Raya Syakila harus menerima nasib buruk saat ia pulang ke Indonesia. Rumah mewah orangtuanya telah di sita dan keluarganya jatuh miskin seketika.
Dia harus bekerja sebagai pengasuh seorang pria tampan yang lumpuh bernama Nevan, semata-mata karena dia sangat membutuhkan pekerjaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 - Si Tuan Manja
Bisakah waktu berhenti sejenak? Aku tidak mau momen ini berakhir begitu saja. Raya.
Baru saja kalimat itu terlintas dikepala Raya, suara ponselnya sendiri berhasil menghentikan momentum berharga itu.
Nev segera menarik tangannya dari pucuk kepala Raya, sedikit kesal pada seseorang yang mengusik kebersamaannya dengan Raya.
Raya menatap Nev takut-takut setelah melihat nama sang penelpon.
"Boleh saya angkat telepon dulu, Tuan?" tanya Raya.
Nev mengangguk samar.
Raya pun menerima panggilan itu.
"Hallo, Reka..." ucap Raya sembari melirik Nev yang tiba-tiba terdengar mendengkus kesal.
"......"
"Iya, saya sudah tiba dirumah, kok." ucap Raya lagi-- menyahuti Reka dari panggilan seluler itu.
"....."
"Iya, sekali lagi terima kasih. Maaf sudah merepotkan kamu." ucap Raya, lalu menutup panggilan teleponnya.
Nev meminum air putihnya, lalu menatap Raya lekat.
"Mau apa dia?" tanya Nev dengan nada tak suka yang kentara.
"Ke-kenapa, Tuan?" tanya Raya tak mengerti.
"Reka, dia mau apa? Kenapa menelpon lagi? Bukankah tadi sudah pergi bersama?" tanya Nev--tapi ucapannya penuh dengan nada sindiran.
Raya melipat bibirnya menjadi sebuah garis lurus, menghela nafas sejenak barulah menjawab pertanyaan sang majikan yang terkesan cemburu itu.
Ah, apa iya Tuan Nev cemburu? Apa-apaan! Itu tidak mungkin. Bisik hati Raya.
"Reka hanya menanyakan saya sudah tiba dirumah atau belum." kata Raya sembari mengangsurkan sesendok makanan lagi ke hadapan Nev.
Nev menyambut makanan yang Raya suapkan kepadanya, mengunyah itu sampai habis, tanpa menyahuti ucapan Raya tentang Reka, karena dia tidak tertarik sama sekali mengenai lelaki itu.
Hanya saja, rasa penasaran Nev tentang bagaimana cara pandang Raya terhadap pengacara muda itu-- membuat Nev sulit mengontrol ke-ingin-tahu-an-nya.
Hingga bibir Nev pun tak kuasa untuk mencetuskan sebuah pertanyaan.
"Menurutmu, bagaimana dengan Reka?" tanya Nev pada akhirnya.
Raya tersenyum sekilas, "Bagaimana apanya, Tuan?" tanya Raya.
"Dari sudut pandangmu sebagai wanita, apa Reka itu menarik?" tanya Nev serius, tapi setelah memberi pertanyaan itu dia merasa bodoh sendiri.
Dan ternyata Raya malah mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan bodoh Nev. Sia lan!
"Kamu tertarik padanya?" tanya Nev lagi, kali ini justru terkesan penuh selidik dan menekankan kata-katanya.
Raya terkekeh kecil, membuat Nev tertegun akibat sikap yang Raya tunjukkan itu.
"Reka memang menarik, dia tampan dan dia sangat baik." jelas Raya, membuat Nev mengutuk dirinya sendiri kenapa harus selalu mempertanyakan hal bodoh yang justru berujung menyakiti dirinya sendiri.
Nev terdiam, menetralkan rasa hatinya yang mendadak berkecamuk karena Raya jelas-jelas memuji Reka. Oh God... selamatkan hatiku.-Nev
"Tapi, jika Tuan menanyakan apa saya tertarik dalam arti menjalin hubungan yang lebih dengan Reka... maka, jawabannya saya tidak tertarik." kata Raya melanjutkan, sembari mengendikkan bahu.
