NovelToon NovelToon
My Boss, My Past, My Sin

My Boss, My Past, My Sin

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / Bad Boy / One Night Stand / CEO / Hamil di luar nikah / Cintapertama
Popularitas:17.8k
Nilai: 5
Nama Author: Yudi Chandra

Tujuh belas tahun lalu, Ethan Royce Adler, ketua geng motor DOMINION, menghabiskan satu malam penuh gairah dengan seorang gadis cantik yang bahkan tak ia ketahui namanya.

Kini, di usia 35 tahun, Ethan adalah CEO AdlerTech Industries—dingin, berkuasa, dan masih terikat pada wajah gadis yang dulu memabukkannya.
Sampai takdir mempertemukannya kembali...

Namun sayang... Wanita itu tak mengingatnya.

Keira Althea.

Cerewet, keras kepala, bar-bar.
Dan tanpa sadar, masih memiliki kekuatan yang sama untuk menghancurkan pertahanan Ethan.

“Jangan goda batas sabarku, Keira. Sekali aku ingin, tak ada yang bisa menyelamatkanmu dariku.”_ Ethan.
“Coba saja, Pak Ethan. Lihat siapa yang terbakar lebih dulu.”_ Keira.

Dua karakter keras kepala.
Satu rahasia yang mengikat masa lalu dan masa kini.
Dan cinta yang terlalu liar untuk jinak—bahkan ol

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudi Chandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27

Lapangan itu akhirnya kosong. Suara riuh siswa yang tadi berbisik-bisik saat hukuman sudah berganti dengan gema langkah kaki yang menjauh. Hanya tersisa bau rumput yang dipijak berkali-kali, suara angin yang menyentuh dedaunan, dan sisa panas di kulit yang menjadi bukti bahwa pagi ini benar-benar terjadi.

Aiden berjalan pelan menuju gedung kelas tanpa menoleh ke belakang. Tangannya masuk ke saku, langkahnya stabil seperti biasa. Dingin. Terkontrol. Seakan tidak ada yang berbeda.

Namun sebenarnya—

Ada sesuatu yang masih tertinggal di dadanya.

Tatapan itu.

Bukan tatapan guru yang marah.

Bukan tatapan siswa yang mengejek.

Bukan tatapan segan dari orang-orang yang takut padanya karena statusnya sebagai ketua Reign.

Bukan pula tatapan kagum dari para siswi yang mengidolakannya karena wajah tampannya.

Tapi tatapan yang… berbeda.

Hangat. Berat. Penuh emosi yang tidak bisa ia pahami.

Seorang pria berdiri di samping kepala sekolah tadi. Tinggi. Berwibawa. Terlalu tenang untuk ukuran orang biasa. Auranya tidak berisik, tidak mencolok, tapi seolah mengisi seluruh ruang hanya dengan keberadaannya.

Dan yang paling mengganggu adalah satu fakta sederhana.

Wajah pria itu… terasa familiar.

Bukan seperti pernah melihatnya langsung.

Tapi seperti pernah memimpikannya.

Atau seperti sedang menatap bayangan dirinya sendiri dari masa depan.

“Selain hari itu... apa gue pernah ketemu dia sebelumnya?” gumam Aiden pelan, nyaris tak terdengar bahkan oleh dirinya sendiri.

Di dalam kelas, guru sudah mulai menjelaskan pelajaran. Spidol digoreskan di papan tulis, membentuk angka dan rumus yang membosankan. Beberapa murid mencatat. Yang lain menguap. Ezra, yang duduk di belakang Aiden, mendorong bahunya pelan dengan ujung pulpen.

“Lo ngelamun, Bos. Kepala lo masih di lapangan?”

“Ngaco,” jawab Aiden singkat.

“Lo yakin? Ada cowok keren tadi, lo malah kayak orang kena hipnotis.”

Aiden tak menanggapi. Tapi dalam kepalanya, gambar itu muncul lagi.

Sosok itu berdiri di bawah atap koridor. Jas gelap, tatapan tajam, bahu tegap. Dan di antara kerumunan siswa bandel yang sedang dihukum, ia… hanya melihat Aiden.

“Kenapa dia natap gue kayak gitu?” pikirnya.

