NovelToon NovelToon
Beloved Idol

Beloved Idol

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romansa
Popularitas:70k
Nilai: 5
Nama Author: Suci Aulia

Benci jadi cinta, atau cinta jadi benci?

Kisah mereka salah sejak awal. Sebuah pertemuan yang didasarkan ketidaksengajaan membuat Oktavia harus berurusan dengan Vano, seorang idol terkenal yang digandrungi banyak kalangan.

Pertemuan itu merubah hidupnya. Semuanya berubah dan perubahan itu membawa mereka ke dalam sebuah rasa. Cinta atau benci?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suci Aulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ego

"Habis ini lo mau kemana?" Dave bertanya setelah dia selesai menghabiskan makanan yang dibawakan Okta. Sekarang mereka sedang duduk-duduk santai di ruang tengah apartemennya sembari menonton siaran televisi kesukaan Okta, Doraemon.

"Maunya sih ke Dufan, tapi gak ada temennya" ucap perempuan itu.

"Lo ngode supaya gue temenin?" Dave menyela sembari mengangkat sebelah alisnya menggoda.

Okta berdecak, dia tidak bermaksud memberi kode supaya cowok itu mau menemaninya. Dia kan cuma curhat, Dave aja yang tidak pernah bisa berpositif thingking kepadanya.

"Dih, GR!. Gue pergi sendiri juga bisa kali!" sahut Okta dengan ketus.

Dave terkekeh kecil, membuat matanya yang sudah sipit jadi makin tenggelam karena tertawa. Dia mengacak rambut Okta gemas. Dia sangat merindukan kebersamaannya dengan Okta, dan moment-moment dimana dia membuat perempuan itu kesal seperti sekarang. Waktu terlalu jahat sehingga membuat pertemuan mereka sangat singkat. Apalagi setelah Okta menikah dan memutuskan untuk cuti panjang, interaksi mereka menjadi sangat minim. Jujur, Dave merindukan Oktanya.

"Bercanda elah, baperan amat sih lo habis married" tangan besar cowok itu meraup wajah Okta hingga membuat pemiliknya mendengus.

"Tangan lo bau kain pel!" desis perempuan itu seraya mengusap wajahnya lagi.

"Biarin yang penting ganteng"

Dave memang memiliki tingkat kenarsisan tinggi. Dia sangat mengagungkan wajah manis yang dia miliki, hingga terkadang membuat orang di sekitarnya mual saat mendengar dia memuji dirinya sendiri.

"Tapi ini seriusan deh, lo beneran mau ke Dufan?" pertanyaan itu dijawab anggukan kepala oleh Okta. Dia butuh hiburan yang bisa mengalihkan pikirannya dari semua masalah hidup yang menerpa.

"Sendiri?. Lakik lo?" Dave bertanya lagi tentang sesuatu yang sangat ingin Okta hindari saat ini. Mendengar segala sesuatu tentang Vano selalu saja membuat emosinya naik.

"Dia kerja" sahutnya dengan malas.

"Kalo gitu biar gue yang nemenin lo"

Celetukan Dave kontan saja membuat Okta menoleh, "Dih, gak mau akh. Ditemenin lo bukannya seneng malah makin kesel gue entar!"

"Gak usah sok nolak, gue tau lo lagi butuh temen. Udah deh nurut aja. Tunggu disini, gue mandi bentar" seakan tidak menghiraukan gerutuan Okta, cowok itu bangkit dari duduknya dan bergegas mandi secepat yang dia bisa.

Mata bulat Okta masih menatap punggung Dave yang kian menjauh dan akhirnya menghilang ditelan pintu. Sudut bibir perempuan itu menyunggingkan senyum tipis. Memang, selain Rina, Dave lah yang selalu bisa mengerti keadaannya tanpa perlu dia ceritakan. Nyatanya cowok itu benar, saat ini hanya teman dan pengalihan pikiran yang dia butuhkan.

Tapi sampai sekarang, Okta belum berani untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Vano kepada Dave. Dia belum cukup yakin dan merasa kalau ini belum saat yang tepat. Dia juga belum siap menerima reaksi cowok itu nantinya.

