WANTED DILARANG JIPLAK !!! LIHAT TANGGAL TERBIT !!!
Karena ketidaksengajaan yang membuat Shania Cleoza Maheswari (siswi SMA) dan Arkala Mahesa (guru kimia) mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Shania adalah gadis dengan segudang kenakalan remaja terpaksa menikah muda dengan gurunya Arka, yang terkenal dingin, angkuh dan galak.
Tapi perjuangan cinta Shania tak sia sia, Arka dapat membuka hatinya untuk Shania, bahkan Arka sangat mencintai Shania, hanya saja perlakuan dingin Arka di awal pernikahan mereka membuat lubang menganga dalam hati Shania, bukan hanya itu saja cobaan rumah tangga yang mereka hadapi, Shania memiliki segudang cita cita dan asa di hidupnya, salah satunya menjadi atlit basket nasional, akankah Arka merelakan Shania, mengorbankan kehidupan rumah tangga impiannya ?
Bagaimana cara Arka menyikapi sifat kekanakan Shania.Dan bagaimana pula Arka membimbing Shania menjadi partner hidup untuk saling berbagi? ikuti yu asam manis kehidupan mereka disini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
How can he do it ?
Sudah seminggu Shania di rumah, suatu prestasi yang memukau, gadis pecicilan sepertinya bisa hanya berdiam diri di rumah saja, apalagi hari ketiga ibu sudah kembali ke Surabaya, dan Arka pun sudah kembali mengajar, ia hanya berteman bi Atun saja di rumah.
"Sekarang jadwal kontrol neng ?" tanya bi Atun yang sedang mencuci bekas makan siang yang hanya 2 gelas, 2 piring dan 2 sendok saja di wastafel. Jarang ada bekas piring kotor segambreng seperti di rumahnya dulu, kaya habis hajatan.
"Iya bi, nunggu mas Kala pulang ngajar. Rencananya sih mau buka gips sambil ke fisioterapi buat cek fungsi sendi, " Shania menggeser geser layar ponselnya campuran antara jenuh, bosan dan juga mengantuk.
"Sekalian cuci mata neng, bisa keluar rumah !" bi Atun menciprat ciprat air dari tangan dan mengelapnya dengan lap tangan handuk berwarna biru langit yang senantiasa tergantung di atas wastafel.
Shania sudah bisa berjalan sendiri ke kamarnya meskipun ia masih tertatih tatih karena hanya bertumpu pada satu kaki, kabar yang ia tau tentang pertandingan kemarin, sekolahnya harus puas menyabet runner up, dan tim yang bertindak anarki padanya langsung di diskualifikasi, tak boleh mengikuti pertandingan sampai 1 periode selanjutnya, juga sanksi terhadap siswa yang melakukan tindakan itu pada Shania.
Shania berjalan menuju lemari, deretan baju miliknya ada di samping tumpukan rapi baju milik Arka, terususun sesuai warna dan jenis bahan, begitupun dress dan seragamnya menggantung bercampur bersama kemeja kemeja dan jas Arka. Ia menghirup nafasnya, sudah sampai disini hubungan mereka. Hidup Arka begitu tertata, tidak sepertinya yang sering grasak grusuk dan asal simpan.
Shania dengan cepat menarik dress pink bunga-bunga dengan bahu yang terbuka. Sudah pasti Arka akan mengomel, melihat bahunya terkespos. Cuaca hari ini begitu panas.
Dress pink itu tampak pas berpadu padan dengan kulit putih Shania dan warna rambut Shania yang coklat gelap nan bergelombang dari bahu ke ujung bawah.
Shania sedikit berjinjit demi menggapai tas selendangnya yang ada di lemari bagian atas.
Tapi sebuah tangan besar telah mengambilkan untuknya, prinsip tumbuh keatas itu benar terjadi di hidupnya. Tidak sepertinya, meskipun sudah mengikuti ekskul basket dan voli tetap saja, sepertinya tinggi badannya hanya mentok sebatas ini saja.
"Kamu mau ambil yang ini ?" tanya nya. Shania menoleh, ternyata Arka sudah berada di belakangnya.
Shania mengangguk, "iya mas, " jarak yang begitu dekat membuat hawa nafas tiba tiba menyerang Shania, "makasih, " ia menunduk.
"Sudah siap siap ?" tanya Arka.
"Udah."
"Tunggu sebentar saya solat dzuhur dulu sambil ganti pakaian," ujarnya, Shania kembali mengangguk dan lebih memilih duduk di sofa tengah saja.