Tidak ada rasa takut.

Yang ada… seperti melihat seseorang yang telah lama hilang.

Dan anehnya, Aiden tidak merasa terancam.

Ia merasa… dikenal.

Perasaan itu terlalu asing untuk ia akui. Bahkan pada dirinya sendiri.

Saat jam pelajaran berakhir, Aiden tidak menuju kantin bersama yang lain. Ia berbelok ke ruang kosong di belakang laboratorium komputer—tempat favoritnya setiap kali ingin sendiri.

Ruangan itu sempit, tapi tenang. Hanya ada satu meja, satu kursi, dan sebuah laptop yang selalu ia simpan di sana. Bukan laptop sekolah. Miliknya sendiri. Dirakit sebagian, dimodifikasi sendiri, diperkuat sendiri.

Ia menyalakannya.

Layar menyala biru tua, lalu hitam, lalu muncul baris kode yang bergerak cepat. Jari-jari Aiden menari di atas keyboard seolah memiliki pikirannya sendiri.

Ia tidak tahu persis kenapa ia melakukannya.

Yang ia tahu hanya satu:

Ia ingin tahu siapa pria itu.

Beberapa kata kunci ia masukkan:

“Pria pagi ini Adlerion Academy juri kehormatan”

Lalu dikembangkan.

“CEO AdlerTech”

“Pewaris keluarga Adler”

“Ethan… Royce Adler?”

Satu nama muncul.

Ethan Royce Adler — CEO AdlerTech Industries.

Layar menampilkan siluet formal, artikel bisnis, berita investasi, ekspansi perusahaan, kerja sama global, inovasi teknologi, paten otomotif terbaru.

Namun Aiden sama sekali tidak tertarik pada semua itu.

Yang ia lakukan justru menggulir ke bawah.

Mengabaikan prestasi. Mengabaikan kekayaan.

Lalu membuka bagian yang jauh lebih tersembunyi.

Data Keluarga.

Tangannya berhenti sepersekian detik di udara.

Nama yang muncul di layar:

Ayah: Edmund Kael Adler

Ibu: Helena Grace

Jantung Aiden—untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama—berdetak sedikit lebih cepat.

Adler.

Nama sekolahnya.

Nama yayasan.

Nama yang terpampang di setiap sudut bangunan.

Namun yang lebih aneh bukan itu.

Yang membuat dadanya terasa berat adalah—entah kenapa—nama itu terasa… dekat.

Edmund Kael Adler.

Helena Grace.

Nama itu seperti pernah dipanggil dari kejauhan. Seperti suara samar di tengah mimpi yang tidak bisa diingat dengan jelas saat bangun.

“Edmund… Helena…” ucapnya perlahan.

Ada sesuatu dari dua nama itu yang menyentuh bagian terdalam dari dirinya. Bukan logika. Bukan memori. Tapi semacam insting yang tidak bisa dijelaskan.

Ia kembali menatap foto Ethan di layar.

Lama.

Sangat lama.

45 tahun? 40? 35-an akhir?

Angkanya tidak penting.

Yang penting adalah…

Rahang yang sama.

Garis alis yang sama.

Cara menegangnya otot di sekitar mata… sangat mirip.

Terlalu mirip untuk sekadar kebetulan.

“Ini gila…” bisik Aiden, tapi bukan dalam nada takut. Lebih seperti heran.

"Apa mungkin dia...?"

Jantung Aiden berdetak cepat.

Jari-jarinya kemudian mengeklik folder lain yang tersembunyi.

Sebuah folder bernama: REIGN//PRIVATE

Di dalamnya ada berbagai data yang ia kumpulkan bertahun-tahun. Informasi yang bahkan tidak dimiliki polisi: jaringan geng motor, rekam jejak bisnis gelap, aliran uang, koneksi bayangan.

Ia mengetik satu perintah lagi:

MEMORY TRACE: FEELING MATCH — FACE

Sistem mengolah data berdasarkan algoritma yang ia kembangkan sendiri: penyelarasan genetik visual berdasarkan resonansi emosi.

Hasilnya muncul dalam bentuk indikator.

MATCHING SCORE: 87%

Aiden terdiam.

