NovelToon NovelToon
Casanova Kepincut Janda

Casanova Kepincut Janda

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Perbedaan usia / Romansa-Percintaan bebas
Popularitas:184.7k
Nilai: 5
Nama Author: Wiji

Bari abdul jalil, nama yang religius. Kedua orang tuaku pasti menginginkan akun tumbuh menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang diberikan. Tapi kenyataan justru sebaliknya. Saat dewasa justru aku lupa dengan semua ajaran yang diajarkan oleh mereka di waktu kecil. Aku terlalu menikmati peranku sebagai pecinta wanita. Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seseorang yang sangat berbeda dari wanita yang aku pacari.
Mau tahu apa bedanya? dan bisakah aku mendapatkan apa yang aku mau?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Aku heran, anak sekecil Caca, masih berusia lima tahun. Bagaimana bisa teman-temanya mengataai dengan bahasa seperti itu. Dari mana mereka tahu kata-kata anak haram.

"Caca jangan sedih sayang. Caca bukan anak haram. Setiap anak yang terlahir di dunia ini pasti punya ayah. Hanya saja kadang mereka tak diberi kesempatan untuk melihat Ayahnya. Jangan sedih ya, Caca punya ayah kok."

"Iya, bunda selalu bilang begitu juga ke aku. Tapi bunda nggak pernah kasih tahu di mana ayah atau kasih lihat fotonya." Caca mulai sesenggukan, aku merasakan betapa sakitnya dia. Aku yang kehilangan ayah di saat sudah dewasa saja sakitnya tembus ke ulu hati. Bagaimana dengan dia yang sama sekali tak pernah bertemu dengan ayahnya?

Aku memberikan pelukan hangat pada anak polos ini. Barangkali dengan sentuhan dan pelukan dariku bisa menenangkan hatinya.

"Jagan sedih sayang. Anggap om Bari ayahmu juga. Kita sama kok, om Bari juga udah nggak punya ayah. Caca pasti bisa melewati ini semua. Om tahu Caca anak kuat. Bunda pasti bangga punya Caca."

"Jangan kasih tahu bunda tentang ini ya om. Nanti bunda sedih, aku nggak mau lihat bunda sedih."

"Jadi bunda nggak tahu kalau kamu sering di ejek sama teman?"

Caca menggeleng.

"Iya, om janji nggak akan kasih tahu bunda soal ini."

Caca, anak lima tahun yang di paksa dewasa oleh keadaan. Anak yang dipaksa memahami keadaan keluarganya, terutama sang ibu yang trauma terhadap laki-laki, namun anaknya butuh sosok laki-laki sebagai ayah. Ini pasti berat untuk keduanya.

Setelah aku membujuk dan memeluknya, Caca jauh lebih tenang. Dia bisa menikmati badut yang ada di hadapannya. Aku melirik jam tangan ku, sudah jam sepuluh lebih. Aku melihat ponsel Arumi yang barangkali ada panggilan atau pesan di sana.

"Mas Alvin? Kakaknya Arumi bukan sih?" gumamku

Ada beberapa panggilan darinya, aku terlalu fokus pada cerita Caca yang menyedihkan hingga tak sadar ada panggilan masuk. Di detik berikutnya, mas Alvin kembali menghubungi Arumi.

"Assalamu'alaikum bang," sapaku dengan degup jantung yang tak karuan. Jujur saja aku takut sebenarnya, tapi jika tak aku terima panggilan darinya, maka seisi rumah akan khawatir lantaran Caca tak kunjung pulang.

"Waalaikumsalam. Siapa ya?"

"Saya Bari bang. Masih ingat sama laki-laki yang beberapa waktu lalu abang ajak ngobrol? Yang kasih tahu saya tentang kirim doa sama orang yang di rindukan." Aku berusaha mengembalikan memori bang Alvin, mungkin saja dengan cara ini dia bisa ingat aku.

"Oh iya iya. Kok bisa hape Arumi ada di kamu? Dia dimana? Dia nggak apa-apa kan? Apa kamu lagi sama dia?" Sang kakak memberondong ku dengan berbagai pertanyaan, sangat terlihat bahwa Arumi di ratukan keluarganya.

"Arumi masih di rumah sakit bang. Dia nggak apa-apa kok. Jadi gini bang..." Aku menceritakan bagaimana usul ponsel Arumi ada di tanganku hingga aku mengajak Caca ke taman saat ini. Aku siap jika menerima amukan dari ibu dan juga kakak Arumi.

"Sekali lagi saya minta maaf bang, bukannya saya lancang. Saya hanya ingin mengajak jalan-jalan Caca, mungkin cara saya salah. Saya minta maaf."

"Tidak, nggak apa-apa kok. Coba saya mau liat Caca. Saya alihkan ke video call ya."

