Bosku Buaya Darat

Setelah kepergian Alena, Chris justru hanya diam dan mengabaikan pekerjaannya. Pria itu hanya berbaring nyaman dengan paha Jessy sebagai bantalan, sementara Jessy mengusapi rambut Chris.

"Jadi, kenapa kamu mematikan telpon Nyonya Alena?"

Chris berdecak, namun matanya tetap memejam. "Jangan bicarakan itu, menyebalkan."

"Tapi gara- gara itu aku dimarahi." Chris membuka matanya.

"Dia menyakitimu?" wajah Chris nampak khawatir.

"Tidak sampai begitu, tapi tetap saja aku kesal."

"Lain kali jangan hiraukan dia." Chris kembali memejamkan matanya berbalik memeluk perut Jessy.

"Kamu ingin terus begini? Tidak bekerja?" tak bisa Jessy pungkiri dia juga sedikit senang melihat Chris bermanja. Sedikit. Camkan! Hanya sedikit.

Tapi, jika terus begini pekerjaan Chris akan banyak tertunda dan akhirnya pria itu harus lembur, dan itu artinya dia juga harus ikut lembur. Tak biasanya Chris terlalu perasa.

"Aku malas."

"Kamu bisa malas juga?"

"Aku manusia."

"Baiklah, tapi jika terus begini pekerjaanmu tidak akan selesai."

"Jess, aku hanya ingin berbaring dan memelukmu hari ini." Jessy menipiskan bibirnya.

"Mau aku beri sesuatu agar kamu semangat bekerja?"

Chris membuka matanya lalu menatap Jessy. Jessy tersenyum lalu menunduk untuk memberikan ciuman di dahi Chris.

Chris tersenyum. "Hanya di dahi?"

"Ingat kalau aku masih mempertimbangkanmu?"

"Baiklah." Chris mendudukkan dirinya. "Aku harus bekerja keras untuk membuktikannya, kan?" Jessy mengangguk.

Chris menangkup pipi Jessy lalu memberikan kecupan di dahi Jessy, setelah itu dia berjalan ke arah kursinya untuk bekerja.

Jessy bangkit hendak keluar dari ruangan Chris, namun saat ini Chris kembali memanggilnya.

"Jess, kamu tidak bertanya kenapa aku tak suka padanya?"

"Aku akan dengarkan kalau kamu mau bercerita?" Chris terdiam. "Tapi kalau menurut kamu aku tidak perlu tahu, aku juga tidak akan bertanya."

"Terimakasih sudah mengerti."

Jessy mengangguk lalu melanjutkan niatnya untuk pergi.

Setelah Jessy pergi Chris memeriksa CCTV di depan ruangannya, dimana Alena mendorong Jessy dengan kasar sebelum memasuki ruangannya. Setelah melihat itu Chris menekan nomer Mike, lalu mendekatkannya pada telinga.

"Mike hubungi Andrea, berhenti sebagai asisten Alena, katakan padanya dia bisa bekerja di cabang perusahaan kita mulai besok."

 ....

Alena memasuki rumah besarnya lalu segera mencari dimana suaminya berada.

"Dimana suamiku?" tanyanya pada salah seorang pelayan.

"Tuan, di ruang baca, Nyonya."

Tanpa berucap lagi Alena segera pergi ke ruang baca dimana Jayden berada.

Begitu masuk dia melihat Jayden tengah membaca di sebuah kursi ditemani secangkir kopi di depannya.

"Kau tahu apa yang dilakukan anakmu pada padaku," ucapnya tanpa basa- basi.

Pria paruh baya yang nampak beberapa rambutnya memutih itu menoleh lalu menyeruput kopinya dengan tenang.

"Sudah aku bilang jangan ikut campur. Kau yang tidak mendengar."

Alena menampakkan wajah malu. "Aku kira mungkin kali ini dia akan menurut."

"Aku saja ayahnya tidak di dengar. Apalagi kau?" Jayden menatap dengan meremehkan.

"Itu karena kau yang tidak tegas. Seharusnya sebagai kepala keluarga kau tidak boleh di tindas."

Jayden menghela nafasnya. "Aku hanya harus menerima sejak Chris mengurus perusahaan perusahaan semakin berjaya."

"Jadi kau akan mengalah begitu saja?"

"Lalu aku harus apa? Usiaku saat ini hanya perlu menikmati hari- hatiku."