Nev tertegun untuk sejenak, lalu dia tak kuasa untuk menyunggingkan seringaian akibat ucapan Raya yang baru saja didengarnya.
"Why? Kenapa kamu tidak tertarik?" tanya Nev semakin ingin tahu.
"Entahlah, meskipun Reka menarik tapi ... dia bukan tipe ideal saya." kata Raya jujur.
"Apa tipe idealmu adalah orang luar? Em, maksudku, kamu sudah terbiasa tinggal di Luar Negeri, apa kamu tertarik menjalin hubungan dengan pria-pria seperti itu?" Nev justru semakin tertarik dengan pembahasan ini, dia bertanya terus menerus sembari menghabiskan makan siangnya yang disuapi oleh Raya.
Raya menggeleng. "Tidak terlalu, sebenarnya saya lebih suka produk lokal, tapi jika ada yang campuran, itu boleh juga." kelakar Raya sembari tertawa kecil.
Nev mengulumm senyuman demi mendengar ujaran kejujuran yang dilontarkan Raya itu. Sedikit banyak, dia merasa lega bahwa Raya tidak tertarik pada Reka.
Itu berarti, Reka bukanlah rivalnya. Tapi ... tunggu dulu, memangnya sejak kapan dia menyatakan jika Reka akan menjadi rivalnya?
Entahlah, intinya Nev merasa jauh lebih baik sekarang, daripada pagi tadi saat melepas kepergian Raya bersama Reka.
Nev melirik Raya sesekali, wanita yang sekarang diam itu terlihat tidak jengkel padanya hari ini. Mungkin karena hari ini dia tak mau mengeluarkan jurus untuk mengerjai Raya.
Mungkin lain kali lagi, tidak hari ini.
Nev melihat ponsel Raya yang diletakkan dimeja setelah menerima panggilan tadi,
Ponsel itu adalah ponsel yang kemarin Nev belikan untuk wanita ini. Namun... ada yang lupa, ya, dia lupa sesuatu dan harus segera menanyakannya sebelum kembali terlupa.
"Berapa nomor ponselmu, Raya?"
Raya mengadah padanya sejenak, kemudian menatap ponselnya diatas meja.
"Oh, ya... Tuan pasti memerlukan nomor saya." kata Raya tersenyum.
"Ini," Raya memberikan ponselnya pada Nev, meminta pria itu mengetikkan nomornya sendiri disana.
Setelah itu Raya menghubungi nomor yang tertera-- agar nanti Nev menyimpan nomor pribadinya.
Nev mengambil ponselnya sendiri yang baru saja dihubungi Raya.
Melihat nomor Raya yang belum memiliki nama-- sedang melakukan panggilan ke ponselnya.
"Ayo kita beri nama yang cocok untuk nama kontakmu di handphone-ku." kata Nev dengan seringaian jahil-nya.
Raya hanya terkekeh menanggapinya.
"Kamu mau aku beri nama siapa disini?" tanya Nev sembari mulai mengetik-ngetik di poselnya sendiri.
"Terserah anda, Tuan." kata Raya pasrah.
Nev menyunggingkan senyuman sambil tetap terpaku pada layar ponselnya, lalu setelah selesai dengan hal-nya, diapun menunjukkan ponsel miliknya pada Raya.
Raya melihat ponsel Nev, ternyata Nev ingin memamerkan nama kontak Raya yang sudah dibubuhi nama oleh pria itu.
"Miss Donald Duck?" Raya menatap Nev dengan mata membulat saat membaca nama kontaknya di ponsel Nev.
Nev terkekeh kencang. "Bagus, tidak?"
Raya mencebik. "Apa tidak ada nama lain?" tanyanya lesu.
"Kamu bilang terserah aku." jawab Nev pongah.