Okta menunggu di ruang tengah apartemen Dave sendirian. Cowok itu memang tinggal sendiri, orang tuanya ada di Jember dan jarang menjenguk. Mungkin cuma saat lebaran dia pulang untuk melihat keluarganya. Untuk kehidupan sehari-hari, Dave terbiasa menyiapkan semuanya sendiri. Sama seperti Okta, mereka terbiasa mengandalkan diri sendiri daripada orang lain.

Seperti janjinya, Dave kembali selang 20 menit saat dia pamit tadi. Sekarang cowok itu sudah rapi dengan tampilan casual, celana jeans, kaos hitam dan kemeja kotak-kotak warna abu-abu.

"Ayo!"

Okta bangkit dari duduknya saat semua sudah siap untuk berangkat. Dia berjalan lebih dulu diikuti Dave dibelakang. Mereka memasuki lift, berdiri diam dan menunggu sampai benda persegi itu sampai di lantai paling dasar.

"Kita ke parkiran dulu ya buat ambil mobil gue" ucap Dave disela-sela langkah mereka menuju area luar Apartemen.

"Eh, tapi tadi gue dianter supir gimana dong" sahut Okta bingung.

"Supir lo suruh pulang aja, kesananya naik mobil gue"

Dan akhirnya Okta setuju. Sembari berjalan menuju tempat parkir yang berada di sisi samping gedung, perempuan itu menelfon Pak Adi dan menyuruhnya untuk pulang duluan dengan alasan kalau dia ada urusan penting dengan rekan kerja. Setelah Pak Adi menyatakan setuju, barulah Okta bisa bernafas lega.

Dave menunjukkan letak mobilnya yang berada di ujung. Mobil Avanza putih itu sudah terlihat oleh pandangan mata, mereka segera menuju kesana. Pintu mobil dibuka dari sisi samping dan mesin mobil langsung menyala saat Dave memasukkan kuncinya. Setelah memastikan Okta duduk dengan aman dan nyaman, barulah dia menjalankan mobil itu membelah jalanan kota.

Hari ini jalanan lumayan ramai karena hari juga semakin siang. Macet sudah menjadi makanan sehari-hari untuk penghuni Ibukota Indonesia ini. Belum lagi ditambah panas yang menyengat, AC mobil pun seperti tidak bisa membantu banyak. Di depan sana lampu merah, Dave segera menginjak pedal rem saat merasa mobilnya hendak memasuki area Zebra Cross.

Okta menggerak-gerakkan bibirnya asal sebagai penghilang bosan. Sampai akhirnya kepala perempuan itu menoleh ke samping, tepat kearah mobil Sport hitam yang juga sedang menunggu lampu hijau di sebelah mobil Dave. Perempuan itu beberapa kali mengedip-ngedipkan matanya supaya dapat dengan jelas melihat orang yang ada di mobil itu.

"Vano" dia menggumam. Ya, Okta yakin betul kalau itu Vano. Dia hafal setiap inchi tubuh cowok itu. Seorang laki-laki yang kini sedang mengendarai mobil berdua dengan seorang perempuan yang sedang menyender di bahunya. Okta tidak bisa melihat dengan jelas siapa perempuan itu, tapi ada satu nama yang terbesit dibenaknya.

"Kiara" dia kembali menggumam.

"Kenapa, Ta?" panggilan dari Dave membuat pandangan Okta teralihkan darisana. Perempuan itu menoleh dan sebisa mungkin bersikap biasa saja di depan sahabatnya.

"Oh nggak, gapapa. Eh itu lampunya udah ijo, buruan jalan. Disini panas banget sumpah!"

Bukan, bukan cuma fisiknya yang kegerahan karena cuaca. Tapi hatinya sekarang juga sedang gerah. Apa-apaan tadi, Vano enak-enakan bermesraan sama perempuan lain setelah menolak masakannya tadi pagi dengan alasan sudah makan. Oh, Okta sekarang tau. Pasti dia tadi sudah makan bersama perempuan itu.

