Di kehidupan sebelumnya, Duchess Evelyne von Asteria adalah wanita paling ditakuti di kerajaan. Kejam, haus kekuasaan, dan tak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Namun, semuanya berakhir tragis. Pengkhianatan, pedang yang menembus perutnya yang tengah mengandung besar itu mengakhiri segalanya.
Namun, takdir berkata lain. Evelyne justru terbangun kembali di usia 19 tahun, di mana ia harus menentukan jodohnya. Kali ini, tekadnya berbeda. Bukan kekuasaan atau harta yang ia incar, dan bukan pula keinginan untuk kembali menjadi sosok kejam. Dia ingin menebus segala kesalahannya di kehidupan sebelumnya dengan melakukan banyak hal baik.
Mampukah sang antagonis mengubah hidupnya dan memperbaiki kesalahannya? Ataukah bayangan masa lalunya justru membuatnya kembali menapaki jalan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Cium Saya!
Suasana hening dan panik terjadi di tempat perburuan. Para kesatria meminta para lady bersembunyi di dalam tenda mereka dan menutup tirainya.
Seorang pria berjubah hitam mengendap-endap dan masuk ke dalam tenda Evelyne. Evelyne menatap sosok tersebut dan memainkan belati di tangannya.
“Siapa yang memberimu perintah?” tanya Evelyne tanpa rasa takut. Pria itu nampak tak menggubris ucapan Evelyne dan siap menyerangnya dengan membabi buta.
“Hei! Aku sudah bertanya, ya!” ucap Evelyne kesal, dia cepat-cepat menghindar. Di sisi lain, beberapa kesatria yang menyaksikan adegan tersebut dari atas pohon mulai cemas.
“Benarkah Kuta membiarkan ini?” tanya salah satu di antara mereka.
“Yakin, Lady Evelyne dapat menghindari setiap serangan Azura yang terkenal dengan kecepatannya yang luar biasa. Bila sudah sangat mendesak, baru Kuta akan menolong. Bukankah kita juga ingin tahu rahasia apa yang digunakan Lady Evelyne saat menghindari serangan?” ucap salah satu dari mereka lagi.
Ya, mereka adalah para kesatria bayangan yang ditugaskan oleh Piter untuk menjaga Evelyne. Namun, karena Evelyne cukup sigap dan tangkas, mereka bahkan harus belajar banyak darinya.
“Siapa yang menyuruhmu?” tanya Evelyne lagi pada pria berjubah hitam di hadapannya.
“Apakah penting identitas saya saat Anda akan mati?” ucapnya dengan suara yang rendah. Evelyne menyeringai saat melihat sebuah token terjatuh dari tubuh pria itu.
‘Sekarang tak perlu jawaban darinya, karena kematian siap menjemputnya.’ Ucap Evelyne dalam hati. Dia tak ingin turun tangan langsung dan mengotori tangannya sendiri.
Dia memberi instruksi pada beberapa orang pelindungnya yang masih bersembunyi, dan para kesatria bayangan itu akhirnya turun tangan. Namun siapa sangka, serangan ternyata datang bukan hanya dari satu orang saja.
Ada lima orang pembunuh yang menyerang Evelyne kala itu. Evelyne berdecak kesal dan akhirnya menyerang dengan ekstrem, dia bergerak amat lincah.
Crat!
Evelyne menggesekkan belati miliknya ke pergelangan tangan pembunuh tepat di urat nadinya. Tiga orang dilumpuhkan oleh Evelyne dan sisanya dilumpuhkan oleh kesatria bayangan.
Evelyne menatap para kesatria bayangannya dengan dingin. Dia ingin memakai mereka semua, namun mereka juga tak salah, karena memang percaya akan kemampuannya. Namun, bila lengah sedikit saja, nyawanya dapat terancam.
“Hei, kalian itu ditugaskan untuk melindungiku! Kalian malah asyik memperhatikan tanpa membantuku!” sindir Evelyne. Para kesatria itu tersenyum lembut dan menunduk karena malu.
“Bereskan ini, aku mau pulang saja!” ucap Evelyne, mengambil jubah besar milik Piter. Dia berjalan menuju kereta kudanya dan pergi dari acara tersebut.
“Laporkan kejadian ini pada Baginda Raja.” ucap salah satu kesatria. Kesatria lainnya nampak terdiam bingung.
“Kenapa diam saja?” tanya lagi kesatria itu, menatap rekan-rekannya yang diam.
“Sebaiknya kita laporkan ini pada Tuan Duke terlebih dahulu.” ucap mereka. Semuanya akhirnya mengangguk setuju.
.
.
.
Di hutan, Pangeran Mahkota yang tersesat mulai menemukan arah pulang saat matahari sudah mulai bergerak dan siap terbenam.
Azura bersama kudanya menatap sekeliling dan mendapati sang Pangeran Mahkota yang nampak berjalan kaki dengan luka di tangannya.
“Yang Mulia!” pekik Azura turun dari kudanya dan memberikan salam penghormatan.
“Kau, kesatria?” tanya lirih Pangeran Mahkota yang lemas, namun matanya masih melihat jelas sosok Azura.
“Benar, saya seorang kesatria.” jawab Azura, memapah Pangeran Mahkota dan menaikannya ke atas kuda miliknya. “Anda istirahatlah, saya akan memimpin jalan,” ucapnya lagi dan mulai mengendarai kudanya.
