Ardina Larasati, sosok gadis cantik yang menjadi kembang desa di kampung Pesisir. Kecantikannya membuat seorang Regi Sunandar yang merupakan anak pengepul ikan di kampung itu jatuh hati dengannya.
Pada suatu hari mereka berdua menjalin cinta hingga kebablasan, Ardina hamil, namun bukannya tanggung jawab Regi malah kabur ke kota.
Hingga pada akhirnya sahabat kecil Ardina yang bernama Hakim menawarkan diri untuk menikahi dan menerima Ardina apa adanya.
Pernikahan mereka berlangsung hingga 9 tahun, namun di usia yang terbilang cukup lama Hakim berkhianat, dan memutuskan untuk pergi dari kehidupan Ardina, dan hal itu benar-benar membuat Ardina mengalami gangguan mental, hingga membuat sang anak yang waktu itu berusia 12 tahun harus merawat dirinya yang setiap hari nyaris bertindak di luar kendali.
Mampukah anak sekecil Dona menjaga dan merawat ibunya?
Nantikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Malam mulai datang, angin berhembus kencang melalui jendela kamar, tirai-tirai tipis mulai berterbangan di tengah-tengah kedinginan yang menyergap, hati Regi merasa gundah, ini bukan tentang keselamatan Dona melainkan tentang hal lain yang ia sendiri masih belum tahu pasti.
Di saat pria itu mulai memegang ponselnya, di situlah rasa campur aduk di dalam hatinya mulai berterbangan. "Besok rapat perusahaan?"
Gumamnya dipenuhi tanda tanya, padahal besok pagi tidak ada jadwal rapat apapun, dan hal ini benar-benar mengganjal di dalam hatinya.
Di saat dirinya sedang terbuai dengan lamunannya tiba-tiba saja suara sang anak memecahkan keheningan.
"Pa ...," suara terdengar ragu, nyaris tidak terdengar.
"Eh ... iya Nak?"
"Papa ngelamun ya?" tanya anak itu.
Regi berusaha untuk menyembunyikan rasa gugupnya, agar tidak terlihat oleh anaknya. "Enggak Sayang, Papa tidak melamun," tolak Regi dengan cepat.
"Oh gitu," sahut anak dengan tatapan penuh selidik. "Pa ...," panggilnya kembali.
"Iya Nak, Papa baik-baik saja Kok," potong Regi segera.
"Tapi kata Dona tidak?" sahut anak itu dengan cepat. "Kata orang juragan Halik itu jahat, pasti setelah ini Papa dijahatin," celetuk Dona tiba-tiba.
Entah perkataan dari mana, anak sekecil Dona seolah tahu dengan karakter orang dewasa seperti Halik yang memang dari dulu terkenal akan kekejamannya.
"Sayang, kau tidak boleh berbicara seperti itu, doakan saja ya semoga semuanya baik-baik saja," ujar Regi.
Dona hanya mengangguk, namun hati nuraninya tidak bisa berbohong. "Pa, dulu aku pernah bertemu dengan Juragan Halik, kata orang dia kakekku, tapi ketika berpapasan dengan Dona dia seperti menghindar dengan tatapan tajam, yang mungkin bisa membuat anak kecil ketakutan," ucap Dona tiba-tiba.
Regi memeluk tubuh anaknya, seolah ikut merasakan gemuruh dada Dona yang sesak, hatinya seperti disayat sembilu ketika mendengar cerita sang anak, yang memang tidak diinginkan oleh keluarganya sendiri.
"Nak ... maaf ya jika selama ini tidak bisa melindungi Dona dari siapapun," ucap Regi dengan air mata mulai runtuh.
Dona semakin mengeratkan pelukannya tangan kecilnya meremas kaos putih Regi dengan kuat, seolah tidak ingin pria itu pergi lagi dari kehidupannya. "Jangan pergi lagi ya!" kata anak itu seolah memohon.
"Iya Papa tidak akan pergi Nak," sahut Regi.
"Meskipun Juragan Halik mencoba untuk memisahkan kita?" tanya anak itu dengan polos.
