Theresia & Bhaskar
Seorang laki-laki dengan buku catatan kecil di tangannya bersandar pada kursi restoran yang sengaja dipesannya di area outdoor. Mata lentik, rahang tercetak jelas, kulit kecokelatan serta lesung pipi yang samar-samar terlihat saat laki-laki itu merapatkan bibirnya.
Malam seakan-akan hanya sebuah warna hitam saja tanpa ada rasa kebahagiaan, suara keramaian serta tawa seperti suara nyamuk yang mengganggu. Laki-laki itu menatap sebuah jembatan yang menyatukan dua daratan dengan cahaya lampu kendaraan yang bergerak di sana.
Rasa kekecewaan yang mendalam dari masa lalu memang sulit dihilangkan, ataupun hanya sekedar tak terlintas untuk beberapa saat saja.
Suara pecahan gelas terdengar jelas dari dalam restoran yang membuat laki-laki itu membuka matanya melihat kaca tembus pandang yang berada tepat di belakangnya dari luar. Matanya melebar saat melihat seorang gadis berkali-kali menundukkan kepalanya untuk meminta maaf kepada seorang pelayan yang sedang membersihkan pecahan gelas di lantai.
“Maaf, Kak. Aku nggak sengaja,” kata gadis itu. Baju putihnya terdapat noda kecokelatan karena terkena tumpahan minuman yang dibawa si pelayan.
“Leta?” Bhaskar beranjak dari duduknya mengikuti langkah kaki gadis berbaju putih tersebut yang cepat keluar dari restoran.
Merasakan ada hal aneh di belakangnya, gadis itu langsung melirik sebuah kaca besar toko di sisi jalanan untuk melihat belakangnya. Dia hanya melihat seorang laki-laki yang turut berhenti saat langkahnya terhenti juga dan tidak ada rasa curiga mengenai laki-laki tersebut.
Dia melanjutkan langkah kakinya lebih cepat menuju sebuah jembatan yang tidak terlalu ramai kendaraan dan terlihat lega saat tiba di jembatan tersebut, seolah-olah beban pikirannya terjatuh saat di sana. Namun, setelah menghela nafas lega yang tidak dapat diartikan oleh seorang laki-laki yang sejak tadi mengikutinya. Gadis itu meletakkan tas kecilnya dan menaiki sisi jembatan dengan raut wajah pasrah.
“MAU NGAPAIN LO!”
Bhaskar menarik pinggang gadis berbaju putih tersebut saat gadis itu bersiap untuk melompat. Karena tarikannya terlalu kuat, itu membuat paha gadis itu sedikit terlihat olehnya. Dia langsung geram dan menampar pipi Bhaskar dengan keras.
Jujur saja, tamparan gadis itu membuat pipi Bhaskar panas karena saking kerasnya. Tapi laki-laki itu tidak mengindahkan tamparan tersebut, justru ia menarik gadis itu ke pelukannya yang membuat sang empu terkejut.
“NGAPAIN LO? MESUM? LEPASIN GUA, ORANG GILA!” Gadis itu memberontak dengan segala cara, bahkan dia mencengkeram bahu Bhaskar yang di mana kuku-kukunya akan menusuk kulit laki-laki itu.
Tidak ada pergerakan lainnya selain laki-laki itu semakin mengeratkan pelukannya. Dia langsung menendang tulang kering kaki Bhaskar yang membuat laki-laki itu langsung melepaskan pelukannya dan memegangi kakinya yang kesakitan. “Kok lo tega ke gua sih, Ta?”
Gadis itu membenarkan rambutnya dan menatap Bhaskar dengan geram. “Ta siapa? Dan lo juga siapa? NGGAK PUNYA SOPAN SANTUN! Tampangnya doang ganteng, tapi sopan santunnya minus.”
Bhaskar hendak mengejar gadis berbaju putih tersebut saat gadis itu berlari meninggalkannya. Tapi hanya beberapa langkah saja, rasa sakit di kakinya semakin terasa yang membuat Bhaskar menghentikan aksinya. Ia hanya bisa memandangi punggung gadis itu menjauh sembari berdesis kesakitan.
“LETA!” teriak Bhaskar, saat pandangannya memburam sebab dia rabun jauh. Ia ingin merogoh saku hoodie-nya guna menggunakan kacamata, tetapi sudah terlambat gadis itu sudah hilang dari pandangannya, meninggalkan rasa sakit di kakinya.