ARKA
Shania sedang berusaha menggapai gapai tas selempangnya yang berwarna abu di lemari bagian atas, tapi berhubung ia hanya bisa berjinjit dengan satu kaki, membuatnya kesusahan untuk meraihnya.
Dengan mudahnya Arka meraih tas itu, wangi rambutnya masih sama saat pertama ia membekap Shania di toilet, dan saat gadis itu selalu menempel padanya, vanilla yang memabukkan.
Dress pink bunga bunga tampak indah menempel di badan kecilnya yang seputih susu, ditambah warna rambut coklat gelapnya sukses membuat jantung Arka kembali berdegup begitu kencang, gadis belia ini cantik meskipun tanpa polesan make up yang berarti.
******************
"Shania pengen sekolah besok, udah kelamaan ijin !" cuapnya membunuh rasa sepi diantara keduanya sejak awal perjalanan.
"Boleh, "
Shania tersenyum manis, membuat wajah Arka menghangat karena senyumnya.
"Yee, kaki aku udah ga kaya robot lagi, kaku kaya mumi !" ucapnya membuat dokter tertawa renyah kaya kerupuk udang.
Setelah melakukan serangkaian tes, dokter menyatakan jika Shania tak perlu berlama lama melakukan terapi, karena keadaan lututnya sudah baik baik saja hanya perlu dibiasakan saja berjalan dan olahraga ringan nantinya.
"Lutut sudah aman, lain kali dijaga biar tidak cedera lagi ya, Shania !" Shania mengangguk.
Ini kali pertamanya Shania memeluk pinggang Arka dengan Arka yang merangkul bahu Shania karena ia masih kaku berjalan.
"Mas ga usah kege'er an ya ! bukan berarti aku mau dipeluk peluk !" omelnya, Arka hanya menyunggingkan senyuman miring.
"Iya, " jawabnya singkat. Lempeng seperti biasanya.
Lorong rumah sakit berasa seperti tol Cikopo - Palimanan, jauh membentang dan tak sampai sampai.
"Mas, Shania ikut ke cafe aja..kasian kalo harus bolak balik ke rumah dulu, mas belum makan siang, ini udah jam 2 siang !" selalu Shania yang memulai percakapan untuk mengurai kegugupan diantara keduanya.
"Iya, nanti mas cuma mau ngecek laporan cafe saja, jadi cuma sebentar,"
Tepat di depan mobil, Shania buru buru melepaskan tangannya dari pinggang Arka. Tak ada percakapan apapun di dalam mobil sampai keduanya sampai di cafe.
"Shania oh my Shania, cantiknya !!" pekik Dimas menyambut Shania.
"Hay ka Dim, "
"Heyowww ! mbak Shania !" sapa Arga dari meja kasir.
"Hay Sha ! sehat ?!" gaya slengean Lukman menyapanya seraya berlalu menuju dapur.
"Alhamdulillah ka Lukman, ka Arga !"
Arka berlalu menuju pantry saat Shania sudah duduk di salah satu meja pelanggan. Ada rasa penasaran yang menggantung di benaknya, tapi tingkat gengsi gadis ini memang tak bisa dianggap remeh.
"Ka Dim, Ori ga dibawa lagi ?" tanya Shania mendudukan diri di kursi demi melihat Dimas yang sedang membereskan salah satu meja.
"Engga, ada eyang nya. Ya kali tiap hari bawa anak, ribet amat ! ntar yang ada pak bos marah !" tunjuk Dimas dengan dagunya pada Arka yang baru saja masuk ke dapur.
"Ka Dim, aku mau nanya dong !" Shania menggigiti ujung kuku jempolnya.
"Apapun, asal jangan nanyain jumlah utang ku aja !" kekehnya.
"Ketauan yang utangnya dimana mana !" Shania menyipitkan matanya.
"Engga lah ! dijamin duda keren bebas hutang, kalo Dimas mah !" jawabnya jumawa.
"Ka Dim, Sha mau nanya. Hubungan mas Kala sama ka Alya gimana ?" tanya Shania hati hati.
Dimas melemparkan senyumannya, "ko nanya sama gue Sha, kenapa ga tanya orangnya aja ?!"
"Idih ogah lah ! males banget ! berasa terbang, " gidik Shania.
"Gue ga tau Sha, mendingan tanya aja ke orangnya langsung, ngapain harus malu sih, suami sendiri, wajar !" Dimas sudah memegang setumpuk mangkuk kotor. Mendengar kata suami masih membuat Shania merinding, seperti sedang digelitiki makhluk halus.
