Bagaimana rasanya jika pernikahan yang kau impikan, harus berakhir penderitaan.
Bella, gadis yang berusia 25 tahun, harus rela menjadi madu dari calon mertuanya.
"Am-puni a-ku, Mas!" pinta Bella saat Kenan mencekik lehernya dengan kuat.
"Kau akan terus menderita, hingga ajal menjemputmu! Tidak akan ku biarkan kau bahagia, wanita sialan!" geram Kenan sambil menghempaskan tubuh Bella dengan kasar.
Penderitaan batin dan fisik selalu di dapatkan Bella dalam rumah tangganya. Bahkan menumbuhkan luka-luka di seluruh tubuhnya.
Motif apakah, sehingga Bella harus menikah dengan calon mertuanya? Lalu, kenapa pria itu begitu membenci Bella? Akankah Bella bahagia?
Simak hanya di Novel ini Yuk!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisyah az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuan Utama
Happy reading...
Keesokan harinya ...
Bella terbangun dari tidurnya, dan merasa semua tubuhnya remuk karena pertarungannya semalam bersama Kenan.
Namun, kali ini gadis itu tidak merasakan sakit lagi. Sebab, Kenan bermain dengan sangat lembut padanya untuk yang pertama kali.
'Apa maksudnya tuan Kenan bermain dengan lembut semalam, dan juga saat dia pulang ke rumah ini. Sifatnya jauh berbeda dengan sebelumnya?' batin Bella sambil berpikir.
Gadis itu tersenyum tanpa sadar menatap wajah tampan Kenan, kemudian dia hendak turun dari tempat tidur. Namun, tangannya di tarik oleh sang suami sehingga ia masuk ke dalam pelukan hangat pria itu.
'Hangatnya pelukan ini, membuatku nyaman,' batin Bella tanpa sadar.
Kenan mencium puncak kepala Bella dengan mata masih tertutup rapat. Namun, pria itu sudah bangun dari tidurnya.
"Bella, siapkan air hangat dan mandikan aku seperti biasanya!" pinta Kenan, dan gadis itu langsung bergegas mengerjakan tugas yang di perintahkan oleh suaminya.
Saat tengah mengisi air hangat di bathtub, Bella terdiam sambil mengingat kembali sikap manis Kenan padanya.
"Bella! Sudah siap belum?!" tanya Kenan dengan emosi karena Bella lama sekali menyiapkan air hangat untuknya mandi.
Bella langsung tersadar dan bergegas ke luar dari dalam kamar mandi, untuk menjemput bayi besarnya dan memandikannya.
"Mari Tuan, airnya sudah siap," ucap Bella dengan sangat lembut.
Kenan tersenyum dan langsung turun dari tempat tidur, kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi bersama Bella.
Setelah sampai, pria itu langsung masuk ke dalam bathtub dan Bella juga itu untuk memandikan bayi besar itu.
*
*
*
Miranda memegang kepalanya yang terasa sangat pusing, kemudian membuka mata. Betapa terkejutnya dia melihat tubuhnya polos di dalam selimut bersama seorang pria.
'Astaga! Apa yang aku lakukan?' batin Miranda.
Wanita itu mencoba untuk mengingat kembali kejadian semalam, dan dia menyesali kebodohannya itu.
"Albert bangun, dan cepatlah pergi dari sini!" Miranda membangunkan rekan bisnis Kenan, dan pria itu bangun.
"Terimakasih atas pelayanan mu semalam, aku sangat puas," ucap Albert dengan halus.
Miranda memukul bidang dada sixpack milik Albert, karena kesal sudah tidur bersamanya. Semua itu terjadi karena kebodohannya sendiri.
"Sekarang pergi dari sini! Sebelum Kenan datang!" seru Miranda.
Albert langsung mengunakan bajunya kembali, dan bergegas pergi dari sana melalui jendela kamar Miranda. Sebab, dia takut sampai ada yang melihatnya.
"Sial!" teriak Miranda.
Miranda mengingatkan kembali kejadian semalam, dan dia langsung memukuli bantal. Sebab, senjata makan tuan yang dia buat sendiri.
*
*
*
Bella sudah selesai memandikan bayi besar itu, dan bersiap-siap untuk membuatkan sarapan untuk sang suami.
Saat Bella masuk ke dalam dapur, gadis itu sama sekali tidak melihat adanya sang ibu. Sehingga dia cemas, ke mana ibunya pergi pikir dia.
"Tia, apa ibu ada di rumah ini?" tanya Bella sambil menghampiri sahabatnya yang tengah, menyusun makanan di meja.
Tia baru sadar kalau sang bibi, sejak kemarin tidak terlihat sama sekali, dan hari ini juga wanita paruh baya itu tidak ada.
