NovelToon NovelToon
Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Bunga Kering Vs. Narsistik Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pembaca Pikiran / Pelakor jahat
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Tri Harjanti

Jarang merasakan sentuhan kasih sayang dari suami yang diandalkan, membuat Mala mulai menyadari ada yang tidak beres dengan pernikahannya. Perselingkuhan, penghinaan, dan pernah berada di tepi jurang kematian membuat Mala sadar bahwa selama ini dia bucin tolol. Lambat laun Mala berusaha melepas ketergantungannya pada suami.
Sayangnya melepas ikatan dengan suami NPD tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak konflik dan drama yang harus dihadapi. Walaupun tertatih, Mala si wanita tangguh berusaha meramu kembali kekuatan mental yang hancur berkeping-keping.
Tidak percaya lagi pada cinta dan muak dengan lelaki, tetapi jauh di dasar hatinya masih mengharapkan ada cinta tulus yang kelak melindungi dan menghargai keberadaannya di dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Harjanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mati Rasa atau Sihir?

Tidak terima begitu saja, Mala murka, darah mendidih sampai lutut gemetar menahan kesal. Bisa-bisanya Bram membandingkan dirinya dengan wanita jahat. Apa namanya kalau bukan wanita jahat? Sudah punya suami, menggoda suami orang, mengirim sihir pemisah pula. Mala sama sekali tak kenal dan tak mau tahu juga. Namun, Mala sangat bisa merasakan energi pembenci yang amat besar.

Sungguh terbalik kasus perselingkuhan sekarang ini. Kalau dulu orang yang terpergok berselingkuh pasti merasa malu dan bersalah. Bram lain, dia tidak merasa bersalah sama sekali. Wanita selingkuhannya itu juga cukup menggelikan bagi Mala. Bagaimana tidak? Bukankah seharusnya istri sah yang merasakan kecemburuan? Ini tidak ... Mala justru dicemburui begitu hebat.

Wanita itu sering dengan sengaja meninggalkan pakaian dalamnya dalam plastik laundry hotel tempat Bram menginap—bercampur dengan pakaian kotor Bram. Belum lagi, kancing baju untuk pakaian wanita yang terlepas dan Mala temukan di saku celana Bram, jepit rambut atau karet yang jelas sengaja ditinggalkan. Mala tahu tujuan wanita itu memang menyakiti dirinya. Ingin menunjukkan kalau dirinya benar ada. Secara fisik mereka tak pernah bertemu, tapi secara tak kasat mata ada pertarungan yang terjadi. Dan Mala pun sadar sepenuhnya, keinginan mempertahankan pernikahan bukan hadir karena rasa takutnya kehilangan Bram, bukan juga sebab takut menjadi janda, tetapi karena Mala tak mau wanita jahat itu menang.

"Kalau kamu nggak mau melayaniku, ya sudahlah! Jangan salahkan aku menemui yang lain!" bentak Bram menindas.

"Apa?? Kamu mengancamku??" Mala tak habis pikir apa yang di otak Bram banya hal mesum.

"Loh, jangan salahkan aku dong, kamu yang buatku begini." Bram tak mau kalah.

Ingin sekali rasanya Mala mencabik-cabik muka Bram. Lelaki tak tahu diuntung, tak tahu diri, mesum, egois, berbagai ucap serapah menari-nari di pikiran Mala untuk Bram.

"Sudahlah aku pergi!" tambah Bram. Meninggalkan kamar dengan membawa beberapa pakaian. Mala curiga Bram akan menemui kekasihnya.

Braak!

Dibantingnya pintu kamar kencang. Di kepala Bram penolakan Mala menyakitinya, selalu begitu. Padahal yang Bram minta hanya perhatian Mala, layaknya istri yang senang memanjakan suami. Sementara bagi Mala, pikiran Bram terlalau picik. Ada banyak waktu di mana suami istri bisa melakukan kegiatan bersama selain "penyatuan fisik". Mala menginginkan bila sepasang suami istri itu lebih dibutuhkan bicara, diskusi mengenai musik, buku bacaan atau pun soal kehidupan. Mala sampai mual karena isi pembicaraan Bram kalau tidak birahi, ya membahas uang atau materi.

Bram tipe lelaki julid yang panas ketika merasa atau tetangga membeli barang baru. Itu alasannya kenapa sampai sekarang Bram belum bisa membeli rumah. Menuduh Mala boros, padahal Bram sendiri gagal memanage dirinya untuk tidak konsumtif buying.

***

"Mala udah usaha memperbaiki hubungan, tapi percuma kalau Bram saja masih seenak jidat. Dia tidak merasa bersalah sama sekali," tutur M

ala pada ayah yang kini duduk di hadapannya.

"Ya, kamu sabar dulu Mala, tahan diri. Apa pun yang Bram katakan kmau diam saja!"

"Eh, kenapa begitu, Yah? Mala berhak untuk melindungi diri Mala sendiri dari perlakuan suami yang seenak udelnya."

"Lelaki memang begitu, Mala. Nggak mau kesenggol egonya. Harga dirinya tinggi!"

"Loh, memangnya aku nggak punya harga diri Yah?"

"Mala!! Kamu juga keras kepala, sih! Memangnya kamu mau jadi janda??" geram ayah Mala, menindas, menyudutkan.

Mala terkesiap. Baru sadar, Ayah pun memperlakukan Mama dengan egois. Rasanya percuma bula Ayah kini menjadi tempat curhatnya, Ayah tak.akan mengerti bagaimana sulit dan sakit posisi Mala sebagai istri yang tertindas.

