NovelToon NovelToon
DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

Status: tamat
Genre:Identitas Tersembunyi / One Night Stand / Dark Romance / Cintapertama / Beda Usia / Misteri / Tamat
Popularitas:121.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.

Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.

Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Membela

Tamparan Kevia mendarat telak di pipi Riri. Suaranya menggema di koridor, membuat kerumunan yang mulai terbentuk terperangah.

“Kau…” desis Riri dengan suara tercekat, matanya membelalak. Tangan kirinya terangkat, memegang pipi yang kini memerah. Napasnya tersengal karena amarah. Tamparan Kevia jelas meninggalkan bekas lima jari.

Kevia menatap lurus, penuh api. Suaranya bergetar, tapi tegas.

“Ayahku bekerja setiap hari membangun usaha ibumu tanpa pernah digaji sepeser pun. Jadi wajar kalau ibumu membiayai cuci darah ibuku. Kalau kami tinggal dan makan di rumahmu, itu juga paksaan dari ibumu! Bahkan… menyuruh orang menanggalkan pakaian ibuku hanya agar ayahku tunduk.”

Kerumunan mulai bergemuruh, sebagian menutup mulut tak percaya.

"Astaga..apa itu benar?"

"Kejam sekali."

Riri mendengus kasar. “Itu karena kalian miskin. Kere! Jangankan rumah, biaya berobat pun tak mampu. Sekarang cuma karena pakai baju branded, jadi sombong. Dasar perempuan murahan! Malu-maluin sekali, kampus sekelas ini nerima wanita penghibur sepertimu!”

“Jangan bicara sembarangan kalau tak punya bukti!” balas Kevia keras, emosinya memuncak. “Atas dasar apa kau menuduhku jadi wanita penghibur?”

Riri menyeringai, lalu perlahan mengangkat ponselnya. Jemarinya lincah menari di layar. “Bukti? Kau mau bukti?”

Beberapa detik kemudian..

Ting! Ting! Ting!

Notifikasi beruntun mulai terdengar dari ponsel mahasiswa di sekitar mereka. Satu per satu wajah berubah, beberapa menahan senyum sinis, sebagian lain melotot terkejut.

Riri mengangkat dagunya tinggi. “Aku baru saja mengirim foto itu ke grup angkatan. Seluruh mahasiswa satu angkatan akan tahu siapa sebenarnya kau.”

Detik itu juga, tatapan mahasiswa di koridor menancap ke arah Kevia, membuat gadis itu seolah terjebak dalam lingkaran api.

Koridor mendadak riuh. Bisikan-bisikan menusuk telinga Kevia dari segala arah, seperti ratusan jarum yang ditusukkan bersamaan.

“Gila… seksi banget.”

“Pakai baju gitu bukannya buat menggoda pria?”

“Jadi beneran dia wanita penghibur?”

“Menjijikkan. Awas jangan dekat-dekat sama dia. Siapa tahu bawa penyakit gara-gara gonta-ganti pasangan.”

“Percuma cantik dan pintar kalau akhlaknya nol.”

“Pantesan, dulu masuk kampus pakai baju murahan, sekarang branded semua.”

Cemoohan itu menusuk langsung ke dada Kevia. Napasnya sesak, jemarinya gemetar saat meraih ponsel. Notifikasi memenuhi layar. Dan di sana matanya membesar. Foto dirinya.

Dirinya dengan pakaian mini yang tak pernah ia pilih. Tubuhnya terbingkai gaun ketat yang menjadikan dirinya seolah komoditas murahan. Foto yang dulu diambil secara paksa, saat Rima dan Riri menjebaknya untuk ‘dijual’ pada seorang produser bejat.

“Tidak…” bisiknya, matanya memanas.

Ia mendongak, menatap Riri yang kini berdiri angkuh bagai pemenang di tengah arena.

“Kau memfitnah aku!” suara Kevia bergetar namun lantang. “Hapus foto itu sekarang juga!”

Riri menyeringai, bibirnya terangkat miring. “Memfitnah? Bukankah gambar lebih jujur daripada kata-kata? Semua orang bisa lihat, Kevia. Sungguh… aku kecewa. Selama ini kau sok suci, sok pintar, sok terhormat. Ternyata—” ia menekankan suaranya, “—kau menjual tubuhmu demi uang!”

“Diam!” Kevia membentak, sorot matanya berkilat. “Kau tahu persis itu bukan pilihanku. Aku dipaksa! Kau ada di sana, Riri! Kau dan ibumu yang menyeretku, memaksaku mengenakan pakaian itu demi nafsu seorang produser kotor! Agar kau bisa jadi artis. Jangan pura-pura buta hanya demi cuci tangan!”

Mahasiswa di sekitar mereka saling pandang. Riuh berbisik, sebagian ragu, sebagian terhasut.

