Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Taman Bunga
"Mau makan apa, Ay?" Tanya Dimas yang sedang melihat - lihat buku menu.
"Ikan emas bakar enak kayaknya, Mas. Udah lama banget gak makan ikan emas bakar. Tapi sayangnya aku takut durinya kesangkut di tenggorokan lagi karna aku gak telaten misahin duri halus yang di dagingnya itu." Jawab Laras.
"Pernah?" Tanya Dimas yang menatap ke arah kekasihnya.
"Iya, berakhir di IGD." Jawab Laras yang cengengesan.
"Ikan emasnya ada yang berat berapa?" Tanya Dimas.
"Yang besar ada berat sekitar delapan sampai sepuluh ons per ekornya." Jawab pelayan.
"Ok, saya minta ikan emas bakar yang besar." Kata Dimas.
"Mas aku gak bisa misahin durinya loh." Protes Laras.
"Nanti aku yang misahin." Jawab Dimas.
"Mau minum apa?" Tanya Dimas kemudian.
"Es jeruk aja, Mas." Jawab Laras.
"Minumnya es jeruk, dua." Ujar Dimas pada pelayan.
Pelayan kembali mengulangi pesanan mereka, kemudian meminta mereka menunggu pesanan datang.
"Aku cek kerjaan bentar ya, Ay." Dimas membuka ponselnya dan membalas pesan dari klien dan juga karyawannya.
"Iya sayang." Jawab Laras.
"Gak jadi, Ay." Dimas kembali mematikan ponselnya dan menatap ke arah Laras.
"Loh, kenapa?" Kekeh Laras.
"Jadi pingin liatin kamu aja." Jawab Dimas.
"Bisa ae om - om satu ini." Gelak Laras sembari meraup wajah Dimas.
"Buka dulu tuh hapenya, Mas. Nanti kalo ada kerjaan penting gimana?" Titah Laras yang kemudian menyandarkan kepalanya di lengan Dimas sembari memainkan jari pria itu.
Dimas tersenyum dan mengusap kepala Laras. Ia yang tadinya ingin kembali membuka ponsel, malah menempelkan kepalanya di kepala Laras.
"Mas..."
"Hm.."
"Masss..."
"Dalem sayang."
"Di cek dulu kerjaannya."
"Gak konsen kalo kayak gini, Ay." Jawab Dimas yang membuat Laras tertawa.
"Yaudah - yaudah, aku gak gangguin lagi." Kata Laras yang kemudian menegakkan duduknya.
Dimas terlihat sibuk membalas beberapa pesan, kemudian membuka tabnya untuk melihat pesan yang masuk melalui email. Laras tersenyum melihat kesibukan kekasihnya.
"Banyak kerjaan kayak gini aja, masih sempet ngajakin jalan." Batin Laras.
"Kenapa kok ngeliatinnya kayak gitu, Ay?" Tanya Dimas yang melirik sekilas ke arah Laras.
"Aku lagi cuci mata tau, Mas. Liatin Mas yang ganteng banget." Jawab Laras yang menggoda Dimas hingga membuat wajah Dimas memerah.
"Biasa aja dong sayang, merah gitu mukanya." Kekeh Laras.
"Ay, tak ambung kowe mengko. (Ay, tak cium kamu nanti.)"
"Halalin dulu dong, adek, Mas. Baru cium - cium." Kata Laras.
"Adek yang gak mau cepet di nikahin sama Mas." Sahut Dimas sambil mencubit hidung Laras.
"Sabar ya, Mas. Mas, kadang aku nih mikir, aku terlalu egois ya? Karna belum mau diajak Mas nikah. Tapi jujur, aku masih pingin kerja, pingin bahagiain Ayah, Mbun, dan Uti dulu, pingin nyenengin Arka juga. Karna kalau aku udah nikah, pasti aku bakal lebih fokus ke Mas." Ujar Laras.
"Maaf ya, Mas." Imbuhnya kemudian.
"Gak perlu minta maaf, sayang. Kamu juga berhak nikmatin masa mudamu. Wajar kalau kamu pingin bahagiain orang tua dan keluarga, Mas justru bangga. Jadi, jangan berpikiran yang macem - macem. Fokus aja sama tujuanmu saat ini, In syaa Allah, Mas bakal selalu dukung kamu." Kata Dimas yang berusaha menenangkan.
"Mas beneran mau nungguin aku?" Tanya Laras.
"Ya, selama adek ini gak minta Mas buat ninggalin adek." Kekeh Dimas sambil menjawil dagu Laras.
"Tiba - tiba berubah manggilnya?" Kata Laras yang membuat mereka tertawa.
"Kalo bisa, jangan terlalu lama. Soalnya aku pingin punya anak banyak, Ay." Imbuh Dimas.
"In syaa Allah ya, Mas. Eh enakan bahasa yang sebelumnya loh, Mas. Kok malah berubah lagi." Protes Laras.
"Iya, dek. Tiap tahun punya anak, ya?" Kekeh Dimas.
"Sangka Mas, aku kucing? Lagian juga repot kalo kita berdua kerja." Cicit Laras.
"Tenang, ada Ibuk sama Bapak yang siap momong. Beliau - beliau yang minta cucu banyak." Jawab Dimas.
