Inayah Ayudia seorang gadis polos berusia 21 tahun, menjadi sekretaris dari seorang Pimpinan Perusahaan Property terbesar di kota Jakarta, bernama Ibrahim Arsenio Cipta berusia 28 tahun.
Karena keseringan bersama, lama kelamaan antara Bos dan Sekretaris itu saling membutuhkan satu sama lain. Akankah tumbuh perasaan cinta diantara mereka, dan apakah hubungan mereka berjalan dengan mulus ketika ada perbedaan status sosial?
Mampukah Inayah yang berasal dari keluarga sederhana masuk kedalam kehidupan seorang Ibra yang berlimpah dan bergelimang harta. Simak kisah mereka ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadilah Temanku
"Terimakasih," Ucap Ibra pada pelayan tersebut.
Ibra mengambil pisau dan garpu lalu mulai memotong kecil-kecil steak tersebut, setelah itu menyodorkannya pada wanita yang sedang cemberut di hadapan nya.
"Makan!" Ucapnya.
"Apa ini juga perintah?" Inayah tersenyum sinis.
"Tentu saja," ucap Ibra singkat kemudian mulai menikmati steak di hadapan nya.
Akhirnya Inayah menuruti perintah Ibra, ia memakan steak yang sudah di potong menjadi kecil-kecil itu, dengan mudah Inayah memakan nya dengan menggunakan garpu. Selama makan, mereka hanya diam tanpa bicara. Lalu Ibra membuka pembicaraan,
"Nayah,"
"Ya?"
"Aku dan Camila hanya sahabat, nggak lebih, dia banyak membantuku selama aku di New York. Setelah aku pulang ke Indonesia, mungkin kami nggak akan pernah ketemu lagi," Jelasnya.
"Pak?" Inayah mengerutkan dahinya, setelah mendengarkan penjelasan Ibra.
"Hem?"
"Kenapa Bapak menjelaskan itu pada saya, saya kan nggak bertanya apapun, dan itu bukan urusan saya."
"Aku cuma nggak mau kamu salah paham,"
"Kalau pun saya salah paham, kenapa Bapak harus ambil pusing?"
Ibra mengehela nafas,
"Wah ternyata kamu benar-benar bodoh." Ibra tersenyum geram.
"Ya, saya memang bodoh, saya baru tahu ternyata sahabatan bisa mengucapkan kata-kata mesra seperti itu." Inayah menyindir Ibra sambil menaikkan alisnya.
"Kamu tahu kan budaya luar? kalimat-kalimat seperti tadi Itu udah biasa diucapkan walau hanya sebatas teman,"
"Ya saya tau, bahkan berciuman tanpa ikatan juga biasa," Balas Inayah.
"Begitulah, tolong jangan salah paham padaku." ucap Ibra pelan sambil menatap mata Inayah.
"Cukup Pak nggak usah di bahas lagi, sejak kapan kita sering membicarakan hal-hal pribadi seperti ini."
"Sejak hari ini, mau kah kamu menjadi temanku untuk berbagi cerita? maksudku hubungan kita bukan hanya sekedar Bos dan sekretaris, jadilah temanku." Ucap Ibra dengan hati-hati.
Apa? jadi teman nya? nggak salah dengar?
"Jika ini adalah perintah, maka saya bersedia menjadi teman Bapak," Ucap Inayah.
"Ehm, maka mulai hari ini, jika kita hanya berdua. Kamu cukup mamanggilku dengan nama saja,"
Inayah terbelalak mendengar pernyataan Ibra.
"Nggak mungkin Pak saya manggil Bapak dengan nama saja, saya tahu usia Bapak jauh lebih tua dari saya,"
"Lalu kamu mau memanggilku dengan sebutan Om? aku belum terlalu tua Inayah, aku masih 28 tahun."
"Boleh juga, sebutan Om." jawab Inayah tersenyum.
"Jangan bercanda kamu! bagaimana kalau seperti saat kita pertama kali bertemu? kamu memanggilku seperti itu saja."
Inayah mengingat-ingat dimana mereka pertama kali bertemu,
"Pertama bertemu? waktu saya dipindahkan tugas keruangan Bapak?"
"Hei, apa kamu lupa pagi itu kamu menabrak ku karena sibuk bermain ponsel, dan kamu juga mencoba menyentuh tanganku saat di lift." Ucap Ibra sambil menyentil pelan kening Inayah.
"Aw, oh waktu itu.. iya..iya..," Inayah mulai mengingat dimana pertama kali mereka bertemu.
"Ingatanmu benar-benar lemah,"
"Mas? begitukah saya harus merubah panggilan untuk Bapak?"