Mengingatnya dia jadi kesel sendiri. Tanpa sadar tangannya meremas tas dior yang dia pangku dengan muka penuh dendam.

"Ta, lo seriusan gapapa?" Dave bertanya lagi. Dia merasa sikap Okta berubah setelah dari lampu lalu lintas. Dia jadi pendiam, lalu tiba-tiba marah-marah tidak jelas. Dave mau tidak mau jadi was-was.

"Lo nyetir aja deh, gak usah banyak bacot!" tuh kan, belum apa-apa udah disemprot lagi.

Cowok itu lantas kembali memfokuskan dirinya kepada jalanan depan daripada disemprot Okta lagi. Butuh waktu beberapa puluh menit untuk mobil mereka bisa sampai di area Dufan. Tempat dimana jutaan kebahagiaan tercipta, dan Okta harap dia bisa mendapatkan kesenangannya disini.

Dia dan Dave turun dari mobil setelah parkir di tempat yang benar. Mereka berjalan menuju area pembelian tiket agar bisa masuk.

"Lo tunggu disini, gue mau beli tiket dulu"

Dave menyuruh Okta untuk menunggu di tempat yang teduh. Sebelum pergi, dia melepas topi yang semula dia pakai dan mengenakannya di kepala Okta. Seolah tidak membiarkan matahari yang terik melukai kulit perempuan itu hari ini.

Okta terdiam dan menatap Dave yang sedang antri dari kejauhan. Topi cowok itu sedikit membantunya dari teriknya sinar matahari. Di dalam keterdiamannya, pikiran Okta masih tertuju pada satu titik, Vano.

Bohong kalau dia tidak kecewa, bohong kalau dia tidak sakit hati. Laki-laki itu menolaknya hanya demi seseorang di masa lalu. Tapi mau bagaimana lagi, Okta juga cukup sadar diri. Dia dan Vano dipertemukan karena sebuah kesalahan. Semuanya salah dari awal. Tidak ada yang menjadi pelaku disini, karena mereka sama-sama menjadi korban. Vano kehilangan cintanya, dan Okta kehilangan kebebasannya. Tapi, apa boleh dia egois kali ini saja dengan menginginkan jiwa dan raga Vano seutuhnya?.

"Ta, ayo!. Malah bengong"

Okta bahkan tidak sadar kalau dia sempat melamun. Perempuan itu sedikit terkejut saat melihat Dave sudah berdiri di depannya sembari membawa dua buah tiket.

"Eh, iya. Ayo!"

Mereka masuk ke dalam area Dufan, menikmati satu persatu wahana yang ada disana. Sebenarnya Okta ingin naik rollercoster, tapi dia mengurungkan niatnya itu karena teringat kalau saat ini dia tengah hamil. Jadilah sekarang mereka memilih masuk ke dalam wahana rumah hantu. Sebenarnya ini tantangan dari Dave, Okta setuju dengan taruhan yang kalah harus berjoget sambil memakai kostum badut di pinggir jalan.

Okta masuk ditemani Dave disampingnya. Dia menggandeng lengan Dave erat, takit-takut kalau tante kun tiba-tiba datang mengganggu. Dan benar saja, baru 25 langkah mereka masuk, sosok putih dengan wajah berdarah-darah muncul dari balik tembok. Tepat di depan muka Dave. Okta kaget bukan main, baru juga dia akan berlari, tapi saat dia menoleh ternyata Dave sudah pingsan duluan.

**********

"Anjirrr, anjirrr, hahaa sumpah muka lo gokil banget disini!" Okta tak henti-henti tertawa ngakak saat di perjalanan pulang. Mata perempuan itu bahkan sampai berair karena terlalu kencang tertawa saat melihat foto Dave yang memakai kostum badut karena kalah taruhan.

"Ketawa aja teros, abis ini nangis baru tau rasa" cowok itu menjawab dengan muka kesal. Hilang sudah harga dirinya karena ulah Okta. Dia sampai dikira badut pengamen oleh bapak-bapak di lampu merah.

"Sumpah lo cocok banget jadi badut, kenapa gak alih profesi aja sih?"