Bukan cemas.

Bukan panik.

Melainkan… hening.

Seakan sesuatu yang selama ini tertidur di dalam dirinya, perlahan membuka mata.

“Siapa lo sebenarnya… Ethan Royce Adler?” tanyanya pada layar.

Namun suatu bagian kecil di dalam dirinya sudah tahu jawabannya.

Itulah sebabnya ia tak merasa terancam.

Itulah sebabnya tatapan pria itu tak membuatnya ingin menghindar.

Itulah sebabnya, di lapangan tadi, tanpa sadar jantungnya berdetak sedikit lebih lambat… lebih tenang… saat mata mereka bertemu.

Seperti berada di dekat rumah.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Aiden merasakan sebuah perasaan yang tak pernah ia kenali sebelumnya.

Bukan marah.

Bukan dingin.

Bukan kemarahan atau dendam.

Melainkan…

Ikatan.

Ikatan yang bahkan belum memiliki nama.

Ia menutup laptop perlahan.

Langkah kakinya bergema di ruangan kosong saat ia berdiri.

Di dalam dadanya, sesuatu bergejolak. Tapi wajahnya tetap sama: dingin, datar, terkunci.

“Hm… kalau gitu…” gumamnya lirih,

“Gue juga mau tahu… siapa gue buat lo nanti, Ethan Royce Adler.”

Dan di luar jendela, angin bertiup pelan.

Seolah membawa bisikan satu garis takdir yang baru saja mulai bergerak.

...----------------...

Aula utama Adlerion Academy hari itu berubah menjadi ruang pamer gagasan. Di sepanjang dinding, papan besar dipenuhi kertas desain, sketsa rancangan mobil, diagram rangka, hingga konsep futuristik yang berani. Bau kertas bercampur tinta spidol permanen memenuhi udara. Suara pelan percakapan para guru dan juri terdengar bersahut-sahutan, namun bagi Ethan, semuanya seperti meredup.

Matanya hanya fokus pada satu titik.

Satu lembar kertas.

Putih bersih. Ditempel sedikit miring di tengah papan, seperti tak sengaja. Namun justru itulah yang membuatnya mencolok. Coretan garisnya tegas. Tidak ragu. Setiap lekuk body mobil tampak mengalir, agresif tapi elegan. Konsep aerodinamisnya tidak sekadar indah, tapi benar-benar fungsional hingga ke detail terkecil.

Ethan melangkah mendekat tanpa sadar.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Semakin dekat, semakin jelas baginya bahwa ini bukan hasil pemikiran anak sekolah biasa. Ini adalah desain dari seseorang yang tidak hanya memahami mobil… tapi mencintainya. Memahami bagaimana angin akan membelah udara ketika kecepatan mencapai batas maksimal. Memahami pusat gravitasi, distribusi beban, downforce. Semua tertera di sana dalam bentuk garis, sudut, serta catatan kecil yang nyaris tak terbaca oleh orang awam.

Namun bagi Ethan? Itu seperti membaca bahasa ibunya sendiri.

“Siapa… yang menggambar ini…?” gumamnya pelan.

Di sudut pojok bawah kertas, tertulis nama:

Ezra Collins – XII Teknik Otomotif

Alis Ethan sedikit berkerut.

Nama itu tidak memberi reaksi apa pun di dalam pikirannya. Bukan anak seorang petinggi. Bukan dari keluarga besar. Tidak muncul dalam laporan finansial siapa pun. Tak ada satu pun data di kepalanya yang mengaitkan nama itu dengan bakat sebesar ini.

Tapi desain itu… menjerit dengan caranya sendiri.

Seakan ada jiwa yang tertuang di atas kertas itu.

Sesuatu yang liar, jujur, penuh ambisi… dan anehnya—familiar.

“Rowan.”

Suara Ethan pelan, tapi cukup untuk membuat seseorang bergerak dari belakangnya, seperti bayangan yang setia.

Rowan yang entah sejak kapan ada di sana, saya juga tidak tahu.

“Ya, Pak.” Pria itu muncul di sisi kanannya, wajahnya tetap datar, tangan di belakang tubuh seperti biasa.

Ethan tidak menoleh. Matanya masih menatap sketsa di depannya.

