Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asal usul Cincin Hitam
Entah apa yang akan terjadi pada Karina dan kakeknya.
Aku sendiri tidak tahu apa-apa hingga beberapa hari kemudian aku baru sadar kalau si Karina sudah lama tidak masuk.
Awalnya aku tenang-tenang saja karena dengan tidak adanya salah satu dari dua perempuan yang suka bertengkar ini suaranya jadi kondusif.
Tapi kalau dia tiba-tiba hilang seperti ini aku merasa penasaran juga.
Ketika aku tanya ke para guru mereka tidak tahu apa-apa dan malah tanya balik padaku karena aku dekat dengan Karina jadi mereka pikir aku tahu.
Padahalmah kalau aku tahu aku tidak akan tanya mereka.
Setelah keluar dari ruang guru aku berjalan sambil melamun memikirkan kemana perginya si Karina.
Bukan apa-apa.
Kalau dia hilang seperti ini aku jadi tidak tenang dan bingung harus melakukan apa pada Cincin yang bersamaku itu.
Sepulang sekolah aku jalan menuju gerbang depan Devina.
Dan di waktu itu aku masih kepikiran keman perginya Karina.
Devina yang melihatku melamun langsung bertanya dengan penasaran. "Kamu melamun memikirkan apa? Kok serius sekali!?"
Aku tahu dia akan badmood kalau aku singgung masalah si Karina tapi... Aku pikir mungkin tidak ada salahnya bertanya padanya.
"Kamu kan tahu si Karina sudah berhari-hari tidak kelihatan di sekolah. Karena dia menghilang secara tiba-tiba seperti ini aku jadi penasaran dia kemana!"
"Apa kamu tahu!?" Untung si Devina tidak begitu marah.
Ia hanya mencubit dagunya kemudian berpikir.
"Iya juga ya. Aku baru ngeh dia sudah hilang berhari-hari!"
"Aku senang sih dia tidak ada, soalnya dia menyebalkan. Tapi kalau hilang tiba-tiba aneh juga rasanya!" Setelah beberapa langkah tiba-tiba kami di gerbang.
Aku tiba-tiba berhenti dengan alis mata yang terangkat karena melihat seseorang yang sepertinya pernah aku temui.
"Hm. Kalau tidak salah itu polisi yang menangkap juragan kampung itu kan?..." Aku berjalan mendekat.
Orang itu langsung melihat ke arahku dengan mata sipitnya dan senyuman di wajahnya.
"Apa yang anda lakukan di sini pak polisi!?" Aku bertanya padanya. Di sebelahku Devina agak terkejut karena aku tiba-tiba bicara dengan orang asing.
"Saya datang untuk menjemput anda karena ada keperluan. Jika berkenan apa anda bisa ikut saya!?" Nada bicaranya begitu ramah dan halus.
Aku sendiri penasaran ada urusan apa dia denganku.
Tapi karena aku pikir orang ini adalah polisi yang baik menilai dari cara dia menangani masalah sebelumnya jadi aku dengan senang hati ikut.
"Baik!" Aku naik ke dalam mobil.
Sedangkan untuk Devina dia di jemput seseorang dengan menggunakan mobil jadi di sinilah kami berpisah.
Singkat cerita aku di bawa oleh si pak polisi.
Namun yang tidak pernah aku sangka dan duga adalah aku di bawa ke rumahnya si Karina. Padahal aku pikir aku akan di bawa ke kantor polisi.
Posisiku saat itu aku sedang duduk di sofa dengan perasaan bingung.
"Maaf pak. Kenapa kita ke sini ya? Saya pikir saya akan di bawa ke kantor polisi karena anda katanya butuh bantuan saya!?" Aku bertanya pada si pak polisi.
Tapi ia tidak menjawab dan hanya tersenyum ke arahku.
Lama kelamaan senyumnya itu terasa cukup mencurigakan dan menyeramkan.
Aku bahkan agak merinding setelah menatap selama beberapa saat.
Tak lama datang seseorang dari arah atas.
"Jadi kamu sudah sampai ya!" Orang itu adalah Pamannya Karina.
Ia muncul dengan raut wajah yang tidak terlihat baik.
Mungkin ia sedang merasa gelisah, kesal dan marah kalau menilai dari pengamatanku.
"Um. Kenapa saya di bawa ke sini ya pak? Apa ada yang bisa saya bantu!?" Aku langsung berdiri sambil bertanya.
