Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekhawatiran Bianca
Setelah Bianca berganti pakaian ia ikut merebahkan diri di sebelah Kaivan yang sudah lebih dulu berbaring dengan nyaman di atas ranjang.
"Kamu gak mau cerita alasan kamu harus ke pulang ke rumah orang tua kamu bahkan sampai menginap lama?" pancing Bianca mengawali topik diantara mereka.
Kaivan menghembuskan napasnya pelan, "mereka berusaha mencarikan aku seseorang yang mau mendonorkan kornea matanya untukku, mungkin sekitaran minggu ini, mereka baru menemukannya dan cepat-cepat menyuruhku untuk pulang, karena kebetulan rumah sakitnya dekat dari rumah sini," beritahu Kaivan akhirnya, sebelumnya ia tidak pernah memberitahu alasan ia harus pulang ke rumah orang tuanya kepada Bianca tapi malam ini, ia membiarkan Bianca mengetahuinya.
"Gara-gara aku ya?" lirih Bianca kembali merasa bersalah, kenangan-kenangan saat mereka baru saja menikah kembali berputar dalam pikirannya.
"Gak ada yang bilang ini gara-gara kamu, mereka memang berusaha keras untuk mencari pendonor untukku, karena bagaimana pun aku satu-satunya penerus perusahaan papa, jadi untuk bisa bekerja dengan baik aku harus dapat bisa melihat," ujar Kaivan .
"Aku takut," lirih Bianca di dekat telinga Kaivan.
Kaivan mengerutkan dahinya bingung, "takut kenapa?"
"Aku takut kamu setelah bisa melihat kembali kepada kak Della," jawab Bianca, jujur saja ia tiba-tiba merasa khawatir ketika mendengar Kaivan akan melakukan operasi kornea mata, bahkan selama sebulan lebih ini, Kaivan sudah pasti belum pernah melihat dirinya, dan ia takut jika penglihatan Kaivan kembali dan melihat rupa dirinya yang tidak secantik Della, maka dirinya akan ditinggalkan dan menuruti orang tuanya untuk menikah dengan Della.
"Kamu tidak perlu takut, aku akan tetap memilih kamu," ucap Kaivan menenangkan rasa khawatir Bianca.
"Kamu tahu, sepertinya aku sudah benar-benar bisa menerimamu seutuhnya, menerima segala kekurangmu, sampai rasanya aku takut jika penglihatanmu kembali, Kaivan,"
"Aku tahu ini tidak akan mudah kedepannya, apalagi jika penglihatanku sudah kembali, tapi kuharap saat masa itu tiba kamu tetap bertahan di sisiku dan lebih memilih meninggalkanku," balas Kaivan, jujur saja, bukan hanya Bianca yang merasa takut juga khawatir, dirinya pun sama, ia khawatir jika penglihatannya kembali, drama-drama dari orang tuanya akan memenuhi kehidupan rumah tangganya dengan Bianca.
Kaivan tau semuanya tidak akan mudah, oleh karena itu, ia akan mencoba membuat Bianca agar tidak mengalah dalam hal apapun, termasuk mengalah jika dirinya kembali dikuasai oleh keluarganya, biarlah kata orang Bianca tidak memiliki sopan santun karena tidak mudah tunduk dengan hal apapun dari keluarganya, yang penting Bianca tetap berada di sisinya dan tidak memiliki menyerah.
Karena bagaimana pun juga, Kaivan tidak akan melepaskan wanita yang sudah mau menikah dengan kekurangan dalam dirinya, walaupun tidak menyukai pernikahannya setidaknya wanita tidak sampai melarikan dirinya untuk menghindari dan meninggalkan dirinya.
Bianca pernah berselingkuh, tidak terlalu Kaivan permasalahankan, karena Kauvan tahu, Bianca tidak benar-benar menginginkan pria itu,au seribu kali pun Bianca mengatakan menyukai pria selingkuhannya itu, Kaivan tidak akan percaya, karena jika Bianca benar-benar tidak menyukai pernikahan dengan dirinya dan sangat menyukai pria bernama Alden itu, Bianca tidak akan tinggal di rumah Kaivan.
Bianca memilih untuk tetap tinggal bersama Kaivan, walaupun selalu pulang telat, walaupun Bianca selalu menghinanya dan berteriak karena kekurangan yang ada pada dirinya dan mengatakan ingin bercerai dengannya, tapi Bianca tidak pernah benar-benar meninggalkannya.
"Kaivan," bisik Bianca, ia semakin khawatir karena Kaivan hanya diam saja.