"Ya," Jawab Ibra singkat.
"Baiklah Pak,"
"Apa kamu bilang barusan?"
"Baiklah Mas Ibra,"
"Bagus," Ucap Ibra seraya tersenyum.
Ya ya aku ikuti saja semua kemauanmu bos, asal masih dalam batas wajar.
Ponsel Ibra berdering, ia segera meraih ponselnya dari saku jasnya.
Ridwan memanggil
--- Dalam Panggilan ---
"Halo,"
"Lo dimana? banyak berkas yang harus di tanda tangani,"
"Gue lagi makan diluar, oke sekarang gue balik ke kantor."
"Gue tunggu di ruangan lo,"
--- Panggilan berakhir ---
Ibra pergi ke kasir untuk membayar, sementara Inayah langsung menuju mobil.
***
Sesampainya di kantor, setelah memarkirkan mobilnya,
"Mas Ibra, sebaiknya naik ke atas duluan setelah itu aku menyusul," Ucap Inayah, kali ini ia benar-benar mengubah panggilan nya pada Ibra jika mereka sedang beruda, dan bicara mereka santai benar-benar seperti berteman.
"Memangnya kenapa?" Tanya Ibra dengan nada tak suka.
"Aku cuma nggak mau orang-orang salah paham, karena melihat kita terlalu sering berdua." Jawabnya.
"Biarkan saja mereka berpikir dan pusing dengan pikiran nya sendiri, lagian jika mereka berpikiran aneh-aneh tentang kita apa salahnya, aku masih lajang, dan kamu juga, memangnya ada larangan antara bos dan sekretaris punya hubungan yang lebih?" Ibra mendekatkan wajahnya pada Inayah, semakin mendekat dan tangannya juga mengarah pada bagian tubuh Inayah.
"Mau ngapain?" Tanya Inayah dengan nada kasar.
"Ayo turun!" Ucap Ibra setelah membukakan sabuk pengaman yang melekat pada Inayah.
Inayah menghela nafas. Mau tak mau ia harus mengikuti perkataan Ibra.
Inayah berjalan menunduk, mengikuti langkah Ibra, kemudian mereka masuk lift bersama. Mereka sudah tiba diruangan, Inayah langsung duduk di kursinya. Sementara Ibra langsung masuk keruangan nya untuk menemui Ridwan yang sudah berada disana, dan ternyata disana juga ada Yasmin yang sedang membantu pekerjaan Ridwan.
"Makan sama siapa lo?" Tanya Ridwan.
"Sama teman," ucapnya.
"Siapa? persaaan lo nggak punya teman deh disini,"
"Ah lo nggak perlu tahu," jawab Ibra.
"Hem, ini berkas yang harus lo tanda tangani, tapi sebelumnya di baca dulu," Kata Ridwan sambil menyerahkan sekitar dua belas map berisikan berkas yang barus di tanda tangani Ibra.
"Sebanyak ini?" Tanya Ibra.
"Ini belum ada apa-apanya, bahkan dulu Mas Insan pernah menandatangani sekitar lima puluhan berkas dalam sehari." Ucap Ridwan.
Lalu Ibra langsung membuka satu persatu berkas tersebut, membaca kemudia menandatangani.
"Pak, ini laporannya sudah selesai," Ucap Yasmin kemudian menyerahkan laptop ke Ridwan.
"Ya, terimakasih cantik. kamu boleh turun sekarang," saat Ridwan mengucapkan itu, seklias Ibra melirik ke arah Ridwan dan menggeleng.
Kemudian Yasmin melangkah pergi dari ruangan itu, "Ina," ucapnya saat melihat Inayah.
"Yasmin kamu disini?"
"Iya aku bantuin Pak Ridwan tadi, dan sekarang udah selesai, kamu lagi santai?"
"Ah enggak juga, kamu udah makan siang?"
"Udah tadi sama Pak Ridwan," jawab Yasmin.
"Ehm kayaknya ada yang bakalan cinlok nih," kata Inayah.
"Haha, sepertinya begitu." jawab Yasmin, "Banyak yang pingin aku ceritakan ke kamu deh, ke kalian." lanjutnya lagi.
"Iya aku juga, tapi kita belum ada waktu yang tepat," jawab Inayah.
Kemudian mereka berbincang banyak hal, padahal mereka bekerja dalam satu gedung, tapi entah kenapa rasanya seperti berjauh-jauhan karena kesibukan masing-masing.
***
Kira-kira, ada yang baper nggak baca novel ini? 😌
kerja apapun
mSak tidur di jam kerja
dan LG Inayah ini gak ada sopan2 nya sama atasan
wajar Ibra bilang gak tau diri