"Permasalahanku dengan Bram, bukan hanya soal ada wanita yang mau sama dia, Yah. Kami juga berselisih soal ranjang, aku tak mengerti cara berpikirnya, sedangkan dia tidak memahamiku. Sudah selingkuh boro-boro minta maaf, malah dia menyalahkanku ini dan itu."

Tatap mata Mala tajam menghunjam ke arah Ayah yang asyik mengepulkan asap rokok. Menyilangkan kaki membuang muka pada luar jendela.

"Mala nggak takut pisah sama Bram, kalau kupikir-pikir lagi ... Aku nggak keberatan Bram diambil orang. Berada di dekatnya saja aku muak."

"Kamu nggak berpikir malu yang dirasakan pada kerabat dan tetangga, Mala?"

"Ja-jadi Ayah lebih mengutamakan rasa malu pada orang lain, ketimbang anak yang tersiksa batinnya??"

Mendadak Mala merasa muak bukan hanya pada Bram tapi juga pada ayah kandungnya.

"Mala tersiksa, Yah! Bram mau "itu" terus... sedang Mala mual."

Isak tangis Mala tak terbendung lagi.

"Itu akibat sihir, Mala. Kamu jangan mau kalah sama wanita yang bekerja sama dengan dukun untuk menghancurkanmu."

Mala tak sanggup mendebat ayahnya lagi. Dia pun tak tahu kebenaran dari ini semua. Apakah kebencian yang dirasakan pada Bram memanglah bagian dari sihir pelakor atau asli muncul dari diri Mala yang sudah mati rasa pada Bram.

"Aku sudah mati rasa Ayah!" sungut Mala.

"Kalau mati rasa nggak mual, Mala. Nggak benci juga nggak cinta." Ayah Mala memberikan pernyataan masuk akal.

Mala lama terdiam. Isi kepalanya terus berbicara. Rasa tidak terima diperlakukan tidak adil begitu kuat.

Masa aku udah disakiti, aku juga yang harus berkorban?

Diamnya Mala dirasa sebagai sebuah penolakan oleh ayah Mala. Mengira Mala menila nasihatnya mentah-mentah.

"Kamu nggak pikirin anak-anakmu kalau pisah? Materi kamu bisa cari, tapi sosok ayah nggak bisa terganti."

Darah Mala menggelegak.

"Lah..! Bram aja nggak pikirin anaknya waktu selingkuh!"

"Ya beda Mala, kamu perempuan Bram laki-laki."

"Apa bedanya Ayah? Dalam berumah tangga keduanya harus seimbang, saling menghargai satu sama lain. Kalau cuma satu terus yang berkorban... itu artinya dzalim. Jadi Bram itu sudah dzalim ke Mala!"

"Argh, sudahlah Mala. Memang kamu keras kepala!"

Ayah Mala putus asa menasihati putrinya. Ia masih teguh dalam pendiriannya jika Mala terdampak sihir pemisah.

"Badanku sakit semua, Yah! Setiap habis berhubungan dengan Bram, rasanya seperti tersedot energi yang besar."

Ayah Mala merenung. Mencoba mencerna keluhan putrinya ini apakah nyata dialami ataukah mengada-ada saja. Kemudian menarik napas panjang, muka sangat serius.

"Kamu itu wanita spiritual, Mala. Memang tak boleh sembarangan berhubungan dengan lelaki. Kamu juga ada pantangan nggak boleh zina. Tirakatmu dikuatin lagi, Mala!" perintah Ayah akhirnya.

Mala tidak menanggapi. Dari awal ketika ayahnya mulai mengisahkan tentang darah keturunan yang ada dalam diri Mala telah melindungi Mala dari sihir pelakor, Mala hampir tak mempercayainya.

"Aku nggak kuat tirakat, Yah! Kerjaanku banyak, kadang sampai begadang."

"Mala!! Inilah, kamu itu kalau dibilangin orang tua jawab aja! Pantas Bram nggak betah, sama suami pasti juga membangkang."

"Ayah!!!"

Gantian Mala menegur sang ayah.

"Aku yang anakmu loh! Malah dari tadi belain Bram terus!" bentak Mala kesal.

Ayah Mala tergagap, melihat putrinya naik pitam. Setelah lolos dari kematian kemarin, Mala putrinya jadi lebih berani. Entah darah siapa yang mengaliri tubuh Mala kini. Jelas Mala bukan lagi perempuan yang mudah dikendalikan.

Perdebatan panjang antara Bapak dan anak itu berakhir dengan ayah Mala yang meremas-remas kepalanya sendiri.

Hmm, tingkahnya sama seperti Bram, gumam Mala dalam hati.

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Nurika Hikmawati
Semangat terus ya Mala... kamu pasti biaa bngkit
Nurika Hikmawati
gantian coba kamu yg di rumah Bram!
Nurika Hikmawati
ceritanya bagus, penulisannya enak dibaca.
Nurika Hikmawati
kasihan sekali mala... sabar ya mala
Nurhikma Arzam
agak seram ya boo
Nurhikma Arzam
curiga sama bram asem
Janti: emang asem sie dia
total 1 replies
Nurhikma Arzam
kereen nih semangat thor
Janti: makasih yaa
total 1 replies
Meliora
🥺 Drama ini sukses membuat saya terharu.
Janti: Makasih yaa👍
total 1 replies
Dulcie
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
Janti: makasih kk udah mampir👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!