Riri tertawa dingin, menutupi rasa panik yang sekelebat muncul di wajahnya. “Alasan klise. Semua gadis murahan pasti bilang ‘dipaksa’. Kau kira siapa yang percaya? Lagian mana buktinya kalau aku yang maksa kamu pakai baju kayak gitu?”

“Aku tidak peduli siapa yang percaya atau tidak.” Kevia maju setapak, menatap tajam lurus ke mata lawannya. “Yang jelas, aku tidak akan biarkan kau merusak hidupku dengan kebohonganmu.”

Suasana koridor mendidih. Suara bisik-bisik tak lagi sekadar lirih, tapi seperti bara yang menyambar ke arah Kevia.

"Apa benar Riri dan ibunya yang memaksa?"

"Siapa yang benar diantara mereka?"

"Kalau beneran menjual diri, menjijikan sekali."

Riri maju selangkah, senyumannya licik. “Kalau kau memang tak menjual diri, dari mana semua pakaian branded ini, hah?” Suaranya nyaring, menusuk udara. “Kau tak bekerja. Ayahmu hanya buruh serabutan. Uang ibuku yang dicuri ayahmu jelas tak cukup untuk cuci darah dua kali sebulan, apalagi beli pakaian mewah.”

Ia mengangkat dagu, menatap Kevia penuh penghinaan. “Siapa yang bakal percaya kalau kau bukan wanita murahan?”

Kevia menggenggam erat ponselnya, bibirnya bergetar. Namun matanya menyala. “Aku menolong seseorang. Dan dia yang memberikan semua ini padaku.”

“Hah!” Riri meledak tertawa, suaranya melengking. “Menolong orang sampai dikasih barang-barang branded? Hei semua!” Ia menoleh ke kanan kiri. “Apa kalian percaya dengan alasan ini?”

Bisik-bisik mahasiswa makin gaduh.

“Benar juga, nggak masuk akal.”

“Ponselnya baru, laptopnya juga. Semua branded.”

“Harganya bisa puluhan, bahkan ratusan juta.”

“Mana mungkin cuma karena ‘menolong’?”

Sebuah suara perempuan terdengar lantang, tajam. “Jelas bohong.”

“Aku tidak bohong!” sergah Kevia, nadanya bergetar tapi tegas.

Namun Riri melipat tangan di dada, senyum sinis mengembang. “Halah, siapa yang percaya?”

Suasana menegang. Tatapan puluhan mahasiswa kini menusuk Kevia seperti pisau.

Tiba-tiba—

Tap! Tap! Tap!

Suara langkah sepatu berat menggema di lantai, menghentikan riuh kerumunan.

“Aku yang berikan semua itu.”

Kerumunan spontan terdiam.

Kevia menoleh. "Ke-- Kevin..."

Kevin muncul dari celah mahasiswa, tubuhnya tegak, sorot matanya tajam seperti bilah pedang. Rahangnya mengeras, ekspresi dingin tak terbaca. Ia menatap sekilas layar ponsel seorang mahasiswa yang masih menampilkan foto Kevia.

Dengan suara rendah, penuh ancaman, ia berkata, “Siapa pun yang menyebarkan foto itu… akan berurusan langsung denganku.”

Hening. Hanya terdengar deru napas orang-orang yang menahan tegang.

Riri menyipitkan mata, namun senyumnya melebar penuh ejekan. “Oh, ternyata kau juga di sini.” Ia tertawa tipis. “Dulu kelihatan acuh tak acuh, ternyata peduli banget sama gadis miskin ini. Jadi kau yang beliin semua barang mewah itu, ya? Aku gak percaya.”

Kevin menoleh padanya, tatapan tajamnya menusuk seperti panah. “Lalu dengan apa supaya kau percaya?”

Riri melipat tangan di dada, suaranya dingin, penuh racun. “Mudah. Kita tes saja… keperawanannya.”

Bisik-bisik langsung pecah, sebagian terkejut, sebagian lain menahan tawa kotor.

Riri mengangkat dagu tinggi, suaranya lantang menembus riuh bisik-bisik.

“Kalau gadis miskin ini masih perawan, aku nggak akan bilang dia wanita penghibur lagi.”

Koridor mendadak berubah mencekam. Seolah dinding-dinding menyempit, menjerat Kevia di tengah kerumunan. Gadis itu berdiri kaku, napasnya tercekat, darahnya berdesir dingin. Tangannya terkepal erat di sisi tubuh, berusaha menahan guncangan.

Namun dalam benaknya, kilasan malam kelam itu menyeruak—malam ketika ia dipaksa memakai gaun seksi, ketika kesuciannya direnggut dalam transaksi kotor. Bayangan itu menghantam dadanya, membuat perih yang seolah tak berdarah.

