NovelToon NovelToon
Theresia & Bhaskar

Theresia & Bhaskar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Keluarga / Romansa
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.

"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kepedihan

Erga mengurung dirinya di dalam kamar setelah pemakaman Theresia selesai hingga malam dan tidak keluar sama sekali. Ia menenggelamkan dirinya pada selimut, menjadi tuli sementara dengan berbagai suara panggilan bundanya yang mengkhawatirkannya. Erga tahu jika dirinya salah jika seperti itu, tapi ia benar-benar tidak ingin diganggu pada hal sekecil apapun itu.

"Erga! Keluar, Ga. Kamu nggak makan malam? Kamu belum makan sama sekali sejak tadi siang." Bunda mengetuk pintu putranya berkali-kali tetapi tidak ada sahutan sedikit pun.

Karena sudah kesal, apalagi makanan yang disiapkan telah dingin. Bunda mengambil kunci cadangan dan membuka pintu kamar putranya. Sangat sunyi, gelap, kehampaan menyelimuti, jendela dan balkon yang tertutup rapat, serta seluruh tubuh Erga yang tertutupi di atas kasur.

Bunda sedih melihat keadaan kamar putranya, juga merasakan kesedihan, kehilangan, serta sesak mendengar kabar Theresia telah tiada. Namun, takdir tiada yang tahu. Semaunya terjadi begitu saja.

Lampu kamar telah Bunda nyalakan, tirai balkon juga Bunda buka lebar menampakkan bulan di langit malam yang sepi. Wanita itu kemudian duduk di samping selimut yang menutupi tubuh putranya. Mengelus rambut Erga yang sedikit terlihat dari balik selimut.

"Bunda tahu kamu juga merasakan kehilangan, tapi jangan seperti ini, Ga. Kamu nggak kasihan sama diri kamu sendiri? Gimana kalau There di sana ikut sedih lihat kamu kayak gini?"

Beberapa menit berlalu, tidak ada jawaban ataupun suara dari balik selimut. Bunda pun menarik selimut tersebut yang langsung menampakkan wajah putranya. Tatapan sayu, hidung kemerahan, rambut berantakan, pakaian serba hitam yang belum diganti seusai pemakaman masih laki-laki itu kenakan.

"Erga... makan, ya? Bunda udah masak di bawah."

"Maaf." Suara berat sedikit serak Erga membuat Bunda menahan sesak di dadanya.

"Bukan salah kamu, Ga. Kamu nggak salah." Bunda menarik kepala Erga dalam pelukannya dengan menepuk-nepuk punggung laki-laki itu.

Sebenarnya, Bunda berusaha tegar agar tidak ikut dalam penuh kesedihan karena harus berusaha menenangkan putranya. Sedih, benar-benar menyakitkan menahan rasa sakit penuh isak dalam diri dengan kondisi seperti ini. Bunda berusaha menjadi kuat di depan Erga.

"Kenapa Bunda tahan? Bukannya Bunda yang ajarin aku biar nggak menahan sesuatu dan ceritain apapun itu?" Erga melepaskan pelukan Bunda dan menatap mata Bunda yang menahan bendungan air mata. Ia mengangkat tangannya mengelus-elus kedua pipi bunda yang kini telah basah. Air mata itu turun begitu saja saat sudah tidak bisa terbendung lagi.

Erga tahu perasaan Bunda, laki-laki itu sudah tahu jika Bundanya selama ini berusaha kuat di hadapannya dalam berbagai hal. Namun, di waktu yang bersamaan, Erga tidak menyukai Bunda yang tidak leluasa mengungkapkan apa yang dirasakan pada putranya. Bahkan, saat memeluk Erga, laki-laki itu tahu dari degup jantung dan pernapasan yang tidak teratur Bunda. Hal tersebut menunjukkan jika Bunda sedang menahan dirinya. Penuh kesesakan dan berusaha tegar.

Tangan putranya kini yang memeluk Bunda dalam dekapannya, mengelus punggung wanita yang tengah menangis dalam diam. "Aku di sini, Bun. Perasaan apapun itu tunjukkin ke aku. Aku yang bakalan jadi sandaran Bunda."

Tangisan Bunda seketika pecah dan pelukan itu semakin erat sehingga membuat dada Erga ikut sesak mendengar tangisan orang yang ia cintai penuh isakan. Hari ini, malam ini, penuh dengan air mata, tangisan penuh kehilangan.