...••••...
Seusai pulang dari keluar rumah, Bhaskar langsung memasuki rumah dengan langkah kaki gontai, wajahnya tampak datar sembari melewati Bibi yang heran melihat majikannya bertingkah aneh. Wanita itu ingin mendekat dan menanyakan keadaan Bhaskar, tetapi laki-laki itu langsung berbalik seraya tersenyum tipis ke arahnya.
"Aku besok mulai sekolah, Bi. Tolong sarapannya lebih pagi lagi ya? Aku udah nggak ada liburan lagi," ucap Bhaskar.
"Baik, Den."
Ketika akan memasuki kamarnya, suara bel rumah mendadak berbunyi sehingga membuat Bibi berjalan cepat ke arah pintu. Namun, sebelum Bibi sampai, pintu itu terbuka dengan menampilkan seorang pria bertubuh tegap dengan membawa bingkisan entah apa itu isinya.
"Bhaskar di mana, Bi? Sudah makan?" tanya pria tersebut.
"Silahkan masuk, Tuan. Maaf, Den Bhaskar baru kembali setelah dari luar seharian, saya tidak tahu sudah makan atau belum." Bibi sedikit menundukkan kepala sembari mempersilahkan pria tersebut.
"Hai, Om! Makin ganteng aja, kangen sama aku ya?" tanya Bhaskar dari lantai dua. Ia mengubah raut wajahnya tersenyum ke arah pria yang sudah merawatnya dengan manis sebagai sambutan.
Sementara itu, Omnya meletakkan bingkisan di ruang tengah dan memberikan instruksi pada laki-laki di atas itu. "Om mau bicara."
Dengan nada bicara serius Om, itu membuat Bhaskar sontak berubah. Ia bergegas menuruni tangga dan duduk di sofa dengan tangan yang sibuk membuka bingkisan yang Omnya bawa.
"Apa? Soal apa?" tanya Bhaskar dengan santai.
"Besok-"
"Aku udah tahu, santai aja, Om. Aku udah gede, semuanya terkendali. Iyakan, Bi?" Bhaskar menatap ke arah bibinya yang datang sembari membawa nampan berisi teh.
"Bi, jangan terlalu memanjakan Bhaskar, Bibi bisa marah atau melarangnya untuk hal-hal yang tidak bagus," ucap Om yang melirik wajah senang ponakannya melihat nasi Padang di dalam bungkusan tersebut.
"Tapi Den Bhaskar sering di rumah, Tuan. Kalau keluar memang sangat lama bahkan sampai malam, tapi itu sangat jarang terjadi-"
"Lagian aku nggak punya temen di sini, aku habisin waktuku jalan-jalan sendiri. Pengen tahu lebih banyak sekitar sini," sahut Bhaskar yang langsung mendapatkan tatapan aneh dari pamannya.
Pria itu hanya menghela napas berat dengan menatap Bhaskar yang makan dengan lahap. "Maaf."
"Jangan bikin nafsu makanku ilang, Om. Udahlah, jangan dipikirin, yang sekarang ya sekarang, yang lalu yaudah berlalu."
Omnya mengerutkan keningnya bingung dengan sifat Bhaskar yang tiba-tiba berbeda. Namun, dari situlah pria itu lega sebab ponakannya tidak terjebak dan terus memikirkan perihal tersebut. Mungkin.
"Dari mana, Om? Kencan?" Bhaskar bertanya dengan mulut yang penuh.
Lantas, pertanyaan yang membuat Omnya kesal itu mendadak keluar lagi dari ponakannya. "Menurut kamu? Kalau udah selesai makan jangan langsung tidur, bersih-bersih sebelum tidur, jangan lupa siapin diri kamu buat besok. Jangan ada yang ketinggalan."
"Iya-iya, nggak percaya banget sama ponakannya yang ganteng ini."
Sudut bibir Omnya terangkat saat mendengar ucapan Bhaskar. Meski banyak hal yang ponakannya lalui, laki-laki itu tidak pernah berubah dan tetap menjadi dirinya. Ia bersyukur karena Bhaskar mau menjalani kehidupannya meski tidak memiliki orang tua dan hanya memiliki dirinya. Melihat Bhaskar yang makan dengan lahap saja sudah membuat hatinya lega setelah seharian penuh kesibukan.
Jangan pernah berubah, Bhaskar.
...••••...
...Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments