

‎Mereka adalah dua orang asing yang bertemu di sebuah desa karena pekerjaan masing-masing . Awalnya mereka mengira itu hanya pertemuan biasa, pertama dan terakhir. Tapi itu hanya awal dari pertemuan mereka. satu insiden besar, mencoreng nama baik, menciptakan gosip dan tekanan sosial membuat mereka terjebak dalam ikatan suci tanpa cinta

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nōirsyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tokyo

Destinasi pertama mereka: Kamakura

‎Kamakura adalah kota kecil yang terletak di selatan Tokyo, terkenal dengan nuansa tradisional, hutan bambu yang menjulang tenang, dan patung Buddha besar yang menjadi ikon kota. Suasana di sana damai, jauh dari hiruk-pikuk pusat kota. Jalanan batu kecil dipayungi pohon bambu, suara burung bersahut-sahutan dari kejauhan, dan udara sejuk khas pegunungan mengelus wajah.

‎Yara tampak sangat antusias, mengambil banyak foto dari berbagai sudut.

‎"Kamu mau aku fotoin?" tawar Yasa.

‎"Boleh?" mata Yara berbinar menyodorkan ponselnya.

‎"Pakai hpku aja, hpmu jelek."

‎"Ck!"

‎Yara tersenyum manis dan berpose berbagai gaya.

‎"Udah? Coba aku lihat."

‎"Nih," Yasa menunjukkan hasilnya.

‎Wajah Yara langsung berubah, "Yasa! Apaan sih! Kamu sengaja ya zoom muka aku, deket banget. Ngeblur lagi! Kalau ngga ikhlas ngapain nawarin diri!"

‎"Haha oke aku minta maaf. Aku ulangin."

‎"Ngga perlu! Kamu udah ngerusak kepercayaan aku tahu!"

‎"Lebay banget. Udah sana, gaya lagi. Kali ini beneran. Kalau ngga bagus, kamu boleh pukul aku."

‎Yara tersenyum lagi, dan kali ini hasil fotonya sesuai ekspektasi. "Nah gini dong, bagus!"

‎"Kamu tadi manggil namaku lagikan," Yasa tampak tak suka.

‎"Aku ngga terbiasa tau dengan sebutan itu. Gimana kalau aku panggil 'Kak'? Kak Yasa?"

‎"Aku ngga mau disamain sama pria kesayanganmu."

‎"Apa? Siapa?"

‎"Adrian!"

‎"Astaga! Aku ngga punya hubungan apapun dengannya!"

‎"Yeah alasan klasik." Yasa langsung melangkah cepat, meninggalkan Yara.

‎"Kak Yasa! Tungguin dong!" Yara mengejarnya.

‎"Suamiku!"

‎"Mas Yasa!" Yara sedikit berteriak.

‎Langkah Yasa berhenti.

‎"Apa kamu bilang tadi?"

‎"Mas Yasa."

‎Yasa tersenyum tipis, "Oke, baiklah. Panggil itu aja."

‎Yara mengejarnya, "Mas, kamu masih marah?"

‎Yasa tidak menjawab, menyembunyikan wajah memerah karena salah tingkah.

‎"Kita mau ke mana lagi, Mas?"

‎"Ekhm," Yasa berdehem menormalkan detak jantungnya. "Kamu mau ke danau?"

‎"Mauuu!"

‎Mereka menuju Danau Yamanakako, danau tenang dengan pemandangan Gunung Fuji di kejauhan. Angin sepoi-sepoi meniup rambut Yara saat ia berlarian dan berputar-putar seperti anak kecil. Yasa tersenyum melihatnya dan diam-diam merekam momen itu.

‎"Mas fotoin aku ya, ala-ala candid."

‎"Haha, oke."

‎Rambut Yara tertiup angin, menutupi sebagian wajahnya. Tapi dia tetap terlihat cantik.

‎"Mas, kita belum ada foto bareng."

‎"Ngga ada yang bisa diminta tolong."

‎"Yaudah selfie aja."

‎"Mas nunduk dikit dong! Kamu tinggi banget, masa aku foto sama dada kamu" protes Yara

‎"Mas senyum dong"

‎"Astaga, banyak maunya ya kamu." Yasa mengambil ponsel Yara, menekankan kepalanya ke pundaknya, dan mereka pun selfie dengan senyum manis.

