Basmara, dalam bahasa sansekerta yang berarti cinta dan tertarik. Seperti Irma Nurairini di mata Gervasius Andara Germanota, sebagai siswa anak kelas 11 yang terkenal Playboy menjadi sebuah keajaiban dimana ia bisa tertarik dan penuh kecintaan.
Namun apalah daya, untuk pertama kalinya Andra kalah dalam mendapatkan hati seseorang, Irma sudah ada kekasih, Andrew, seorang ketua OSIS yang terkenal sempurna, pintar, kaya, dan berbakat dalam non akademi.
Saat terpuruk, Andra mendapat fakta, bahwa Irma menjalani hubungan itu tanpa kemauannya sendiri. Andra bangkit dan memerjuangkan Irma agar sang kakak kelas dapat bahagia kembali.
Apakah Andra berhasil memerjuangkan Irma atau malah perjuangan ini sia-sia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27: Kunci
Ketakutan, itulah yang terlihat jelas diwajah Andrew, membuat Andra yang satu ruangan dengannya kebingungan, tumben orang yang tidak sayang nyawa ini ketakutan.
Kini mereka berdua sedang berada didalam ruang kepala sekolah, setelah dilerai oleh sahabat-sahabat Andra, mereka dipanggil dan dibawa ke ruang kepala sekolah.
Andra menghela napas jengah. "Bu Lia mana sih, katanya kelur bentar doang, lima belas menit gak nyampe-nyampe."
"Kenapa sih lu dari tadi?" tanya Andra sedikit kesal. "Gedeg banget gua, risih banget liatnya."
"Diam!" balas Andrew.
Andra menghela napas kesal. "Udah hape disita, satu ruangan sama orang cemen!" ia menyandarkan tubuh pada sandaran kursi, bosan rasanya menatap kursi kepala sekolah beserta mejanya yang tidak ada pemiliknya itu.
Setelah beberapa menit bengong tidak jelas, pintu ruangan terbuka, terlihat Bu Lia, wanita yang berusia setengah abad lebih dengan cepolan itu menatap tajam kearah Andra dan Andrew, membuat keduanya bergidik ngeri.
Dibelakangnya terdapat Rachel, ia tampak sedikit kecewa, membuat Andra merasa sangat bersalah. Pandangan Andra beralih ke pria disamping Rachel, sangat familiar diingatan. "Alex," lirihnya, hatinya kembali memanas.
Alex, pria itu justru tersenyum melihat Andra yang menatapnya kesal. Rachel mengambil kursi beroda dan duduk disamping Andra, sedangkan Alex duduk disamping Andrew.
"Pak Alex, Bu Rachel, seperti yang saya jelaskan ditelepon, alasan saya memanggil bapak dan ibu karena kedua anak kalian berkelahi disekolah," ujar Bu Lia memecah keheningan yang sempat terjadi.
"Awalnya kami ingin menanyakan penyebabnya terlebih dahulu, namun kami berubah pikiran dan memanggil orang tuanya, siapa tahu mereka jadi lebih terbuka jika bersama orang tuanya," lanjut Bu Lia
"Setelah mendengar penjelasan dari kedua bela pihak, kami akan menentukan mana yang akan di skors seminggu, mana yang di skors tiga minggu dan membayar denda," Bu Lia mengakhiri penjelasannya.
"Terlihat di rekaman cctv bahwa Andra yang menyerang lebih dulu, bisa kamu apa alasannya?" tanya Bu Lia.
Andra terdiam, merangkai kata-kata. "Andrew memukuli teman saya, Irma, dan saya diajari satu hal sama ayah saya, yaitu,” nada Andra merendah. “Kalau ada perempuan dipukul, jangan tanya kenapa. Bela, benar begitu ibu bapak sekalian?”
Andra menyatukan kedua telapaknya, membungkuk kearah Alex. “Mohon maaf pak Alex, saya tau kalau bermain kasar tidak baik, tapi karena anak anda sudah memukuli perempuan, sampai lebam, saya tidak bisa diam saja.”