Regi mengangguk dengan cepat. "Iya Nak, dan seujung kuku pun, Papa tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi," ujar Regi.
Dona mulai melepas pelukan dari ayahnya, anak itu kembali lagi memeluk boneka kelinci yang menjadi teman semenjak ada di panti asuhan.
Anak itu mengusap matanya yang mulai berat. Pelukannya pada boneka semakin longgar, napasnya berangsur teratur.
Regi masih duduk di tepi ranjang, memperhatikan bulu mata kecil itu akhirnya menutup perlahan. Malam ini Dona tidak menangis, namun kegelisahan menyisakan rasa nyeri di dada Regi sendiri.
Ia membetulkan selimut sang anak, lalu mengecup keningnya dengan lirih.
“Tidurlah, Nak… kalau Papa kuat, itu karena kamu.”
Lampu tidur dimatikan, pintu kamar ditutup hati-hati, Regi berjalan menyusuri lorong rumahnya yang sepi, rasa tak enak semakin kuat menggerogoti dadanya, dan tanpa sadar tangannya merogoh ponsel yang ada di saku celananya, pesan yang tadi hanya sekilas terbaca, kini terbuka jelas, ia pandang dan terus di baca hingga berulang.
Undangan rapat mendadak.
Seluruh pimpinan wajib hadir.
Agenda: Evaluasi struktural perusahaan.
Di situ tertulis jelas, tanpa ada tanda tangan manajemen, juga tak ada keterangan jelas, hanya kalimat pendek seolah menjadi hawa ancaman yang menggantung.
Regi menghela napas panjang.
“Evaluasi struktural?” gumamnya, seolah ada yang aneh dan ganjal.
Ia menatap kembali pintu kamar Dona dari kejauhan, lalu menggusar rambutnya sedikit kasar, ponsel sudah ia matikan, malam ini suasana dingin menghantam tubuhnya, dan untuk yang pertama semenjak ia membawa Dona pulang, semenjak itu pulang tidurnya tidak benar-benar terlelap.
☘️☘️☘️
Pagi datang dengan langit kelabu, Dona keluar kamar sambil mengucek matanya, seperti biasa ia berjalan mendekat tanpa suara, memeluk pinggang Regi dari belakang.
“Papa mau kerja?” tanyanya lirih.
Regi mengangguk sambil meraih tangan kecil itu.
“Iya, Sayang. Papa rapat sebentar.”
Dona mematung sejenak. “Papa pulang kan?”
Regi menatap mata polos itu mata yang terlalu sering takut kehilangan. “Papa selalu pulang,” jawabnya sambil tersenyum meyakinkan.
Meski di dalam dadanya sendiri ia belum yakin, apakah dunia akan memberinya kesempatan untuk menepati janji itu.
☘️☘️☘️
Pagi ini langkah Regi sudah sampai di Gedung perusahaan ikan yang tampak ramai sejak pagi, seperti biasa karyawan lalu-lalang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing di saat semua melihat kedatangan Regi, bisik-bisik tidak biasa mulai bersahutan.
"Rapat besar, sesuatu yang jarang terjadi mendadak digelar," suara para buruh yang terdengar.
Regi melangkah masuk ruang utama, tanpa menghiraukan ucapan para karyawannya, bahkan posisi dia sebagai petinggi perusahaan pun tidak tahu apa-apa mengenai rapat ini.
Di saat pintu dibuka meja panjang penuh jajaran para pimpinan lainnya, dan di sana ia melihat wajah yang seharusnya paling melindunginya, siapa lagi kalau tidak keluarganya sendiri.
Pamannya. Sepupu-sepupunya. Orang-orang sedarah yang ikut menikmati kejayaan perusahaan yang ia bangun dengan tangan dan keringatnya, bahkan mengorbankan orang yang ia cintai pada waktu itu.
Namun untuk kali ini, tak satu pun dari mereka yang menatapnya penuh senyum, mereka menatapnya dengan tatapan sinis, seolah Regi tidak punya jasa dalam perusahaan ini, padahal dia orang yang berjuang mati-matian dari siapapun.
Regi duduk sendiri tanpa ada yang mempersilahkan, dari sini ia baru tahu orang yang awalnya santun dan ramah berubah seratus delapan puluh derajat.