‎Setelah itu, Yara merengek minta es krim. Yasa menolak awalnya, tapi akhirnya ikut membeli.

‎Mereka duduk di rerumputan, memandangi danau, menikmati angin dan es krim.

‎---

‎Untuk makan siang, mereka menuju Gyumon Ramen, restoran ramen yang terkenal dengan kuah kaldu sapi yang kaya rasa dan mie buatan tangan yang kenyal. Interior restoran ini bergaya kayu klasik dengan lampu gantung rendah yang menambah kesan cozy.

‎Yasa memesan ramen dengan topping wagyu, sementara Yara memilih spicy miso ramen. Aroma kaldu langsung memenuhi udara.

‎"Enak banget!" komentar Yara sambil menyeruput ramen.

‎"Jepang emang juara urusan mie."

‎---

‎Sore menjelang, mereka melanjutkan ke Taman Yoyogi.

‎Taman ini luas dengan jalur pejalan kaki yang dikelilingi pepohonan rindang. Bunga bermekaran di beberapa sudut, dan di danau kecilnya terdapat perahu bebek yang bisa dinaiki.

‎"Mas! Aku mau naik itu!" Yara menunjuk ke perahu bebek.

‎"Yaudah, ayo kita naik."

‎Mereka mengayuh bersama, sesekali tertawa saat perahu berputar tak karuan. Matahari sore menyinari wajah mereka, menciptakan kilau hangat dan romantis di permukaan danau.

‎---

‎Malam harinya mereka singgah ke Tokyo Skytree. Tokyo Skytree itu bukan hanya menara pemancar sinyal tapi juga pusat wisata dan belanja yang keren. Di bagian bawah menaranya ada kompleks bernama Tokyo Solamachi, isinya lebih dari 300 toko dan restoran. Tempat ini memiliki vibes yang modern tapi masih ada sentuhan budaya Jepang yang bikin unik. Jalan-jalan di dalamnya seperti labirin penuh cahaya, aroma makanan Jepang, dan suara tawa turis dari mana-mana.

‎Yara dan Yasa sempat berhenti di salah satu toko yang menjual pernak-pernik khas Jepang ada gantungan kunci lucu berbentuk karakter anime, kipas lipat motif sakura, sampai kucing keberuntungan alias maneki-neko. Yara langsung excited ngambil satu-satu sambil nanya ke Yasa, "Yang ini lucu ngga? Atau yang ini?"

‎Mereka juga mampir ke toko makanan ringan yang penuh dengan cemilan aneh-aneh khas Jepang: mochi isi teh hijau, keripik rasa rumput laut, dan soda dalam botol unik yang harus ditekan pakai kelereng.

‎Lalu mereka naik ke lantai observasi di atas setinggi 350 meter. Dari sana, Tokyo terlihat seperti lautan cahaya tak berujung. Lampu-lampu kota kelap-kelip, mobil-mobil kecil terlihat seperti mainan. Langit senja mulai berubah ungu keemasan, Yara sedari tadi tidak berhenti berdecak kagum "Keren banget yaa"

‎Yasa berdiri di sampingnya, menyilangkan tangan, dan tersenyum ke arah Yara. Dia sudah terbiasa berjalan-jalan keluar negeri bahkan saat dia masih kecil. Waktu kecil hingga remaja dia sering liburan dengan keluarganya. Dan ketika dia kuliah hingga sekarang dia juga masih sering berpergian ke luar negeri dengan teman-teman atau bahkan karena urusan bisnis.

‎----

‎Setelah puas keliling dan belanja di Tokyo Solamachi, Yara dan Yasa memutuskan buat dinner di salah satu restoran mewah di atas Sky Restaurant 634 (Musashi), yang terletak di lantai 345 Tokyo Skytree. Tempat ini terkenal bukan hanya karena makanannya, tapi juga karena pemandangan luar biasa dari jendela kacanya yang tinggi.