"Bianca, kamu bisa pegang janji aku," balas Kaivan memiringkan tubuhnya dan memeluk Bianca.
Bianca diam, mungkin ia benar, Kaivan tidak akan meninggalkannya, Bianca tidak ingin kejadian yang sama terulang untuk kedua kalinya, ia tidak masalah jika Kaivan tidak bisa melihat lagi untuk selamanya, asalkan Kaivan tetap berada di sisinya dan tidak meninggalkannya.
"Besok aku akan menjalani pemeriksaan dulu sebelum benar-benar operasi," beritahu Kaivan pelan.
"Apa aku boleh ikut menemanimu?" tanya Bianca lirih, ia jadi teringat lagi dengan kedua orang tua Kaivan yang pasti tidak akan membiarkan dirinya berada di sekitar putranya.
"Tentu saja, dimana ada kamu, disitu harus ada kamu," jawab Kaivan membuat Bianca sedikit menyunggingkan senyumnya.
"Terima kasih,"
"Aku lebih berterima kasih denganmu, Bianca," balas Kaivan.
Mungkin Bianca juga menyadari perubahan yang terjadi kepadanya, tidak perlu membutuhkan proses yang lama sampai berbulan-bulan untuk membuat Bianca menerima pernikahan dan kekurangan dirinya, ketika di awal ia menolak keras memiliki suami yang tidak bisa melihat sekarang malah lebih takut jika penglihatan Kaivan kembali.
***
Bianca duduk bersebelahan dengan Nancy di depan ruang tempat Kaivan menjalani pemeriksaan, jangan bertanya bagaimana tiba-tiba ada Nancy di rumah sakit itu, Rosie, mama Kaivan yang memang sudah memanggil Nancy datang ke rumahnya untuk menemani sekaligus membantu Kaivan sebelum proses operasi maupun sesudahnya.
Rosie tentu saja sudah mengenal baik Nancy, mantan asisten pribadi putranya, karena dulu, Nancy memang di rekrut sendiri oleh Rosie sebagai asisten pribadi Kaivan, itulah mengapa Rosie sangat mempercayai Kaivan bersama Nancy.
Tidak ada percakapan diantara mereka, Nancy yang sibuk bermain dengan ponselnya dan Bianca yang hanya diam menunduk dengan kedua tangan yang mengepal erat di kedua sisi tubuhnya.
Ada perasaan marah ketika lagi-lagi harus Nancy yang ada di sebelahnya, menemani Kaivan memeriksa keadaan matanya, padahal tadi pagi Kaivan sudah mengatakan kepada mamanya untuk tidak menelpon Nancy, tapi mamanya mengatakan jika Nancy yang lebih paham prosedur operasi yang akan Kaivan jalani, Nancy yang sudah sangat paham dengan Kaivan, Nancy yang lebih paham tentang mata Kaivan, semuanya Rosie katakan langsung di depan Bianca langsung.
Tentu saja Rosie ingin melihat bagaimana dirinya merasa rendah diri, merasa tidak mengenal sedikitpun dengan Kaivan, tidak tau apapun yang terjadi kepada Kaivan, dan melihat dirinya mundur perlahan menjauhi Kaivan.
Tapi bukan Bianca namanya jika ia terlihat kalah, Bianca malah semakin tertantang mendengar semua ocehan mama mertuanya, ia tidak peduli apapun yang di katakan Rosie terhadap dirinya, karena mau bagaimana pun Rosie mengoceh, Bianca tahu, Kaivan akan selalu berada di pihaknya, jadi ia tidak perlu khawatir ketika harus berhadapan langsung dengan mertuanya sekalipun tidak ada Kaivan di sampingnya.
"Bu Rosie mempercayakan Kaivan kepadaku, kau bisa pulang Bianca," ucap Nancy tiba-tiba.
Bianca menoleh dan mengangkat sebelah alisnya bingung, "Lalu kenapa jika aku tetap di sini?" tanya Bianca.
"Kaivan akan aman denganku, kau bisa pulang ke rumahmu," ulang Nancy lagi, wajahnya datar dan tidak menunjukkan ekspresi apapun.
Bianca menggeleng, "aku akan tetap di sini, menunggu sampai Kaivan selesai melakukan pemeriksaan, aku hanya takut Kaivan akan mencariku begitu ia keluar dari dalam ruangan," balas Bianca membuat Nancy langsung terdiam.
"Kau akan terkena masalah setelah ini Bianca, lebih baik turuti semua ucapanku," peringat Nancy tidak membuat Bianca takut sedikitpun.
"Tidak masalah,"