Ketua dewan berdiri, memberikan sambutan dan tujuan dari rapat pagi ini. “Baik, kita langsung saja," ucapnya datar.
Layar diproyeksikan, dokumen-dokumen proyek Regi terpampang besar disertai tulisan merah tebal.
PELENGARAN KODE ETIK.
KERUGIAN PERUSAHAAN.
Ruangan bergemuruh, semua mata menatap kepadanya seolah kesalahan ini terjadi karena ulahnya, padahal ia sama sekali tidak pernah melakukannya, karena Regi termasuk orang yang ulet dan jeli jika itu menyangkut perusahaan.
“Ini tidak masuk akal,” ucap Regi terbata. “Saya tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan di layar itu.”
Ketua dewan mengangkat tangan menghentikan. “Kami sudah mempertimbangkan keputusan ini.”
Ia menghela napas berat. “Mulai hari ini, Bapak Regi resmi diberhentikan dari seluruh jabatan.”
Deg!!
Darah Regi terasa membeku, beberapa pegawai menunduk, tak berani menatap, yang lain justru menusuk dan sebagian ada yang tersenyum puas.
Namun yang paling menusuk bukanlah ejekan orang lain, melainkan tatapan dingin keluarga sendiri, tanpa sadar pria itu mengepalkan tangannya, ia tidak pernah lupa perjuangannya selama 12 tahun mengembangkan perusahaan ikannya hingga sampai pelosok negeri.
Pamannya berdiri sambil menatap Regi tanpa emosi. “Demi nama baik keluarga, kamu harus terima keputusan ini,” katanya datar.
"Nama baik?" Regi menyeringai tipis. "Dimana kalian semua di saat Regi mengembangkan perusahaan ini dari para investor? Sekarang?" pertanyaan Regi menggantung.
Sedangkan mereka justru berdiri membuang muka seolah tidak ada waktu untuk membalas perkataan menyakitkan dari Regi.
Sekretaris mulai membacakan surat pemecatan di hadapan seluruh staf.Tanpa ruang klarifikasi, tanpa pembelaan, dan tanpa harga diri yang tersisa.
Regi berdiri terpaku, ia buat diberhentikan dengan baik dari perusahaannya tapi ia dijatuhkan moralnya sebagai manusia, dan anehnya yang menjatuhkan sendiri adalah keluarga, orang pertama yang pernah ia perjuangkan.
Dan Darahnya berdesir dingin ketika kalimat penutup dibacakan.
“Demi menjaga stabilitas perusahaan, kami memutuskan hubungan kerja Saudara Regi secara tidak hormat.”
Tidak hormat. Dua kata yang merampas puluhan tahun pengabdiannya di perusahaan ini.
"Baik jika memang kalian sudah tidak membutuhkan saya, asal kalian tahu, aku bisa berdiri di kakiku sendiri," gumamnya di dalam hati.
Regi melangkah keluar dengan pandangan mata lurus, pantang untuknya menunduk terhadap tikus-tikus perusahaan yang hanya menjadi hama.
Meskipun langkah Regi terasa berat saat keluar dari ruang rapat, namum dirinya berusaha kuat. Lorong yang biasanya terasa akrab kini akan menjadi asing, bahkan tidak akan ia temui lagi.
Di dadanya hanya terngiang satu wajah kecil yang tadi pagi begitu yakin jika ayahnya akan pulang, namun kepulangannya hari ini tanpa membawa jabatan apapun l, dan penghasilan bahkan besar kemungkinan akan memulai dari nol.
Hati Regi seperti tercabik-cabik, sakit sekali di saat ia mulai menebus semua kesalahan tapi takdir mulai mencuranginya lagi.
"Nak Papa pulang tidak membawa apa-apa, tapi Papa masih punya cinta untukmu ...," tangis Regi pecah di saat pintu mobil tertutup dengan rapat.
Bersambung ....
Selamat Pagi semoga suka ya Kak
pergi jauh... ke LN barangkali setelah sukses baru kembali,,tunjukkan kemampuanmu.
semangat......