‎Begitu masuk, suasananya langsung berubah: cahaya lampu temaram warna emas lembut, lantai kayu yang mengilap, dan musik piano yang mengalun pelan di latar belakang. Meja-meja ditata rapi dengan taplak putih bersih dan lilin kecil di tengahnya, bikin vibe-nya elegan tapi tetap hangat. Dari jendela, Tokyo malam hari terlihat seperti lautan bintang—indah dan tak ada habisnya.

‎Mereka duduk di dekat jendela, dan pelayan datang membawa menu dengan senyum sopan. Hidangan yang disajikan adalah French-Japanese fusion—makanan Jepang yang dimasak dengan gaya Prancis. Yara memesan hidangan wagyu beef yang disajikan dengan saus truffle dan sayuran musiman yang ditata cantik seperti karya seni. Yasa memilih grilled sea bream dengan saus yuzu yang segar, ditemani wine non-alkohol rasa anggur putih.

‎Saat makanan datang, Yara terpukau dengan presentasinya. “Ini cantik banget, sayang kalau dimakan,” ucapnya sambil ketawa kecil.

‎Yasa tersenyum tipis, "Tapi kamu bakal nyesel kalau nggak nyoba."

‎Mereka makan sambil sesekali ngobrol dan saling bertukar cerita tentang hari itu. Di luar, lampu kota masih berkelap-kelip.

‎Sebenarnya, Yara gengsi untuk mengatakannya, tapi dia sangat bahagia sekarang jadi dia ingin mengucapkan terimakasih.

‎“Mas, makasih ya udah ajak aku keliling. Aku bahagia banget hari ini. Datang ke tempat yang bagus, makan makanan yang belum pernah aku coba, beli barang-barang lucu.”

‎“Kamu seneng banget?”

‎“Banget, banget, banget.”

‎Yasa tertawa.

‎“Sebenarnya, kebahagiaan itu memang datang dari hal-hal kecil. Nggak perlu jauh-jauh sampai luar negeri. Aku lihat hidup kamu flat aja, kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Aku yakin udah lama banget kamu nggak liburan bareng orang yang kamu sayang.”

‎“Aku emang nggak pernah liburan, entah itu bareng keluarga atau teman. Ya kamu pasti udah tahu kan tentang keluargaku. Jangankan liburan, untuk dapat kedamaian aja rasanya susah. Isinya berantem mulu.”

‎Yara tersenyum pahit sambil mengaduk minumannya.

‎Yasa tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tidak mau semakin memperburuk suasana.

‎“Yaudah, besok kita jalan-jalan lagi.”

‎“Harus dong, pokoknya nggak boleh males-malesan.”

‎“Oke, jadi sekarang kamu yang ngatur aku?”

‎“Hehe.”

‎-----

‎Setelah puas berkeliling, mereka akhirnya sampai di hotel. Yasa langsung merebahkan diri di tempat tidur, membentangkan seluruh badannya sampai-sampai Yara nggak kebagian tempat.

‎"Mas, kan aku yang paling banyak belanja, masa kamu yang rebahan duluan?" omel Yara.

‎"Kamu yang paling banyak belanja, tapi aku yang paling sabar ngikutin kamu. Milih satu barang aja mikirnya lama banget," keluh Yasa. 'Ampun deh nemenin wanita belanja, dari Alin, mama sampai Yara semuanya sama aja'

‎"Jangan sok paling korban deh. Kamu juga tadi mampir ke toko figure anime dan beli Godzilla mini!" Yara tak mau kalah

‎"Iya, tapi beli Godzilla nggak ngabisin waktu 30 menit cuma buat debat warna lipstik," jawab Yasa santai, sambil menjadikan lengannya sebagai bantal dan menatap ke arah Yara.

‎"Kamu itu nggak ngerti, kalau salah shade muka kita jadi nggak keliatan cerah."

‎"Ya ya deh, aku ngalah aja."

‎"Mas geseran dikit dong, aku juga mau lurusin pinggang. Kamu makan banyak tempat!"

‎"Males."

‎Yara berdecak kesal melihat suaminya yang tidak mau mengalah, akhirnya dia memilih mandi saja tapi tiba-tiba, Yasa lari secepat kilat dan masuk duluan ke kamar mandi.

‎"Mas, keluar dong! Kan aku yang mau mandi duluan!"

‎"Ngantri, Yar."

‎"Tapi kan aku jalan duluan!"