Si Paman mendekat dan melambaikan tangannya untuk menyuruhku duduk.
Aku pun duduk kembali sambil menatap si Paman yang sepertinya sedang banyak pikiran.
"Kamu Raihan kan? Kamu yang memegang Cincin itu bukan!?" Aku langsung mengangguk dan merogoh saku.
Namun...
"Iya, itu saya.... Tapi sepertinya Cincin itu saya tinggal di rumah hari ini karena sering sekali jatuh akhir-akhir ini!"
"Saya akan pulang dulu untuk mengambilnya!..." Ia tiba-tiba mengangkat kedua tangannya memberikan isyarat padaku untuk tetap duduk.
Dengan penuh rasa penasaran aku langsung duduk kembali.
"Dengarkan lah dulu. Ini masalah terkait dengan Cincin itu...!" Dengan serius aku mendengarkan ceritanya.
Jadi isi ceritanya itu seperti ini...
Dulu. Ada seorang pengusaha besar yang memiliki cabang di berbagai negara dengan masing-masing cabangnya dapat menghasilkan miliaran perbulannya.
Sedangkan perusahaannya itu tidak hanya ada satu atau dua cabang. Tapi ada banyak.
Hartanya itu begitu melimpah tak terkira.
Dan orang itu punya beberapa anak yang mana anak-anaknya itu sudah berkeluarga dan menghasilkan keturunan.
Jadi keluarganya itu adalah keluarga besar.
Tentu saja semua anak-anaknya itu menginginkan harta yang di miliki ayah mereka.
Parahnya. Kebanyakan dari mereka itu begitu serakah dan ingin memiliki semuanya seorang diri.
Padahal kalau di bagi rata pun itu masih tidak akan habis tujuh turunan.
Tapi ya dasar orang serakah.
Mau sebanyak apapun tidak akan cukup bagi mereka.
Pengusaha Kaya Raya itu sadar dengan niat dari anak-anak itu.
Jadi ia memutuskan untuk membuat sebuah aturan.
Aturan tersebut tidak hanya berlaku untuk keluarganya saja tapi juga untuk semua orang yang ingin terlibat.
Dan aturannya adalah Cincin itu sendiri.
Singkatnya... Barang siapa yang bisa mendapatkan Cincin itu berjalan mendapatkan kekayaan yang di miliki si pengusaha.
Aku terdiam karena mendengar cerita itu.
Dalam hati aku berpikir kalau cerita itu tidak asli. Alias cuma dongeng.
"Cerita macam apa itu? Aku ini bukan bocah yang akan tertipu dengan cerita-cerita yang tidak jelas seperti itu!" Aku berkata dengan raut wajah tak percaya.
Si Paman hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Aku tahu kamu tidak akan percaya kalau belum melihat secara langsung... !" Tiba-tiba saja sebuah ledakan terjadi.
Bommm!!
Pintu hancur bersama tembok yang ada di sekelilingnya.
Lubang besar langsung terbentuk di sana.
"Hah!?..." Aku yang melihat itu hanya bisa bengong karena saking tidak percayanya aku.
Seisi rumah langsung merespon.
Tapi bukan dengan cara biasa yaitu panik dan berlarian ke segala arah, tapi langsung bergegas berkumpul sambil membawa senjata.
Mereka langsung mengelilingi aku dan si Paman dengan wajah serius.
"Cih! Kali ini siapa yang menyerangku!?" Dari arah lubang yang di selimuti asap tebal bekas ledakan seseorang muncul.
Dari belakangnya juga muncul beberapa orang bersenjata lengkap dengan pakaian rapih.
"Kita ketemu lagi. Kakak senior!" Ucap dari pria yang berdiri di tengah dan paling depan.
"Shin!?"
"Sialan! Ternyata kau bajingan yang menerobos rumahku!" Raut wajah si Paman makin muram.
Ia makin marah hingga urat-urat lehernya menonjol semua.
"Jangan salahkan aku karena melakukan ini. Jika saja kamu mau menyerahkan Cincin itu maka aku tidak akan melakukan ini!" Ia mengangkat tangannya.
Bersamaan dengan itu semua anak buahnya menodongkan senjata ke arah kami.
Tentu saja di sisi kami juga melakukan hal yang sama.
Suasana makin tegang dan makin membingungkan untukku.
'Hah?... Kok rasanya kayak sedang syuting film ya?... Ini semua gak nyata kan?... Kan?...'