"Kalau begitu, lihat pembalasanku, Tuan." gumam Raya seketika itu juga mengambil ponselnya sendiri.
Nev jelas-jelas mendengar ucapan Raya itu, dia terbahak karena Raya berani mengucapkan kalimat seperti itu dihadapannya -- walaupun itu hanya gumaman kecil, tapi tetap saja Nev mendengarnya, kan?
Raya mulai serius pada ponselnya, mencari panggilan keluar dan menemukan dengan mudah nomor asing yang adalah nomor milik sang Tuan.
Kemudian, dengan rasa ingin membalas kelakuan Nev, diapun menamai nomor ponsel Nev dengan nama yang membuatnya terkekeh sendiri.
"Coba lihat, nama apa yang kamu beri untukku?" Nev ingin mencuri-curi lihat di ponsel Raya.
Raya langsung beringsut, urung memberi tahu Nev nama apa yang dia berikan untuk kontak pria tampan itu.
"Aku mau melihatnya, Raya." kata Nev memaksa.
Raya menggeleng sembari mengulumm senyuman.
"Ayolah, Raya. Biarkan aku melihat namaku di ponselmu." kata Nev lagi mencoba membujuk.
Raya menyembunyikan ponselnya kebelakang tubuhnya sendiri hingga Nev semakin mendekat padanya untuk meraih ponsel itu.
"Tidak, Anda tidak boleh melihatnya." kata Raya terkikik.
Nev gemas sendiri dengan ulah Raya, hingga akhirnya dia mengambil sikap semakin memangkas jarak diantara mereka, walaupun itu membuat dirinya gugup sendiri karena dalam jarak dekat ini dia bisa menghidu aroma tubuh Raya yang memabukkannya.
Tiba-tiba Raya menghentikan tawanya, mereka sama-sama terdiam dan memandang satu sama lain dalam jarak dekat.
Menolak pesona Nev, tidak bisa Raya lakukan.
Begitupun Nev, menghentikan sesuatu yang sudah terlanjur, tidak mungkin dia biarkan begitu saja.
Maka, saat jarak hanya tersisa beberapa senti dan keadaan tak bisa diajak berkompromi.
Hanya satu yang bisa menghentikan keduanya yakni akal sehat.
Tapi, akal sehat siapa yang lebih dulu menang dan mampu mencairkan suasana?
Alarm dikepala Raya berbunyi, menderu-deru dan terdengar nyaring untuk mengingatkannya.
Raya lebih dulu menang dan menguasai keadaan.
"Tu-tuan ... bi-bisa melihat ponsel saya." kata Raya sembari mendorong pelan dada bidang Nev yang sudah berjarak sangat dekat dengan tubuhnya.
Raya menyadarkan Nev lebih dulu. Begitu usai dengan kalimatnya, wanita itu pun mengibas-ngibaskan ponselnya didepan wajah Nev sembari beringsut untuk menjaga jarak.
Nev menyadari keadaan dan langsung mengambil ponsel Raya untuk mencairkan suasana yang sempat akward tadi.
Nev berdehem-dehem sebelum memulai kalimatnya saat menatap layar ponsel Raya.
"Baiklah, kamu benar-benar menamaiku si Tuan Manja." kata Nev kemudian.
Raya mengangguk dan tidak bisa mengucapkan kata apapun lagi sekarang.
Nev mengembalikan ponsel Raya dan Raya menerima itu.
Keadaan mendadak canggung, mereka sama-sama tidak tahu harus apa sekarang akibat kejadian intens yang singkat namun berhasil membuat keduanya larut dalam sekejap.
"Kamu tidak makan?" tanya Nev, dia menyadari sejak tadi Raya hanya menyuapinya saja.
"Saya tadi sudah makan, menemani Papa makan di polres." jawab Raya.
Nev pun mengangguk kemudian meminum sisa air minumnya yang belum habis.
...Bersambung ......
...Jangan lupa like, komentar, vote dan hadiah ya. Jadikan favorite juga💕...