Gadis yang harus terpaksa menikah dengan CEO muda kaya, karena Ayahnya terlilit hutang yang banyak. Namun, apa jadinya ketika dia baru tahu setelah menikah. Suami nya itu adalah seorang psikopat pembunuh berdarah dingin.
Tubuh Zizi bergetar hebat karena Kenzo mengarahkan pisau itu ke mulut mungilnya.
"Sssttt … jangan banyak bicara, apa kamu mau mulutmu yang kecil cerewet ini disobek?"
Kenzo semakin mendekatkan pisau itu ke mulut Zizi. "Sepertinya aku ingin melukis di atas kulitmu yang mulus ini, tapi aku tidak mempunyai tinta."
Zizi yang masih gemetaran memberanikan diri untuk bersuara.
"Tuan maafkan saya karena saya tadi begitu lancang."
Namun, Kenzo tidak menghiraukan Zizi. "Bagaimana kalau pisau ini sebagai kuas untuk melukis, sepertinya akan sangat indah."
Mau tahu kelanjutannya cuss ...Dibaca saja!!
Warning … . bisa membuat KECANDUAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Sakit
Namun, yang Darel dapatkan hanya pertunjukan kemesraan pasutri itu lakukan. Tangan Darel terkepal geram. Ia merasa Zizi sudah menghianatinya.
"Maaf saya salah masuk kamar."
Darel langsung berbalik, untuk beberapa saat ia sempat terdiam.
"Apa ada yang ketinggalan?"
Kenzo yang merasa curiga sengaja mengatakan itu.
"Ada apa, sayang? apa ada masalah?" Zizi bertanya kepada Kenzo
Kenzo tidak kunjung menjawab.
"Sayang kenapa mengabaikan ku." Zizi merajuk disaat Kenzo akan berdiri menghampiri Darel yang masih membeku.
"Hai … kamu, keluarlah mengganggu saja."
Ucapan Zizi membuat Darel langsung pergi.
"Sayang tunggu disini dulu, aku ingin melihat siapa perawat yang tadi itu, sepertinya tidak asing di mata ku."
Kenzo melihat kiri dan kanan saat sampai di ambang pintu tapi ia tidak menemukan siapa-siapa.
"Apa Anda mencari saya Tuan?" Niko mengira dirinya yang telah dicari Kenzo.
"Bukan kamu, tapi perawat yang tadi sempat masuk keruangan ini."
"Dari tadi saya duduk disini tidak melihat siapa-siapa Tuan."
"Sudahlah lupakan saja, kamu urus semuanya supaya hari ini saya bisa membawa pulang dua jagoan ku beserta mommy nya."
"Baik Tuan."
•••••
Semua yang ada di mansion membungkuk kan badan disaat mereka melihat Kenzo berjalan sambil mendorong kursi roda Zizi, sedangkan Niko beserta Jesi bertugas menggendong Erlan dan Erlon
"Selamat sore, Tuan," mereka serempak menyapa sambil tersenyum ramah.
Kenzo hanya merespon mereka dengan anggukan kecil.
"Sayang kamar mereka berada di sebelah kamar kita apa kamu mau melihatnya?"
Tanpa menunggu jawaban Zizi, Kenzo mendorong kursi roda itu menuju lift. Sementara Jesi dan Niko mengikuti dari belakang.
"Jesi apa sebaiknya kalian balikan saja?"
Zizi memulai pembicaraan. Sempat melirik Niko untuk melihat reaksinya.
"Kalau tidak mau balikan, aku ada kenalan yang lagi cari calon pendamping hidup apakah kamu mau jesi?"
Niko masih dengan garis wajah datar
"Sayang, biarkan saja mereka. Lagi pula mereka bukan anak kecil lagi, kan."
Kenzo beranjak keluar disaat pintu lift terbuka. Menuju kamar yang tadi ia maksud.
"Letakkan mereka di ayunan nya supaya merasa nyaman."
Jesi menuruti perintah Kenzo diikuti Niko.
"Saya permisi kalau begitu Nyonya, Tuan."
Kenzo tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Dengan gerakan tak terduga ia mencium bibir mungil Zizi dengan rakus hingga Zizi kesulitan untuk bernafas.
Gerakan cepat Kenzo membuat Zizi tidak ada waktu untuk menghindar.
"Sayang … aku mau di servis ganti oli boleh?"
Zizi menggeleng tanda tidak mau.
"Aku baru selesai operasi yang, bagaimana bisa aku melakukanya?"
"Servis yang lain sayang kan masih bisa."
Kenzo tersenyum genit menatap Zizi, ia tidak tahu kenapa Zizi semakin terlihat menggoda saja.
"Nanti Erlan sama Erlon bangun gimana?"
"Makanya sebelum mereka bangun kita melakukannya sekarang."
Kenzo dengan semangat yang membara mengunci pintu.
Ia kemudian melanjutkan aksinya. Membiarkan Zizi melakukan tugasnya.
Zizi dengan telaten memainkan pusaka milik suaminya itu. Kenzo beberapa kali mendesah karena Zizi benar-benar hebat dalam memberikan Servis.
"Terus sayang, ah … ahh … ."
Saat sesuatu akan menyembur keluar Erlon tiba-tiba menangis.
Zizi melihat wajah Kenzo yang frustasi.
"Erlon pasti haus, aku kasih dia ***** dulu ya, tapi aku pergi cuci mulut sama tangan dulu jagain sebentar."
Kenzo menjambak rambutnya sendiri.
"Belum keluar sayang … ayang … yang … ."
"Nanti kan bisa kita lanjutkan, kasian Erlon sampai nangis kejar begitu."
Mau tidak mau Kenzo harus mengalah untuk yang pertama kalinya. Tapi entahlah mungkin sampai si bayi kembar itu tumbuh besar.
***
"Aku harus bisa memisahkan Zizi dan Kenzo."
Darel masuk ke mansion menggunakan topeng penyamarannya, tidak ada satu orang pun yang tahu itu.
"Hai pelayan baru ini antarkan makanan untuk makan malam tuan muda dan nyonya!!"
Darel tersenyum licik, ini kesempatannya untuk menaruh racun di makanan Kenzo.
"Baik, akan saya antar makanan nya secepat nya."
Darel dengan gerakan lincah menabur bubuk itu di makanan Kenzo.
"Racun ini bisa membuat orang lumpuh, bila terus-menerus dikonsumsi."
•••••
Saat Darel menaruh hidangan itu, Kenzo menatapnya.
"Apa kamu pelayan baru disini?"
Darel berusaha menyembunyikan kegugupannya.
"Iya Tuan muda, perkenalkan nama saya Jekson saya baru bekerja di sini pagi tadi."
Kenzo heran karena ia tidak pernah menambah pelayan, tapi ia berfikir mungkin saja Niko yang melakukannya tanpa sepengetahuan dirinya.
"Cicipi makanan ini!"
Darel ragu, karena tadi dia sudah menabur racun itu dengan dosis yang tinggi.
Tapi siapa sangka Darel menghabiskan sepiring makanan itu.
"Mau nambah?"
"Tidak terimakasih Tuan saya kebelakang dulu."
Tanpa Kenzo sadari Darel tersenyum puas karena makanan yang tadi tidak ia taburi. Karena ia sudah tahu makanan apa saja yang paling Kenzo sukai.
Zizi yang baru turun, duduk di sebelah Kenzo.
"Sarapan dulu sayang, kamu pasti kecapekan begadang mengurus tiga bayi sekaligus."
Zizi yang menguap langsung melotot.
"Minum susu yang banyak sayang, supaya air asi kamu semakin bertambah."
"Air asi aku tidak bakal habis ayang."
"Tapi tadi malam aku juga ikut nen–"
"Sarapan jangan bicara ngawur, disini banyak pelayan bisa malu aku kalau mereka sampai mendengar mulut mu yang ceplas ceplos ini."
Zizi memasukkan dua lembar roti tawar ke dalam mulut Kenzo.
"Hari ini aku mau pergi membeli baju buat Erlan dan Erlon."
Kenzo mengambil segelas air karena merasa tenggorokannya kering.
"Sudah ku pesankan mereka, sayang cukup tunggu saja."
"Oh, baiklah."
***
Baru saja Kenzo tiba di kantor tapi kepalanya merasa sangat pusing dan pandangannya mulai sangat buram. Hampir saja ia menembak dinding tembok kalau Niko tidak cepat menariknya.
"Tuan, apa Anda sedang tidak enak badan?"
"Kenapa tiba-tiba pandanganku buram, padahal tadi di mansion baik-baik saja."
"Saya antar Anda pulang Tuan, biar saya yang menghendel pekerjaan di kantor."
"Tidak usah, panggilkan aku dokter Divya saja."
"Tapi Tuan … Anda mungkin butuh istirahat."
"Ayolah Niko, jangan terlalu berlebihan."
Niko menghubungi dokter Divya, karena Kenzo tidak mau pulang ke mansion.
Setelah sambungan terhubung, dokter Divya sepertinya sedang berbicara dengan seseorang sambil menangis.
"Ha-hallo Nik, ada yang bisa saya bantu?"
Niko terdiam mendengar suara serak Divya.
"Kamu sedang menangis Divya?"
"Tidak, aku sedang flu jadi pita suaraku menjadi serak."
"Tuan memintamu untuk segera ke kantor."
"Baik, aku akan segera kesana."
Divya memutuskan panggilan secara
sepihak.
"Aneh, sepertinya ada yang disembunyikan oleh Divya."
Kenzo semakin merasakan kepalanya berdenyut hebat.
"Kenapa lama sekali Niko, kepala ku sakit sekali."
"Hidung Anda mimisan Tuan."
Niko memberi Kenzo sapu tangan namun, tidak mampu menampung darah yang keluar dari hidung Kenzo.
"Darah … ." Niko jatuh pingsan karena dia masih phobia dengan darah.
Divya yang baru datang membantu Kenzo untuk membersihkan darah pada hidungnya.
"Ya ampun, kenapa bisa darah sebanyak ini keluar dari hidung Anda Tuan?"
"Berikan aku obat pereda nyeri kepala Divya."
Divya menyuntikkan obat yang diminta Kenzo.
"Anda sepertinya kurang istirahat Tuan."
"Mungkin, bangunkan Niko. Dia payah sekali."
Divya menyerah setelah beberapa kali mencoba membanunkan Niko, namun tidak berhasil.
"Sepertinya Niko ketiduran Tuan."
"Biarkan saja kalau begitu."
Divya kemudian memberikan obat pada Kenzo.
"Sampai habis ya Tuan, nanti kalau tidak ada perubahan kasih tahu saya."
Kenzo mengamati merek obat yang Divya berikan.
"Ini merek baru Tuan, saya pergi dulu kalau begitu."
Divya berusaha menyembunyikan lebam di beberapa pipinya.
"Bekas apa pipimu Divya hadap sini."
Posisi Divya sekarang membelakangi Kenzo.
"Oh … ini cuma bekas saya terpeleset di kamar mandi Tuan."
"Aku rasa itu bukan memar karena terpeleset."
"Eem … su-sungguh Tuan, karena kamar mandi saya sangat licin."
Kenzo memejamkan matanya. "Kamu boleh pergi sekarang."