Aku mengiyakan dan mengalahkan ponsel ke arah Caca.

"Halo abi, aku lagi lihat badut sama om Bari. Temannya bunda. Om baik kok, jangan suruh aku pulang dulu. Sebentar lagi ya abi. Bunda masih kerja kan?"

Padahal bang Alvin belum mengatakan apapun tapi Caca sangat khawatir jika dirinya di minta pulang. Apa Arumi selalu mengurungnya di rumah?

"Iya sayang. Tadi abi khawatir aja sama kamu kenapa di sekolah nggak ada. Tadi abi ke sekolah kamu begitu oma kasih tahu kamu belum pulang. Tahunya kamu nggak ada di sana. Jangan siang-siang pulangnya ya sayang. Balikin ke om Bari hapenya."

"Bar, jangan terlalu siang pulangnya ya."

"Baik bang. Sepuluh menit lagi akan saya ajak pulang kok."

"Ah nanti dulu om, kurang lama, setengah jam lagi," rengek Caca dengan manja.

"Sayang, kalau nunggu setengah jam kelamaan. Kamu belum ganti baju, masih pakai seragam sekolah. Nyaman emang pakai baju begini? Kita nanti ganti baju dulu, makan, istirahat, nanti sore jalan-jalan lagi. Ijin dulu sama bunda tapi, nanti kalau bunda kasih ijin kita jalan-jalan. Kita ajak bunda juga kalau mau. Gimana?"

"Serius om? Yeeee." Caca kembali sumringah.

Aku tak sadar bahwa teleponku dan bang Alvin masih tersambung. Dia nampak tersenyum hangat melihat kedekatan kami yang baru saja aku bangun.

"Eh bang sorry, lupa kalau masih nyambung," ucapku sungkan.

"Nggak apa-apa Bar. Nitip Caca bentar ya, sorry juga kalau merepotkan dan terimakasih sudah jemput di sekolah tadi."

"Nggak masalah bang."

"Ya udah aku tutup dulu ya. Asalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Ah senangnya hatiku di sambut baik oleh keluarga calon mertua, hanya saja calon istriku yang masih meragukan aku. Tak masalah, aku sudah mendapatkan hati keluarganya.

"Om aku ngantuk," keluh Caca tak berselang lama setelah telepon tadi terputus.

"Hemb, tadi katanya minta pulang setengah jam lagi. Belum juga lima menit udah ngantuk aja," ejek ku yang hanya di balas tawa.

Aku meletakkan Caca ke dalam gendongan ku. Entah karena nyaman atau karena memang dia merindukan sosok ayah, anak kecil itu langsung tertidur begitu aku berjalan beberapa langkah, hal itu terlihat dari nafas yang terdengar sudah teratur.

Sengaja aku mengemudi dengan dengan pelan agar Caca bisa tidur dengan nyaman dan tak terganggu. Entah sejak kapan aku menyanyangi anak ini.

Setelah sepuluh menit berada di jalan, akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Pintu utama terlihat terbuka, mungkin ibu Arumi sudah menunggu kedatangan sang cucu. Dengan gerakan pelan aku menggendong Caca bak anak dan ayah. Mungkin jika orang lain melihat, mereka tak akan percaya jika aku dan Caca tak ada hubungan darah.

"Assalamu'alaikum," sapaku pada ibu Arumi yang menyambut kedatangan kami.

"Waalaikumsalam. Ya Allah, Caca tidur? Maafin ya, kamu jadi repot kan," kata ibu Arumi tak enak.

"Nggak apa-apa tante. Namanya juga anak kecil. Boleh saya letakkan langsung ke kamarnya tan?" tanya ku hati-hati. Aku sempat melihat bang Alvin yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Aku menyapanya dengan anggukan dan senyum hangat.

"Boleh kalau tidak merepotkan. Mari ikut ibu." Aku mengekori ibu Arumi dengan melihat sekeliling. Entah apa yang membuat ku sangat nyaman di sini. Padahal rumah Arumi memang besar, namun cukup sederhana jika tinggal di kota sebesar ini. Sangat berbeda jauh dari rumah kedua orang tuaku.

Aku meletakkan Caca di ranjangnya. Kamar yang cukup besar untuk anak sekecil Caca. Aku sempat melihat sekeliling yang banyak terpampang boneka memenuhi kamar.

"Sekali lagi terimakasih sudah mengantar Caca ya Bar," kata bang Alvin saat aku sampai di ruang tamu.

"Iya bang. Sama-sama. Oh ya, ini hape Arumi. Bang, boleh saya minta nomer abang? Biar saya kalau mau hubungi Caca atau Arumi nggak bingung."

"Untuk apa kamu hubungi mereka?"