"Jadi bayangin bapak gendong cucunya sambil mantau pabrik. Terus Ibuk momong cucunya sambil ngerumpi sama Uti." Kata Laras yang membuat mereka tertawa.
Tak lama kemudian, pesanan mereka sampai. Dimas dengan telaten memisahkan duri - duri ikan emas, lalu meletakkan daging ikan yang sudah bersih dari duri itu di piring Laras.
"Enak banget. Udah lama gak makan ikan emas. Makasih ya, Mas." Kata Laras yang terharu.
"Njih, sayang. Makan yang banyak ya." Kata Dimas yang masih sibuk memisahkan duri ikan.
"Mas juga makan nih, aaaa." Laras menyuapkan nasi yang sudah di beri ikan dan sambal ke mulut Dimas.
"Kalo kayak gini, Mas rela misahin duri sepuluh ekor ikan lagi. Asal kamu suapin terus." Ujar Dimas yang membuat Laras tertawa.
...****************...
"Mas, kita mau kemana? Kan mau ketemu klien Mas di Mall?" Tanya Laras.
"Masih ada waktu kok." Jawab Dimas sembari melihat jam tangannya.
"Mau kemana?"
"Liat aja nanti " Jawab Dimas yang mempercepat laju mobilnya.
Tak lama mereka sampai di sebuah tempat yang tertutup dan di jaga oleh beberapa orang satpam.
"Selamat siang, Mas. Ada perlu apa?" Tanya Satpam yang menghentikan mobil Dimas.
"Saya yang meghandle visualisasi design tempat ini. Saya mau masuk untuk melihat beberapa spot yang minta di ubah." Ujar Dimas sembari menunjukkan pesan dari pemilik tempat.
"Mas Dimas, ya? Tadi bapak sudah menelfon saya. Monggo silahkan langsung masuk saja." Ujar satpam lain yang menghampiri.
Dimas pun mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum melajukan mobilnya.
"Mas, ini tempat apa? Ini yang Mas gambar waktu itu ya?" Laras menunjuk sebuah bangunan.
"Iya. Itu nanti jadi tempat show." Jawab Dimas.
"Ini mau di buat tempat wisata?" Tanya Laras yang di jawab anggukan oleh Dimas.
"Luas banget! Ini semua Mas yang visualisasi?"
"Njih sayang." Jawab Dimas.
"Wuuuaaah! Kereennn..." Laras tampak antusias.
"Ay, lihat itu." Dimas menunjuk sebuah taman bunga yang sangat indah.
Taman yang dipenuhi dengan berbagai macam jenis bunga yang bermekaran. Bunga yang dikelompokkan sesuai dengan jenisnya itu tampak indah dan berwarna warni.
Tak hanya itu, disana juga ada terowongan panjang yang di balut dengan bunga air mata pengantin.
"Waahhh. Mas, boleh turun kesana?" Tanya Laras yang di jawab anggukan oleh Dimas.
Gadis itu tampak antusias melihat bunga - bunga yang ada di sana. Dimas beberapa kali diam - diam memotret Laras yang tak kalah cantik bersanding dengan bunga - bunga.
"Mas, ayo foto!" Ajak Laras.
Dimas segera mendekat, lalu mengambil foto berdua dengan Laras. Tak hanya satu, tapi beberapa foto di beberapa tempat berbeda.
Pria itu lalu membuka Tabnya dan kembali melihat kesesuaian hasil nyata dengan visualisasi yang ia buat.
"Mas ini beneran sama loh!" Komentar Laras yang membandingkan gambar dengan yang nyata.
"Tapi pemiliknya minta perubahan di area ini, ini dan ini. Warnanya kurang pas." Kata Dimas sambil menunjuk area yang ia maksud di tabnya.
Setelah selesai melihat lokasi, mereka berdua segera beranjak ke Mall untuk bertemu klien.
"Udah, Ay?" Tanya Dimas yang menunggu Laras di depan mushola kecil yang ada di Mall.
"Udah, Mas. Klien Mas udah sampe?"
"Udah, dia ada di Coffe Shop." Jawab Dimas yang kemudian menggandeng Laras menuju ke Coffe Shop.
Setelah bertemu dengan kliennya. Dimas segera memulai meeting dengan menunjukkan hasil visualisasi yang ia buat. Mereka berdua tampak berdiskusi mengenai beberapa spot yang dinilai kurang pas.
Laras yang tak begitu paham, hanya bisa terdiam sembari memperhatikan tangan Dimas yang lincah menari di atas tab.
Tuuuukkk..
Laras tak sengaja menjatuhkan pena. Namun, dua pria itu tampak cuek seolah tak terusik. Ia segera merunduk untuk mengambil pena Dimas yang ia jatuhkan.
Laras merasakan tangan Dimas yang menempel di atas kepalanya yang ada di bawah meja. Tentu saja Dimas mau melindungi kepala Laras agar tak terbentur meja, walaupun pandangannya tetap pada gambar yang masih ia diskusikan.
Laras tersenyum mendapati Dimas yang tetap menjaganya, dan hal itu sukses membuat wajah Laras menjadi merah.
update trus y kk..
sk bngt ma critany