Dave berdecak kesal, sedangkan Okta masih tertawa puas. Memang sih dia jengkel, tapi terlepas dari itu dia juga senang karena akhirnya Okta bisa tertawa lepas. Tidak murung seperti tadi.

"Diam gak lo, apa mau gue turunin?"

"Dih, kayak tega aja lo nurunin gue malem-malem gini" sahut Okta mengentengkan.

Memang benar, hari ini sudah pukul 19.00 malam. Mereka baru pulang setelah bersenang-senang dan makan malam. Sebenarnya Dave ingin memulangkan Okta sejak tadi sore, tapi perempuan itu menolak. Dia malah meminta Dave untuk mengajaknya kemana pun asal tidak pulang ke rumah. Dan dari situ juga akhirnya Dave tau kalau perempuan itu memang sedang memiliki masalah.

Okta memang benar, Dave tidak akan tega menurunkannya di jalanan seperti ini. Sekesal apapun dia, kebahagiaan dan kenyamanan Okta tetap prioritasnya.

Mobil cowok itu masuk ke dalam kawasan komplek perumahan elite. Di dalam satu komplek ini hanya ada beberapa rumah super megah yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang berpenghasilan diatas rata-rata. Dan Vano adalah salah satunya.

"Thanks ya, hari ini lo udah bikin gue seneng"

Dave mengantar Okta sampai luar gerbang. Di bawah cahaya bulan yang temaram, perempuan itu nampak sangat cantik meskipun dia belum mandi.

"Thanks juga buat waktu lo, gue seneng bisa nongkrong sama lo lagi" sahut cowok itu sambil tersenyum simpul.

"Gue kangen lo, Ta" lanjutnya dalam hati.

"Yaudah gih lo pulang, gue masuk duluan" Okta berpamitan dan dibalas Dave dengan anggukan kepala. Dia masih berdiri disitu, sampai memastikan Okta sufah masuk rumah dengan aman barulah dia pergi darisana.

Okta membuka pintu rumah dengan perlahan lalu menutupnya kembali. Saat dia berbalik badan, betapa terkejutnya dia saat melihat Vano sudah berdiri di depannya dengan wajah kaku.

"Astaga, Van!. Lo ngagetin gue tau gak!" serunya dengan kesal.

"Darimana aja lo?!" bukannya menanggapi omelan Okta, cowok itu malah bertanya dengan wajah dingin.

"Jalan-jalan, suntuk gue di rumah" perempuan itu menjawab dengan ketus, bahkan dia enggan menatap kearah Vano.

"Oh, enak ya jalan-jalan sama selingkuhan padahal lakinya lagi banting tulang cari uang" cowok itu berucap dengan nada sinis, disertai kekehan kecil seperti menyudutkan.

Okta menoleh kearah Vano disertai tatapan tajam. Emosi yang sejak tadi dia pendam-pendam sudah tidak bisa dibendung lagi. Dia semakin seenaknya.

"Sorry, tapi gue gak serendah lo" Okta membalas dengan ucapan menusuk, membuat lawan bicaranya semakin tersulut emosi.

"Terus apa sebutan yang pantas buat seorang istri yang jalan sama cowok lain?!"

"Terus lo apa?!. Lo sendiri juga jalan kan sama mantan lo itu. Berarti kita impas!!" bentak Okta dengan emosi menggebu, Vano diam.

"Lo marah liat gue jalan sama temen gue, tapi lo?. Gue tau lo nikahin gue karena terpaksa, gue tau kalo lo gak cinta sama gue dan lo masih cinta sama mantan lo. Gue cukup sadar diri" satu air mata lolos dari pelupuk mata Okta, dan itu adalah air mata pertama yang Vano lihat dari mata perempuan itu.

"Selama ini gue udah mencoba memahami lo. Lo gak cinta sama gue, fine!. Lo nyuekin gue, gak masalah. Tapi lo mikir gak sih, lo sadar gak sih, gue juga manusia!. Gue juga punya hati. capek gue selalu berusaha memahami lo yang gak punya pendirian!!" Okta menghapus air matanya dengan kasar, dia tidak mau terlihat cengeng.

"Gue udah muak liat semua ini!. Memang ya, salah satu kesalahan terbesar gue adalah dengan memutuskan buat nikah sama lo!!"

Bentakan itu mengakhiri pertengkaran mereka hari ini. Okta berjalan cepat meninggalkan Vano yang masih terdiam di tempat dengan ekspresi tidak terbaca. Dari arah belakang, Vano dapat melihat perempuan itu berulang kali mengusap matanya. Dia menangis.

Okta menutup pintu dengan kencang, menimbulkan suara yang keras sehingga Vano dapat mendengarnya. Cowok itu menghela nafas panjang. Tangannya mengusap wajah dengan kasar, Vano merutuki tindakannya tadi.

"Sorry" nyatanya, dia terlalu pengecut untuk mengakui kesalahan. Dia terlalu egois untuk meminta maaf duluan, dan hal itulah yang semakin menggiring mereka ke dalam jurang yang bernama 'kehancuran'.

...****************...

Okta

Dave

Vano

(**kesel kan lo sama gue:>)

...Hollaaaa, kangen gak sama novel ini?. Maaf banget ya guys, ada beberapa hal yang mengharuskan novel ini untuk hiatus beberapa waktu yang lalu. Doain semuanya lancar sampai end ya. Yuk yang kangen absen dulu, jan lupa like, komen dan vote nya yaaaa**:)...

1
ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ
semoga ini awal yang baik buat kalian berdua dan gunakan lah sebaik mungkin biar ga ada dusta diantara kalian 🤭!!!!!!
ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ
akan kah Okta ngasih kesempatan kedua buat vano
ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ
kenapa harus pura² pdhl gak enak lho.....
ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ
pertemuan yang mengharukan antara vano dan okta
ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ
papamu aja bisa menemukan Okta,,,
ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ
seharusnya km sadar apa yg salah dari dirimu vano,,knp Okta memilih pergi darimu
ㅤ ✰͜͡v᭄ᵗⁱⁿₜₐʰᵢᵗᵃᵐ𝐀⃝🥀ᵒᶠᶠ.ᵒⁿ
hilang tanpa jejak tuh si okta
⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽
yg bilang dekil itu tanda nya sirik🤣
⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽
prnh ngerasain juga sih pas putus eh malah masih sayang🤣
⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽
astaga berak nanggung tinggal sebiji wkwkwk ngakak weeh
💙 Ɯιʅԃα 🦅™📴
inilah karma untuk Vano
💙 Ɯιʅԃα 🦅™📴
semakin ada kemajuan nih di hubungan Alex dan Okta.
💙 Ɯιʅԃα 🦅™📴: Alex dan Kiara
total 1 replies
💙 Ɯιʅԃα 🦅™📴
Sedih banget... masih sempat²nya pas mau pergi Okta masih ngingat Vano.
⏤͟͟͞R𝐈𝐍𝐃𝐔𝕸y💞🍀⃝⃟💙
astagah.... 😳😳😳
bener itu amp hamidun🤔
⏤͟͟͞R𝐈𝐍𝐃𝐔𝕸y💞🍀⃝⃟💙
whaa... jd buruan paparazzi
kasian tuh sana sini musti pinter nyari jln
⏤͟͟͞R𝐈𝐍𝐃𝐔𝕸y💞🍀⃝⃟💙
kl ga ada rasa cocok gmn mo tertarik 🙈
✿⃟‌⃟ᶜᶠᶻ༄⃞⃟⚡𝐒𝐀𝐍𝐓𝐈🦚
makanya cari ayank biar ada yang bangunin🤭
✿⃟‌⃟ᶜᶠᶻ༄⃞⃟⚡𝐒𝐀𝐍𝐓𝐈🦚
mungkin irfan gak bisa move on tuh makanya terus gangguin kamu
✿⃟‌⃟ᶜᶠᶻ༄⃞⃟⚡𝐒𝐀𝐍𝐓𝐈🦚
ya bilang aja baik baik biar bisa bekerja lebih baik lagi sebelum pecat wkwkwk
💙 Ɯιʅԃα 🦅™📴
Aku kok jd kasihan juga yah sama Vano
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!