Nampaknya, bang Alvin juga ingin mengetes maksud ku mendekati Arumi. Semua kakak laki-laki pasti akan begitu jika memiliki adik perempuan. Mereka sama-sama khawatirnya seperti aku yang juga mengkhawatirkan Farah ketika ada yang mendekati.

"Saya hanya ingin dekat dan kenal jauh dengan Arumi beserta keluarganya. Maaf sebelumnya jika saya lancang, saya jatuh hati dengan Arumi." Dengan gugup aku memberanikan diri mengatakan apa maksud ku mendekatinya.

Bang Alvin tersenyum yang jujur saja aku tak dapat mengartikan senyuman tersebut.

"Sudah tahu masa lalu Arumi?"

"Sudah bang. Sedikit banyak saya tahu tentang Arumi dan rumah tangganya dulu. Saya tidak mempermasalahkan apapun yang ada di masa lalu Arumi."

"Jujur saja saya takut jika Arumi menikah lagi. Saya takut jika dia akan mengalami hal yang sama saat seperti pernikahannya terdahulu. Mungkin kamu tidak seperti mantan suaminya dulu yang suka melakukan kekerasan fisik. Tapi tidak ada yang menjamin tidak ada yang menyakiti Arumi ketika dia menikah lagi. Dia sudah bahagia dengan statusnya sekarang."

"Kenapa abang hanya fokus pada Arumi saja? Maaf sebelumnya bang. Bukannya saya sok tahu, menggurui atau lainnya. Tapi Caca butuh sosok ayah di sampingnya. Mungkin dia selama ini menunjukkan bahwa dia baik-baik saja. Dia melakukan itu hanya karena satu alasan. Nggak mau buat Arumi sedih. Abang dan tante tahu fakta apa yang saya dapat dari Caca hari ini? Dia di olok temannya karena nggak punya ayah. Dia di bilang anak haram. Bayangkan saja anak sekecil Caca memendam rasa sakit sendirian. Begitu saya tanya kenapa nggak bilang sama bunda. Dia jawab dia nggak mau buat bunda sedih. Saya paham sebagai kakak laki-laki, abang pasti khawatir sama Arumi, saya sangat paham di posisi abang. Karena kita sama, kita sama-sama punya adik perempuan dan kita adalah pengganti kepala keluarga. Kita sama bang. Saya paham betul posisi abang. Tapi rasanya tidak elok juga jika kita memukul rata semua laki-laki sama."

"Caca cerita ke kamu?"

"Kayaknya tadi Caca kelepasan bang. Mungkin dia nyaman sama saya. Selama saya sama dia tadi, saya menyadari satu hal. Caca lebih dewasa dari umurnya, keadaan lah yang membuat dia dewasa."

Ibu dan anak itu hanya diam saling pandang. Mereka mungkin saja juga baru tahu hari ini. Mereka barangkali syok sama seperti ku tadi.

Bersambung.

1
Harjanti
lha tegas gitu dong bari..
Ani Yuliana
itu dia 5thn baru hamil, keguguran, trus rahimnya d angkat sis 🙏
Harjanti
arumi belagu...
Duda Fenta Duda
bukan kumpul sapi bari tapi kumpul monyet😁😁
Kusii Yaati
celap celup tp di bibir sama aja bohong bari,itu bibir kamu bekas lumatan cewek2 kamu🙉
Erlinda
kok aq seperti membaca diari ya bukan novel
langit
mantap cerita nya
langit
apakah tasbih? benda kecil yg dimaksud?
Fitriyani
bgtu syng nya Arkan sm istrinya,tp bs bgtu brutalnya Dy SM Arumi,,,🤦
emang sih Dinda org yg Dy cinta,tp bs Dy lgsg brubah psiko SM Arumi..
Fitriyani
untung tiba2 Aksan bs menyikapi bijak...
Fitriyani
apa sih krj Arkan tu Thor,kq Dy bs LBH brkuasa gt dr bari....
Fitriyani
mgkin sebagian orang akan menganggap sikap Arumi salah n brlebihan,tp mnrt q,,sikap Arumi udh benar.mengingat gmn sikap Arkan terdahulu.klo q ada d posisi Arumi,aq jg akan mlkukn hal yg sm,aq g akan rela org yg dulunya g prnh mngakui ank,bhkn mnyiksa lahir batin,skrg tb2 dtg butuh pengakuan,,
mamp*s aja Lo Arkan😠
Fitriyani
jgn bilang nti xan sibuk mau ngrebut hak asuh Caca y.....
Abid
Biasa
linamaulina18
BNR t ibu, msh single blm tentu menjaga k hormatnya
linamaulina18
lumayan
linamaulina18
jgn2 anknya dokter yg bercadar itu lg
linamaulina18
🤣🤣🤣🤣
linamaulina18
bgs deh kirain ska celap celup
linamaulina18
selain tampan dirimu ska celap celup jg gt aja bangga ckckck
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!