“Bicaralah dengan kepala sekolah. Suruh ia memanggil anak yang bernama Ezra Collins. Sekarang.”

“Ke sini?”

“Ke sini. Ke aula. Tidak. Ke ruang tunggu di samping panggung. Aku ingin menemuinya secara pribadi,” katanya tenang, namun mengandung tekanan yang tak bisa diabaikan.

Rowan mengikuti arah pandang Ethan, lalu melihat nama di pojok kertas.

Matanya menyipit sebentar.

“Baik, Pak.”

Ia langsung pergi tanpa bertanya lebih lanjut.

Sementara itu, Ethan berdiri lebih lama di depan desain tersebut. Jarak di antara dirinya dan papan itu kini hanya beberapa sentimeter. Tangannya hampir terangkat, ingin menyentuh kertas itu, namun ia menahannya.

“Anak SMA…” gumamnya nyaris tak percaya. “Lalu darimana dia belajar semua ini?”

Di sampingnya, dua guru otomotif sedang berbisik-bisik.

“Jujur saja, desain itu muncul tiba-tiba saat pengumpulan terakhir. Kami juga kaget,” ujar salah satu.

“Anaknya biasanya santai. Nilainya standar. Tapi begitu ia menyerahkan ini—kami tidak bisa berkata apa-apa lagi.”

Ethan tidak menanggapi mereka. Ia bahkan tidak memastikan itu benar-benar karya Ezra.

Ada yang mengganjal.

Ada sesuatu di dalam desain itu yang terasa… terlalu matang. Terlalu berani. Terlalu presisi.

Seolah bukan karya seorang remaja yang masih bersekolah.

Melainkan seorang yang sudah berkutat bertahun-tahun dengan dunia jalanan, mesin, kecepatan, dan risiko.

Pikiran Ethan—tanpa sadar—membawa satu nama lain ke dalam benaknya.

Aiden.

Anak laki-laki berjaket gelap yang berdiri di bawah terik matahari tadi pagi. Sorot mata tajam. Aura dingin. Dan keberanian yang bisu namun jelas.

“Ck…”

Ethan mengusap rahangnya pelan, berpikir.

“Tidak mungkin…” gumamnya, nyaris tertawa tipis.

Namun seperti hukum alam yang kejam, semakin ia mencoba menepis suatu kemungkinan… semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.

Beberapa menit kemudian, terdengar langkah kaki tergesa mendekat.

Rowan kembali, kali ini ditemani oleh kepala sekolah yang terlihat sedikit gugup.

“Pak Ethan, Ezra sudah kami panggil. Ia sedang dalam perjalanan ke ruang tunggu,” kata kepala sekolah sambil tersenyum canggung.

“Bagus,” jawab Ethan singkat.

Ia lalu melangkah pergi dari papan desain, namun sebelum itu, dadanya terisi sesuatu yang aneh.

Bukan hanya rasa kagum.

Melainkan… rasa memiliki.

Seakan desain itu memang seharusnya berada di tangannya.

Seakan orang yang menggambarnya adalah… bagian dari dunianya.

Atau bahkan dari darahnya sendiri.

“Kalau anak bernama Ezra itu saja yang menghasilkan desain seperti ini…” pikirnya pelan, “Lalu Aiden… sejauh apa sebenarnya kemampuannya?”

Langkahnya mantap menyusuri lorong menuju ruang tunggu. Pikirannya tidak lagi memikirkan siapa yang melihat, siapa yang memperhatikan, atau statusnya sebagai pemilik sekolah.

Yang ada di benaknya hanya satu:

Hari ini, di tempat ini, di sekolah milik keluarganya sendiri,

takdir sedang mulai menunjukkan wajah aslinya.

Dan entah mengapa, jantung Ethan berdebar pelan—untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun.

Bukan karena urusan bisnis.

Bukan karena kekuasaan.

Melainkan karena firasat bahwa…

Ia sedang berdiri di ambang sesuatu yang akan mengubah seluruh hidupnya.

...****************...