‎"Buktinya aku nyampe duluan."

‎"Kamu nyebelin banget sih!"

‎"Sini mandi bareng kalau mau cepat," goda Yasa dari dalam.

‎"Males!" teriak Yara dari luar.

‎Karena masih kesal Yara akhirnya mengalihkan perhatiannya dengan membuka paper bag. Ia mulai membongkar belanjaan yang tadi Yara beli seharian. Di lantai kamar hotel yang berkarpet tebal, berbagai kantong belanjaan berserakan. Yara duduk bersila, membuka satu per satu tas kertas berlogo brand-brand ternama. Dan tentunya itu semua di belikan Yasa, Yara berulang kali menolak bahkan pergi dari toko itu, tapi Yasa malah mengatakan kepada pegawai toko untuk membungkusnya.

‎Dia mengangkat dress putih yang berbahan lembut dan bertali spaghetti mengaguminya sambil berdiri di depan cermin.

‎"Bagus banget, cutting nya juga pas. Tapi ini mau aku pakai kemana" gumamnya sendiri.

‎Ia lalu menaruh dress itu di ranjang dan beralih ke kantong lain.

‎Ia mencoba beberapa aksesori kecil: anting, gelang, bahkan satu bandana yang langsung dipasangnya di kepala. Sambil bercermin, dia berpose sok-sokan ala idol KPop yang ia lihat di media sosial. Tapi kemudian ia garuk-garuk kepala saat melihat salah satu tas kecil.

‎"Ini lucu banget... tapi kenapa aku beli warna hijau ya? Aku kan nggak suka hijau..."

‎"Kenapa juga aku beli aksesoris sebanyak ini, huft akibat ngga pernah belanja nih. Sehari-hari cuman belanja sayur"

‎Tiba-tiba, suara Yasa terdengar dari dalam kamar mandi.

‎"Yara, tolong ambilin handuk aku dong!"

‎Yara diam saja. Tapi pikirannya melayang ke adegan di sinetron, adegan saat suami meminta handuk terus narik istrinya masuk ke kamar mandi. Lamunannya buyar saat Yasa kembali berteriak.

‎"Hilangkan pikiran kotormu itu. Aku nggak bakal narik kamu ke dalam. Cepet ambilin!"

‎"Kok dia tau sih," gumamnya pelan, lalu menyodorkan handuk sambil malu

‎"Makasih, sayang."

‎"Hiih," Yara bergidik ngeri mendengar Yasa memanggilnya 'sayang'. "Kok bisa ya laki-laki manggil 'sayang' padahal nggak cinta. Dasar buaya," lanjutnya dalam hati.

‎Yara kembali sibuk mencoba baju-bajunya di depan cermin, tapi merasa kurang cocok. Sementara itu, Yasa keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada.

‎"Pecah tuh kacanya bentar lagi" celetuk Yasa melihat istrinya mondar-mandir.

‎"Menurut kamu, bagusan yang ini atau yang ini?" tanya Yara tanpa menggubris perkataan Yasa

‎"Nggak ada yang bagus."

‎Yara hanya memutar bola matanya malas 'Pengen maki tapi ntar kualat"

‎lalu Yara masuk ke kamar mandi karena dia sudah sangat gerah dan capek, dia ingin berendam lalu tidur

*

*

To be continued

1
gathem Toro
cemburkah yasa......
gathem Toro
jika dah pergi baru terasa ya yasa
gathem Toro
binggung sama sikap yass
gathem Toro
tinggalin Alin.......kamu belajar cuek dari sekarang klo perlu pura" Deket Ama cowok lain pasti nanti sirey baru nyesel deh udah nyua"in perasaan tulusmy
샤롷툴 밯디얗
kok jadi curiga dengan felisha y
gathem Toro
semoga ada titik terang ya Yasa.....
샤롷툴 밯디얗
kayaknya andrea
gathem Toro
saling cemburu tapi gak pada sadar sih.....
gathem Toro
sebenarnya Yasa itu dah cinta sama Yara cuma gengsi aja
Takagi Saya
Hats off untuk authornya, karya original dan kreatif!
Kaylin
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
Fujoshita UnUHastaloshuesos
Gak bisa move on! 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!