“Apa benar begitu, Andrew?” tanya Bu Lia.
Andrew terdiam, wajahnya semakin memucat ketika menyadari sang ayah meliriknya tajam. “Ti…tidak bu, saya nggak mungkin memukul irma hingga lebam-lebam, karena Irma adalah kekasih saya, dan saya sangat mencintainya.”
Andra terkekeh pelan, mengalihkan pandangannya kearah lain, terlalu jijik rasanya mendengar kebohongan itu. “Lucu banget,” lirihnya sembari melirik ke Andrew yang menatapnya kesal.
Alex yang mendengar lirihan Andra langsung menghela napas, ini saatnya aku turun tangan, pikirnya. “Ibu Lia, anda tahukan rekam jejak Andrew sebagai siswa dan OSIS? Apakah mungkin Andrew melalukan hal keji itu?”
belum sempat Bu Lia bersuara, Rachel sudah memotong. “Maksud anda anak saya berbohong?”
“Memangnya saya bilang anak anda berbohong?” dalih Alex, membuat Rachel tampak kesal.
Bu Lia menghela napas lelah sembari menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal, mendengar perdebatan orang tua yang membela anaknya benar-benar menguras tenaga.
“Bu, pak, maaf memotong, daripada kalian berdebat yang ujungnya sia-sia, lebih baik kita panggil siswi bernama Irma ini dan menanyakan kebenarannya,” usul Bu Lia.
“Silahkan,” setuju Andra dan Rachel bersamaan, tentu saja mereka setuju, dengan mendatangkan Irma akan mempercepat mereka keluar dari ruangan memuakkan ini.
Berbeda dengan Andra dan Rachel, Andrew tampak semakin ketakutan, bibirnya bergetar, keringatnya mengucur lebih deras. “Si… silahkan.”
Mirip dengan sang anak, Alex tampak kebakaran jenggot, namun langsung ia hilangkan dengan sebuah senyuman. “Silahkan Bu.”
Bu Liat sedikit memiringkan kepalanya, kemudian ia pun tersenyum. “Terima kasih sudah setuju,” wanita yang kacamata persegi dengan tali itu mengeluarkan ponselnya.
“Halo pak, apakah anda sedang berada dikelas 12 mipa 4?” tanya Bu Lia, ia mengangguk ketika mendengar jawaban dari seberang sana. “Bisa tolong bawa murid bernama Irma kesini?”
Bu Lia tersenyum mendengar balasan guru yang ia telepon. “Iya, tolong ya pak.”
Baru saja Bu Lia menutup telepon, Andra langsung melontarkan pertanyaan. “Kira-kira lama nggak Bu, irma datengnya?”
“Apaan sih dra, Bu Lia baru tutup telepon, langsung aja ditanyain, nggak sopan,” tegur Rachel.
Bu Lia tersenyum. “Nggak apa-apa kok bu, nggak terlalu lama kok dra, mungkin 4-5 menit doang.”
Berbeda dengan Andra dan Rachel yang menunggu kedatangan Irma dengan hikmat, Andrew semakin ketakutan, kepalanya sedikit bergetar sembari menggigit kukunya sedari tadi.
Sedangkan Alex? Lelaki itu terdiam, seakan memikirkan berbagai skenario yang mungkin akan terjadi, terlalu santai sebenarnya.
Tok…tok…tok.
“Buka aja pak,” ucap Bu Lia.
Pintu ruangan terbuka, terlihat seorang guru yang sedang menunduk sedikit. “Ini Bu, si Irma,” sang guru menggeser badannya, mempersilahkan Irma untuk masuk kedalam ruangan.
Irma masuk secara perlahan, awalnya ia tampak biasa-biasa saja, tapi sekarang berubah ketika melihat Andrew dan Alex yang memberikan tatapan mengintimidasi.
“Apa benar kamu dipukuli Andrew?” tanya Bu Liat to the point.
Irma terdiam, wajahnya memucat, apa yang harus ia jawab?