Jatuh cinta pada pria yang tak dikenal, itulah yang dirasakan Khanza.
Hanya dengan melihatnya dari kejauhan.
Setelah lima tahun tak pernah melihat sosok Cinta pertamanya, mereka kembali di pertemukan.
Khanza tak menyangka jika mereka akan dipertemukan kembali sebagai atasannya.
"Maukah kau menikah denganku," kalimat yang keluar dari mulut pria yang menjadi cinta pertamanya itu seolah membuat Khanza melayang.
Apakah mereka akan bahagia bahagia? Tentu saja, apalagi mengetahui ada janin yang sedang berkembang di rahimnya, bulan kedua pernikahannya.
Bermaksud ingin memberi kejutan, justru dialah yang mendapat kejutan dari suaminya.
"Kau boleh meminta apa saja, tapi jangan memintaku meninggalkannya. Aku mencintai dirimu dan dirinya."
'HANCUR' saat suaminya mengatakan jika ia telah menikah sebelum menikahinya.
Istri Keduanya, itulah kedudukannya.
Mampukah Khanza berbagi cinta dengan wanita lain ...?
Akankah ia menerima atau justru harus pergi dari cinta pertamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu hanya untuk ku.
Saat siang hari Abizar diajak kakek untuk berjalan melihat-lihat kampung dan mereka mampir ke kebun kakek, melihat tanaman sayuran kakek.
"Mayoritas di kampung ini petani ya, Kek? tanya Abizar melihat hamparan sawah yang membentang begitu luas sejauh mata memandang, hamparan hijau padi yang baru ditanam sungguh sangat menyegarkan mata.
"Iya, Kakek juga punya sawah, tapi kaki sudah tidak sanggup untuk mengurusnya, hanya menanam beberapa sayuran yang bisa Kakek lakukan. Hasil panennya bisa dijual ke tetangga begitu juga hasil panen buah-buahan."
"Apa itu cukup untuk membiayai sehari-hari kakek?" tanya Abizar.
Kakek tertawa, "Tentu saja tidak cukup, itu hanya agar kakek tidak tinggal di rumah. Kakek ingin terus bekerja selagi kakek bisa, walau hasilnya sedikit itu sudah cukup. Setidaknya kakek punya penghasilan dan tak memberatkan anak-anak. Bekerja walaupun tak seberapa, tapi kakek beruntung kakek punya anak dan cucu yang baik yang selalu mengirimkan kakek uang walau tak seberapa. Banyak teman-teman kakek yang memiliki anak sukses di kota, mereka hidup dengan bergelimangan harta, tapi mereka lupa akan orang tua mereka di kampung. Coba kamu lihat bapak yang disana itu," tunjuk kakek pada seorang kakek tua yang terlihat berjongkok membersihkan rumput di area persawahan nya. "Anaknya tinggal di kota, dia memiliki 2 orang anak. Dia menjual semua harta bendanya untuk menyekolahkan anak-anaknya, tapi lihat apa yang mereka lakukan. Setelah sukses dan menikah mereka melupakan orang tuanya. Mereka pergi dan tak pernah kembali lagi, jangankan mengirim uang, saat lebaran saja mereka tak pernah datang untuk mengunjungi orang tua mereka dengan alasan pekerjaan," ucap kakek merasa prihatin melihat salah satu sahabatnya yang sering bercerita keluh kesah kepada nya.
"Kakek beruntung, memiliki anak dan cucu yang menyayanginya kakek," lanjut kakek.
"Apa Khanza sering mengirimi kakek uang, ya," batin Abizar yang merasa bersalah. Selama mereka menikah ia tak sekalipun mengingat jika Khanza masih memiliki kakek dan nenek, pengganti orang tua nya dan tak pernah mengirimi sepeserpun kepada mereka.
Kakek dan Abizar terus berjalan-jalan mengitari perkebunan memetik beberapa buah yang sudah matang untuk dibawa pulang sambil terus berbincang. Kakek juga memetik beberapa sayuran untuk lauk mereka nanti malam.
Abizar sedikit demi sedikit membantu kakek, walaupun ia sedikit kesulitan berjalan di jalan yang becek dan berlumpur.
Di rumah, saat Abizar sedang ke kebun, Khanza memilih untuk beristirahat di kamarnya, ia melihat album foto almarhum kedua orang tuanya. Khanza mengusap pelan foto tersebut dimana kedua orang tuanya tersenyum manis sambil menggendong dirinya yang masih berusia tiga atau empat tahun. Dia terlihat begitu sangat bahagia di gedongan Papanya.
Begitu banyak foto keseruan Khanza bersama dengan papa dan Mamanya sewaktu ia kecil.
"Apa aku bisa membesarkan bayiku sendiri, aku bisa merasakan bagaimana rasanya tak memiliki kasih sayang dari kedua orang tua walau mereka meninggalkanku saat aku sudah dewasa.
Khanza masih ingat bagaimana sosok papa yang begitu berharga dalam hidup nya sewaktu kecil, Khanza Lebih dekat dengan Papanya dibanding mamanya. Khanza begitu dimanja oleh Papanya, tiba-tiba ia merasa takut jika bayinya kelak tak mendapat kasih sayang dari Abizar, papanya. Bagaimana jika anaknya kelak menanyakan padanya mengapa ia memisahkannya dari Papanya, jawaban apa yang harus aku berikan. Pertanyaan-pertanyaan itu semakin memberatkannya untuk berpisah dari sesok Abizar.