Biasanya, seorang pangeran datang menggendong seorang putri di pangkuannya saat pulang dari berburu, namun sekarang, Andreas menghela napas berat. Dia malu, namun juga tak berdaya.
Setelah mendapat kabar bahwa Pangeran Mahkota sudah baik-baik saja, akhirnya Piter pun kembali dan mendapatkan laporan tak mengenakan mengenai Evelyne.
Dengan cepat, Piter keluar dari arena berburu dan kembali ke kota dengan tampilannya yang cukup mengerikan. Wajah Piter nampak sedingin es dan tatapannya tajam seolah pedang yang menghunus.
Gerbang kediaman Astria terbuka saat Piter masuk dengan tergesa-gesa. Wajahnya pucat dan langsung berlari menuju ke atas kediaman itu tanpa memperdulikan Duchess Astria yang nampak kebingungan.
“Evelyne?” Piter langsung membuka pintu kamar Evelyne saking paniknya. Alhasil, wajah pucat Piter langsung menghangat, rona kemerahan terpampang jelas di pipinya.
“P-Piter?” gugup Evelyne, karena saat itu dirinya tengah berdiri di kamarnya tanpa sehelai benang pun di tubuhnya.
Piter sontak menutup kembali pintu kamar itu dan membalikkan wajahnya. Dia langsung berjongkok lemas dengan wajah merah padam layaknya tomat matang.
“Tuan Duke, apa yang terjadi?” Duchess Astria datang menghampiri Piter yang nampak lemas.
“Saya tidak apa-apa, dan saya mengkhawatirkan Lady Evelyne yang pulang lebih awal. Maafkan atas ketidaksopanan saya, Duchess.” Piter berdiri dan menunduk hormat pada calon mertuanya itu.
“Tidak apa-apa, Evelyne tadi pulang mengenakan jubah Anda dan enggan dilayani pelayan saat mandi. Mungkinkah terjadi sesuatu pada Anda berdua?” tanya Duchess Astria yang juga kebingungan atas sikap putri semata wayangnya.
“Tidak, saya akan menitipkan kata-kata saja. Tolong sampaikan kepada Evelyne, bila saya menitipkan ini sebagai hadiah kemenangan berburu saya.” Piter memberikan sebuah batu safir berwarna biru terang.
“Anda tidak perlu sungkan, Tuan Duke. Sebaiknya Anda menyampaikannya langsung pada Evelyne.” Duchess Astria akhirnya mengetuk pintu kamar Evelyne.
‘Ya ampun, aku belum siap bertemu dengan Evelyne setelah apa yang terjadi barusan,’ gugup Piter dalam hati.
Evelyne akhirnya membuka pintu. Dia nampak sudah mengenakan piyamanya, piyama yang sangat kekurangan bahan, bahkan dua gunung Evelyne terlihat lembahnya dan membuat dada Piter sesak seketika.
“Ibu, Piter?” senyum Evelyne tergambar manis di bibirnya.
“Sepertinya Duke Zisilus ada yang ingin disampaikan. Bagaimana bila menikmatinya perbincangan kalian dengan segelas teh hangat?” tawar Duchess Astria. Evelyne tersenyum lembut.
“Maaf merepotkan ibu untuk memberi perintah pada pelayan. Mari ikut saya.” Evelyne membawa Piter ke ruang kerjanya yang berada di samping kamarnya.
"Gendong!" Pinta Evelyne manja, Piter hendak mengangkat tubuh Evelyne namun Evelyne menolak, alhasil dengan sabar Piter menunduk dan Evelyne naik ke atas punggungnya.
Mereka sampai di ruang Kerja Evelyne, dengan pelan Piter menurunkan Evelyne kembali. Piter menghela nafas berat, ruangan itu membuat dada Piter sesak.
“Anda harus bertanggung jawab!” Evelyne menutup pintu ruang kerjanya dan menekan tubuh Piter hingga mepet di tembok.
“B-bertanggung jawab?” Piter terbata-bata karena gugupnya, Evelyne menginjak kaki Piter dan menjinjitkan kakinya agar dia dapat menatap mata Piter langsung.
“Anda sudah melihat tubuh saya! Apakah ada pria lain yang akan menikahi saya setelah tubuh saya terekspose di hadapan seorang pria?” Evelyne menunjuk dada Piter, Piter menelan salivanya.
“S-siapa yang akan membiarkan Anda menikahi pria lain? Anda adalah calon istri saya!” tegas Piter meski masih dalam keadaan gugup.
“Aku tadi bertemu dengan seorang pria tampan, aku mau menikahinya saja. Anda bahkan tidak memberikan hadiah kemenangan Anda pada saya, apa benar Anda mencintai saya?” Evelyne memalingkan wajahnya dengan pipi menggelembung dan cemberut.
“E-Evelyne? Anda segalanya bagi saya. Jangan menikahi pria lain.” Piter melingkarkan tangannya di pinggang ramping Evelyne.
“Cium saya! Dan berikan hadiah kemenangan Anda pada saya!” tantang Evelyne dengan sangat berani.
Eps selanjutnya akan rada panas, jadi tutup mata kalian!
Kepo euy, itu gambar munculnya pas bagian ilustrasi apa di atas. Soalnya aku up, munculnya di atas terus pemirsa?
Komen ya...