...••••...

Seorang pria berpakaian santai duduk di ruang tengah dengan menatap Bhaskar yang sedang menundukkan kepalanya sejak tadi. Sudah lama, tidak kunjung terangkat karena menahan dirinya agar terlihat tabah di hadapan Omnya.

"Kamu mau sesuatu?" tanya Omnya, tetapi hanya gelengan kepala saja yang Bhaskar tunjukkan. "Malam ini Om tidur di sini. Kalau mau sesuatu bilang aja."

"Aku emang pembawa sial."

Sontak ucapan Bhaskar membuat Omnya mengerutkan keningnya tidak suka. Semuanya terjadi karena sudah waktunya dan takdir. Menyalakan diri sendiri pula tidak akan berpengaruh pada apa yang telah terjadi.

"Maksud kamu apa? Kamu mau home schooling lagi? Jarang keluar dan menutup diri? Bhaskar, Om tahu kalau kamu masih memikirkan waktu itu. Tapi semuanya sudah berlalu dan itu bukan kesalahan kamu."

Bhaskar mengangkat kepalanya membalas tatapan Om yang dalam. "Tapi semuanya yang pergi selalu setelah aku sayang ke orang itu, Om. Aku takut, aku cape sama diri aku sendiri, aku mau di rumah aja, mending aku nggak kenal siapa-siapa dan jalanin kehidupan tanpa rasa."

"Bhaskar! Om tahu kamu masih dalam waktu penuh kehilangan dan kesedihan, tapi jangan buat pemikiran pendek kayak gitu. Kamu masih muda, kamu mau abisin waktu-waktu kamu gitu aja di dalam rumah? Tanpa teman, tanpa semangat, dan tanpa hal baru?"

"Lebih baik kayak gitu."

Om menghela napasnya dan hanya menganggukkan kepala karena jika terus menanggapi Bhaskar akan membuat dirinya naik darah. Merujuk pada pertengkaran setelah kesedihan penuh kehilangan yang di mana emosi seseorang sedang tidak stabil.

"Kasih aku waktu, Om. Aku nggak mau sekolah dulu."

"Oke. Tapi Om nggak mau kamu mengulang, kamu harus belajar setelah nggak sekolah beberapa hari." Bhaskar kini mengangguk.

"Om udah ada cewek?"

Topik pembicaraan ponakannya tiba-tiba berubah drastis yang membuat suasana terasa berbeda secepat kilat.

"Dari mana kamu tahu?" Om menatap serius ke arah Bhaskar.

"Cuman tebakan, soalnya jarang ke rumah ini."

"Sebentar lagi Om ada rencana mau menikah."

Seketika Bhaskar terdiam, ia tidak akan menduganya jika hal tersebut akan keluar. "Om beneran? Nggak main-main, kan?"

"Enggak. Om serius. Kebetulan udah kenal lama, setelah mampir di rumah lama Mama kamu dulu, Om ketemu dia lagi sama ponakannya yang masih kecil jalan sore. Terus kenalan karena ponakannya suka Om."

"Om ke rumah Mama buat apa?"

"Buat bersihin rumah dan lihat keadaannya setelah nggak ditempati lama karena kamu di sini."

"Kalau begitu aku mau ke sana sementara waktu."

"Kamu yakin mau di sana? Sendirian?"

"Aku juga udah terbiasa sendiri. Mending Om sekarang istirahat. Jangan khawatirin aku, aku baik-baik aja." Bhaskar menegakkan tubuhnya dan melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. Ia ingin beristirahat, melepaskan semua lelah, sesak di dadanya, dan perasaan penuh kesedihan atas kehilangan yang memenuhi dirinya.

"Jangan terlalu tenggelam, Bhaskar," ucap Om. Sedangkan Bhaskar tidak menyahuti dan terus melangkah menaiki tangga tanpa menoleh sedikit pun.

Perasaan itu sangat sulit dihilangkan, apalagi Bhaskar terus menyalakan dirinya dan menyangkut-pautkannya dengan pengalaman yang sama terjadi lagi. Pikirannya berat, tubuhnya lelah, penuh sesak dan luka tak kasat mata. Seolah-olah perjalanannya untuk menghampiri seseorang telah berhenti di tengah gelapnya jalan, membiarkan orang tersebut pergi meninggalkannya. Sementara dirinya ditelan oleh kekosongan.

...••••...

...Bersambung....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!