"Dengar Jayden, jika Chris menikah nanti aku pastikan semua uang akan di kelola istrinya. Kau yakin dia masih akan ingat denganmu." Jayden mengerutkan keningnya.

"Apa maksudmu?"

"Karena itu aku menjodohkannya dengan Sally. Sally adalah keponakanku, dia tak akan melupakan kita. Berbeda dengan orang lain, mereka pasti akan mengabaikan masa tua kita."

Jayden terkekeh. "Dengar Alena, aku masih memiliki saham atas namaku, dan itu sudah cukup untuk masa tuaku. Kecuali kau memiliki niat lain."

"A-apa maksudmu?"

"Alena jangan kira aku tak tahu niatmu menikahkan Chris dengan Sally. Kamu hanya perlu pion agar kau bisa menjadi raja."

Wajah Alena memerah. "Ini karena kau hanya diam dan membiarkan Chris berkuasa sendiri! Kau sungguh tidak berguna."

"Kau!" Jayden melempar bukunya dengan marah lalu bangkit berdiri.

"Ya, itu kenyataannya. Pantas saja Lilian pergi meninggalkanmu demi pria lain, karena kamu memang sangat lemah. Tidak ada gunanya mengadu padamu. Jika bukan karena Chris aku yakin saudaramu yang lain mungkin sudah meremehkanmu." Jayden mengepalkan tangannya, giginya gemelutuk dengan keras.

"Kau tahu apa yang paling aku benci, Alena. Tapi kau sengaja mengungkit itu?" Alena menelan ludahnya kasar, saat Jayden berjalan mendekat.

"Mau apa kau?" Jayden mendengus saat Alena nampak ketakutan.

"Ingat posisimu, Alena. Jika bukan aku yang mengangkatmu dari jalanan. Kau mungkin sudah mati jadi santapan pria hidung belang."

Jayden melewati Alena yang jatuh terduduk di lantai dengan wajah pucat pasi.

Saat ini ponselnya berdering, melihat itu nomer ponsel Sally Alena segera menerima panggilan tersebut.

"Bibi, beberapa orang datang dan menghancurkan restoranku, mereka bilang ini adalah ulahmu. Kau tega sekali melakukan ini padaku."

Alena mengerjapkan matanya lalu mematikan panggilan tersebut, dengan segera Alena bangkit dan mengajar Jayden.

"Jayden, bicaralah dengan Chris katakan untuk tidak membuat nama baikku hancur," pintanya.

"Seharusnya kau pikirkan ini sebelum melakukannya."

"Tolonglah, Jayden." Alena bahkan berlutut di depan Jayden. "Keluargaku akan membenciku."

"Pergilah, Alena. Jangan kembali sebelum Chris memintamu." Alena mengangguk lalu segera bergegas untuk pergi.

Alena mengepalkan tangannya. Lagi- lagi dia harus pergi. Tak peduli dengan usahanya, dia tetap tak bisa menang. Chris sialan!

Dia kembali saat Deborah mengatakan akan menjodohkan Chris satu bulan lalu, saat mendengar Deborah gagal menjodohkan Chris, dia kira dia bisa memanfaatkan ini untuk menguasai keluarga ini. Nyatanya Chris masih saja sombong. Tidak! Bukan hanya Chris, Jayden juga, mereka semua benar-benar terlalu meremehkannya.

Tunggu sampai dia kembali, akan dia hancurkan keluarga ini hingga ke akar.

Alena memasukkan pakaiannya dengan menghubungi Andrea, dia harus segera pergi sebelum Chris membuat masalah semakin besar.

"Andrea, kita akan pergi ke Spanyol."

"Lagi, Nyonya."

"Ya, segera siapkan kepergian kita."

"Maafkan aku, Nyonya. Sepertinya aku tak bisa lagi bekerja denganmu."

Alena mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu?"

"Tuan Chris menghubungiku. Dia bilang aku tak perlu lagi bekerja denganmu. Dia bilang dia akan menghentikan gajiku."

"Aku yang menggajimu, bodoh!" maki Alena.

"Benar, tapi Tuan Chris bilang, dia akan mengurangi uang bulanan anda, dan anda tidak akan bisa menggajiku."

"Apa?" Alena mematikan teleponnya, lalu melihat akun banknya.

Sial. Chris benar-benar mengurangi uang bulanannya sampai setengah. Kalau begini dia tidak akan bisa ke luar negeri.

...