Sementara Kevin, di sisinya, mengepalkan tangan hingga buku-bukunya memutih. Urat rahangnya menonjol, matanya menyala bagai bara yang siap membakar.

Dengan suara rendah tapi bergetar menahan amarah, ia menatap lurus ke arah Riri.

“Atas dasar apa kau menuntut Kevia melakukan hal menjijikkan itu?”

Riri tertawa pelan, senyum meremehkan terkembang di wajahnya. “Kenapa? Kau takut?” Tatapannya penuh tantangan. “Kalau dia memang masih suci, kenapa harus gentar?”

Bisikan mahasiswa tiba-tiba pecah menjadi seruan-suara tajam, seperti pisau yang dilemparkan bertubi-tubi.

“Benar tuh, kalau masih perawan harusnya berani buktikan!”

“Kalau nolak, berarti beneran udah rusak!”

“Paling dia udah entah tidur sama berapa pria.”

“Menjijikkan!”

Suara-suara itu menohok Kevia dari segala arah. Dadanya sesak, matanya panas, namun ia menggigit bibirnya sekuat tenaga agar air mata tidak jatuh.

Hingga—

“Cukup!”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Kyky ANi
pa Ardi, sebenarnya ingin marah pada Yoga,, tapi,, melihat Yoga yg selama ini membanru hidup mereka, terpaksa diam dan menerima ini semua,,,
Kyky ANi
ayo Yoga,, jelaskan semuanya pada pa Ardi,,
Kyky ANi
untung,, Yoga, datang tepat waktu,, jadi ibu Kemala,, bisa diselamatkan,,,
Kyky ANi
tuh kan, Kevia hamil,, jadi siapa,, yang akan berterus terang,, ngomong jujur,,, apakah Yoga,, akan jujur sama Kevia,,,
Kyky ANi
Kevia semakin curiga pada sosok pria misterius yang mirip Yoga,,
Kyky ANi
ayo Yoga,, kapan kamu jujur pada Kevia,, kalau kamu adalah pria misterius itu,,,
Kyky ANi
pasti,, itu kak Yoga yang jemput,,,
Kyky ANi
ya,, ampun,,loe berdua,, masih ngak jera ya,, masih mau,, jahatin Kevia,,,,
Fadillah Ahmad
Kalau Novel DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahaaia) ini sudah pasti masuk Series Keluarga Nugroho kak Nana... Yang jadi pertanyaan sekarang itu cuma satu kak, apakah Novel DEBU (Demi Ibu) ini berdiri sendiri, atau masuk ke Series Keluarga Nugroho kak Nana? 🙏🙏🙏😁
Fadillah Ahmad
Kak Nana, Novel "DEBU (Demi Ibu) itu, apa masuk Series Keluarga Nugroho, atau berdiri sendiri kak Nana? 🙏🙏🙏😁
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama 🤗
total 3 replies
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
terimakasih tor.. sehat n sukses selalu love sekebon
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama Kak 🤗🙏🙏
total 1 replies
septiana
makasih kak udah menghadirkan cerita yg menarik dan begitu menginspirasi.. siap otw ke cerita selanjutnya see you kak n tetap semangat 💪🥰
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama Kak🤗🙏🙏
total 1 replies
Siti Jumiati
Terima kasih atas karya nya kak nana, tetap semangat berkarya,aku selalu menunggu dan siap membaca karya-karya kak nana.
🌠Naπa Kiarra🍁: Makasih Kak 🤗🙏
total 1 replies
Kyky ANi
Rasain lo,, Riri sama Popy,, hukumannya mau nambah lagi ,,,
Lusiana_Oct13
Makasih banyak author Nana semangat menciptakan karya² bagus yg lain nya 💪💪🤩🤩❤️❤️
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama Kak 🤗🙏
total 1 replies
anonim
Cerita yang bagus - banyak pelajaran di dapat.
Nova dan Kevin berjodohkah ?
Terima kasih Author, semangat dakam berkarya, sehat selalu, lancar rejekinya 🙏🏻💖
🌠Naπa Kiarra🍁: Aamiin. Makasih Kak 🤗🙏🙏
total 1 replies
anonim
Konsekuensi yang harus di terima Riri dan Popy - memutus masa depannya sendiri tanpa ampun.
Terutama Riri sudah sangat keterlaluan perlakuannya terhadap Kevia.
Kyky ANi
nah,,, ketauan, kan lo,, rasain,, biar dapat hukuman kalian berdua,,
Kyky ANi
akhirnya, Kevia terbukti tidak bersalah,, tinggal mencari, siapa pelakunya,,,
tutiana
❤️❤️❤️❤️❤️⚘️⚘️
🌠Naπa Kiarra🍁: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!