Khanza tersentak saat mendengar pintu kamar terbuka dengan, cepat ia berbalik dan melihat Siapa yang datang.
"Kak, Abi," ucap Khanza yang melihat Abizar dengan pakaian yang sangat kotor.
"Aku ingin mandi, berikan pakaianku," ucap Abizar.
"Kakak dari mana?" tanya Khanza yang melihat kondisi Abizar.
"Aku berjalan-jalan dengan kakek," jawab Abizar, mengambil pakainya yang diberikan oleh Khanza.
"Mau aku siapkan air?" tanyanya.
"Tidak usah, istirahatlah aku bisa sendiri," ucap Abizar kemudian berlalu keluar.
Khanza membereskan foto yang tadi dilihatnya.
Abizar yang telah mandi menghampirinya.
"Aku buatkan kopi ya, Kak," ucap Khanza ingin keluar. Namun Abizar menggenggam lengannya dan memintanya untuk duduk di samping nya..
Abizar memandang lekat pada Khanza.
"Apa maksudmu tadi pagi, menjawab pertanyaan nenek jika kita akan tinggal lebih lama di sini."
Khanza terdiam dan menunduk.
Abizar mengangkat dagu Khanza agar bisa menatap kembali padanya, "Katakan padaku, apa maksudmu tadi, apa kamu berencana ingin tinggal disini?"
"Iya, Kak. Aku ingin tinggal disini," jawabnya singkat.
Abizar tertawa,
"Apa maksudmu kau ingin tinggal di sini dan bagaimana denganku?"
"Kakak bisa kembali!"
"Kembali, semudah itu kau mengatakan aku bisa kembali?"
"Kakak punya Mbak Farah yang akan mengurus kakak, kakak bisa datang kapan saja jika ingin menjenguk ku," ucap Khanza dengan suara bergetar.
"Apa kau pikir aku bisa berpisah denganmu, dengan kalian. Khanza, apa kau sadar apa yang kau katakan? Sebentar lagi kau akan melahirkan anakku, anak kita. Jangan bilang kau akan melahirkan di sini dan pakaian bayi yang kau bawah itu pakaian untuk bayi kita?!"
Khanza mulai terisak,
"Maaf Kak, Khanza tidak sanggup lagi hidup serumah dengan Mbak Farah. Mbak Farah orang yang baik, dia selalu berbuat baik padaku , perhatikan padaku. Aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri, tapi sangt sakit mengetahui jika mbak Farah itu juga istri Kakak, aku tak sanggup, Kak. Aku mohon bebaskan aku dari penderitaan ini, semua ini sungguh sangat menyakiti ku," ucap Khanza memohon dengan lelehan air matanya.
"Khanza percayalah padaku, aku sangat mencintaimu. Aku tak akan membiarkanmu pergi dariku."
"Kak, aku juga sangat mencintaimu, tapi aku tak sanggup, Kak," ucap Khanza semakin mengeras kan isakannya.
"Khanza, jangan seperti ini. Aku akan melakukan apa yang kau minta, baiklah kita akan tinggal di sini," ucap Abizar menggenggam erat tangan Khanza.
Khanza tersenyum pahit. "Kakak yakin bisa tinggal disini selamanya?" ucap Khanza menatap Abizar.
Abizar terdiam.
"Kak, aku tau kakak mencintaiku dan juga mbak Farah, aku percaya kakak bisa membagi cinta secara adil. Namun hatiku tak sekuat mbak Farah yang bisa menerima kenyataan ini."
"Khanza, pikiran baik-baik, pikirkan anak kita. Dia membutuhkan kita berdua."
"Hati aku benar-benar sakit, Kak. Kenapa kakak tak jujur sejak awal jika kakak sudah menikah. Apa kakak tau, aku sangat mencintai kakak, hatiku hancur mendengar kenyataan pahit ini,hatiku terasa teriris saat kakak tidur dengan mbak Farah. Kalau kakak pikiran aku egois, iya aku egois. Aku tak ingin kakak berhubungan dengan mbak Farah, aku ingin kakak hanya milikku, hati dan tubuh kakak hanya milikku," ucap Khanza tak bisa lagi membendung tangisannya.
Abizar membawa Khanza kepelukannya,
"Jangan seperti ini," ucapannya semakin mempererat pelukannya.
"Kamu jahat, Kak. Kamu jahat. Hatiku sakit, aku tak ingin berpisah dari mu, tapi aku tak ingin merasakan sakit ini seumur hidupku, sakit setiap melihatmu dan mbak Farah bersama. Membayangkan apa yang aku alami juga dialami mbak Farah." Tubuh Khanza bergetar mengeluarkan semua rasa sesak di dadanya.
Abizar tak tau harus berkata apa.
Suara ketukan pintu membuyarkan rasa sakit mereka. Khanza lupa jika nenek dan kakeknya bisa saja mendengar tangisannya.
"Khanza ada apa, kamu baik- baik saja," ucap nenek dari balik pintu.
"💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏
Beri dukungan kalian ya, Kak. LIKE, VOTE DAN KOMENNYA.
Salam dariku Author m anha ❤️😘
Love you all 💕💕💕
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
agak gemesh sma visual karakternya. realitanya gk ada yg 100 mw d madu wlau mlut brkata iya n brkata akn adil