 

1
Bu Dewi
up lagi kak😍😍😍😍
Nur Halida
jadi kamu harus menikah sama ethan kei... demi aiden
Yudi Chandra: betul tuh🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
tuh kan ego-mu sendiri yang ngancurin anak mu kei ingin melindungi tapi ternyata melukai
dan itu sering terjadi dikehidupan nyata kita melukai tanpa menyadari
Yudi Chandra: ah udah suhu banget nih kayaknya🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
tuh kan kata aku juga, otor mungkin suhu yang nyamar jadi pemula gaya bahasa nya halus tegas pasti dan terperinci tidak menggebu tapi jelas 🥰
Yudi Chandra: hihihi....jadi besar kepalaku🤭🤭🤭🤭🤭.
tapi aku sedih karena novel ini cuma 2 orang yang kasih bintang 😭😭😭😭
total 1 replies
ollyooliver🍌🥒🍆
bener..maybe kalau batas lima thn, ethan masih diberi kesempatan melihat anaknya tumbuh dewasa..lah ini belasan thn..masa kecil maupun dewasa udah bukan milik ethan anaknya udah tau apa yg terbaik buat dirinha sendiri..ethan hanya bisa memberikan finansial.
Yudi Chandra: Huhuhu.....bener ya. kasian ethan😭😭😭😭
total 1 replies
ollyooliver🍌🥒🍆
sayang sekali sih, apalagi berpisahnya belasan thn..terlalu jauh.
Yudi Chandra: Hihihihi....nggak papa. yang penting hatinya masih dekat🤭🤭🤭
total 1 replies
ollyooliver🍌🥒🍆
harusnya umurnya baru 15 thn, atau hampir masuk 16 kan 17 thn lalu mereka berbuat, masa gk ada proses mengandung berbulan"..ya kalii habis bercinta..jadi anak langsunh melahirkan🙃
Yudi Chandra: hahaha....dunia novel emang kejam🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
ollyooliver🍌🥒🍆
mana ada wanita yg mau tahan sama dante, tingkahnya aja bajingan😌
Yudi Chandra: hahahah...betul tuh betul🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
W .. O...W... banget nih kakak authornya... 😘😘😘
Yudi Chandra: huhuhu...makaciiiiiih🙏🙏🙏🤭🤭🤭🤭😍😍😍😍
total 1 replies
Tya Milik Heru
suka.. 🥰
Yudi Chandra: makaciiiiiih....🙏🙏🙏🙏😍😍
please, jangan lupa kasih bintang ya🤭🤭🤭
biar makin semangat up nya😘😘💪💪
total 1 replies
Santi Seminar
lanjut 🌹
Yudi Chandra: sipppp👍👍👍👍
total 1 replies
Nur Halida
tenang keira mertuamu irang baik kok malah karakternya mirip sama kamu
Yudi Chandra: Hahaha...kan ecek-eceknya dia gak tahu🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
digantung kaya jemuran mending panas cepet kering kalo ujan kaya gini
curhat deh🤣🤣🤣
Yudi Chandra: hahaha.....betul tuh betil🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣
total 1 replies
kagome
karyawan komen top y ini thor
gk cuma ac mati makanya giginya keliatan
tapi dirumahnya lagi mati lampu juga🤣
Yudi Chandra: hahaha.....bisa aja kamu🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
aduhh kei udah deh mempertahankan ego dan gengsi mu itu, nanti kalo Ethan lelah lalu menyerah kamu bakal nyesel seumur hidup
Yudi Chandra: iya tuh iya. nyesel nanges🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
gak tau lagi mau koment apa...semangat thor...💪💪💪
Yudi Chandra: huhuhu..makaciiiiiih🙏🙏🙏🙏😘😘😘
total 1 replies
Nur Halida
berjuanglah ethan .. aku selalu mendukungmu...💪💪💪
Yudi Chandra: Hahaha....aku juga🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nur Halida
ethaaaan. ...aku padamu...😍😍😍😍
Yudi Chandra: aku jugaaaaaa🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
makin cinta deh kei sama om ganteng 🥰
Yudi Chandra: Hihihihi.....aku juga🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Pa Muhsid
aku juga mau seratus juta om ganteng
Yudi Chandra: Hahaha....bisa aja kamu🤭🤭🤭
tapi bener juga sih🤣🤣🤣
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!