"Astaga Bella! Aku tidak melihatnya sejak kemarin sampai saat ini," ucap Tia dengan cemas.
Bella merasa sangat cemas, karena sang ibu tidak memiliki ponsel. Sehingga dia tidak bisa menghubungi ibunya.
"Tia, bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada ibu?" tanya Bella dengan sangat cemas, sehingga dia pusing dan terjatuh.
"Bella!" pekik Tia.
Gadis itu langsung membantu Bella bangun, dan duduk di bangku tersebut sampai Kenan tiba.
"Ada apa?" tanya Kenan saat melihat Bella lemas dan menangis.
"Sebenarnya ... " Tia menceritakan semua pada Kenan, sehingga pria itu langsung mengutus semua anak buah mencari keberadaan Astuti.
"Bawa Bella masuk!" pinta Kenan.
Tia menuruti keinginan Kenan dan mencoba membantu gadis itu bangun. Namun, Bella pingsan dan terjatuh ke lantai.
"Bella!" pekik Kenan dan Tia bersamaan.
Kenan langsung mengendong Bella masuk ke dalam kamar, dan meletakan tubuh gadis itu dengan perlahan ke atas kasur.
"Tia oleskan minyak kayu putih!" pinta Kenan, dan Tia langsung melaksanakan tugasnya.
Kenan duduk di samping Bella, dan gadis itu mulai tersadar kemudian bangun sambil memegang kepalanya yang terasa sangat pusing.
"Bella, ada apa?" tanya Tia dengan sangat cemas.
Bella tidak menjawab, dia langsung masuk ke dalam pelukan Tia dan menangis tersedu-sedu.
Kenan hanya melihat, karena dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Sebab, hatinya saat ini tengah bertengkar. Pria itu merasa kasihan pada Bella. Namun, pikirannya langsung menyingkirkan rasa itu.
'Aku harus ingat tujuan utama ku. Jangan sampai aku terbawa suasana dan melupakan perbuatannya,' batin Kenan.
Pria itu bergegas pergi dari sana, karena hatinya tidak baik-baik saja. Entah mengapa rasanya dia ingin melupakan dendam itu. Namun, pikirannya langsung membuang rasa itu jauh-jauh.
*
*
*
"Tuan saya boleh pergi dari sini?" tanya wanita paruh baya, yang tengah berbaring lema di atas tempat tidur pasien.
"Kenapa Bibi masih saja memanggil saya Tuan? Panggil saya dengan sebutan nama saja!" sahut Adnan.
Astuti langsung tersenyum. Ya, wanita itu kemarin mengalami kecelakaan. Saat, hendak mengejar Fajar.
"Terimakasih sudah menolong saya kemarin," ucap Astuti dengan lembut.
Adnan tersenyum dan melanjutkan kembali, membuka perban di kepala Astuti. Sebab, dia akan menggantinya dengan yang baru.
'Semoga saja Bella tidak khawatir akan keadaan ku, yang dari semalam tidak pulang-pulang,' batin Astuti.
Setelah Adnan menyelesaikan tugasnya, dia bergegas pergi dari sana membiarkan Astuti beristirahat. Agar bisa segera pulang dan bertemu dengan anaknya kembali.
"Bagaimana cara agar aku bisa menghubunginya?" tanya Astuti pada diri sendiri.
Wanita itu bingung, harus bagaimana caranya memberikan kabar pada anaknya. Kalau dia saja tidak memiliki ponsel.
*
*
*
Tia mengambil makanan untuk Bella, karena gadis itu belum makan sama sekali sejak kemarin.
"Jangan khawatir! Aku yakin bibi tidak akan kenapa-kenapa," ucap Tia dengan sangat lembut.
Bella hanya menganggukkan kepala sambil memakan sarapannya, sambil memikirkan tentang keadaan sang ibu yang sejak kemarin tidak pulang.
"Tia, ke mana ibu pergi?" tanya Bella dengan lirih.
Tia tidak menjawab, karena dia bingung harus menjawab apa pada sang sahabat. Karena, ia juga mengkhawatirkan keadaan wanita paru paya itu.
'Bagaimana cara menjelaskannya, karena aku juga sangat mencemaskan keadaan bibi,' batin Tia lirih.
*
*
Kenan duduk di ruangan kerjanya sambil terus memikirkan tentang Bella. Entah mengapa dia selalu memikirkan tentang gadis itu.
'Aku harus mengingat kembali tujuan utama ku, bukan hatiku yang menginginkan hal itu,' batin Kenan.
Pria itu bergelut dengan hati dan pikiran yang sama sekali tidak memikirkan tentang dirinya. Kenan merasa pusing akan hal itu sampai dia tertidur pulas di ruangan kerja.
Bersambung