"Engga ah, ka Alya masih suka datang kesini ?" tanya Shania lagi.
"Beberapa kali, " jawaban Dimas membuat Shania mengerutkan dahinya dan hatinya mencelos sempurna. Ia menarik kesimpulan jika perempuan itu memang benar benar menyayangi Arka dan tak mudah melepaskan Arka.
"Oh, " Shania menunduk.
"Ada lagi pertanyaannya ngga ? ka Dimas mesti ke dapur nih ? nanti mati penasaran lagi ?" selorohnya.
"Amit amit do'anya. Engga ah !" sewotnya, tapi wajah Shania tidak meyakinkan Dimas.
"Mendingan loe tanya langsung sama Arka deh Sha, biar lebih jelas, biar lega aja, " bukannya berniat beranjak Dimas malah duduk di depan Shania.
"Oh iya, kalo caranya gugat cere tuh gimana sih ka ?" tanya Shania membuat Dimas terkesiap kaget. Apa yang ada di otak gadis ini, hingga dengan mudahnya kata gugat cerai meluncur bebas tanpa hambatan dari mulutnya.
"Ngapain nanya nanya kaya gitu ?!" keningnya berkerut beberapa lipatan.
"Engga cuma nanya aja, ya udah katanya mau kerja, huss..huss.. sana !" usir Shania.
Sebelum benar benar pergi Dimas bicara dengan serius pada Shania.
"Gue cuma mau kasih tau Sha, ga usah mikir macem macem. Arka dan Alya memang sempat memiliki hubungan, tapi itu sudah berlalu. Sekarang Arka sudah punya Shania, ga usah mikirin orang lain, Arka memang kaku dan dingin, ga bisa dibedain antara cinta dan engganya, tapi selama Arka masih perhatian dan peduli, kasih dia dan hubungan kalian kesempatan. Jangan anggep remeh sebuah perceraian, gue yakin Arka ga akan setuju !" ucapnya berlalu, Shania menatap punggung Dimas yang semakin menjauh.
Sepiring cake chocolate lava sudah tersaji di depan Shania dengan segelas lemon tea dingin.
"Temani mas makan, " ucap lelaki itu dengan membawa makanan miliknya.
Shania memang tak terlalu suka makanan manis, tapi jika sedang galau begini makanan manis bukan ide yang buruk untuk memperbaiki kondisi moodnya. Saat suapan pertama moodnya sudah mulai kembali ke level dimana seharusnya.
"Lumayan, " gumamnya seraya melihat sekeliling cafe.
Matanya menyipit dan terfokus pada satu podium kecil.
"Emh, itu apa ! mau ada acara ?!" tunjuk Shania. Arka menoleh.
"Buat live music, jadi setiap sabtu minggu nanti ada home bandnya," jawab Arka, Shania menganguk angguk, "keren !!"
"Mau pulang sekarang ?" tanya Arka, Shania mengangguk mengiyakan, berhubung besok ia memutuskan untuk kembali sekolah, jadi harus memupuk stamina.
Setelah berpamitan pada yang lain, Arka masih merangkul bahu Shania dan membawanya menuju mobil.
Sesampainya di rumah Shania masuk ke kamar, Arka datang dengan membawanya obat dan vitamin yang masih tersisa, obat antibiotik yang harus habis.
"Mas ga bosen apa, bawain aku obat terus ?! aku aja yang makannya bosen !" bibir Shania mengerucut saat duduk di tepian ranjang.
Ia terkekeh tanpa suara.
"Justru liat kamu makan obat adalah hiburan untuk mas, " ucapnya jahat dengan masih tertawa.
"Jahatnya !!" Shania meraih biskuit dan pisang serta obat yang ada di meja sambil berdecak dan kasar.
Tapi karena terlalu cepat, ia malah tersedak.
"Uhuukk !" Arka yang menghentikan tawanya segera membantu Shania dengan menepuk nepuk tengkuk dan punggung Shania.
Pluk !
Obat terlempar keluar dari dalam mulut Shania ke lantai.
"Pelan pelan Sha, " Arka memberikan segelas air minum.
"Itu obatnya baunya ga enak, barusan Sha telen pisangnya dikit jadi berasa banget bau sama pahitnya, nempel !" keluh Shania mengelap ujung bibirnya bergidik tak mau lagi.
"Lagian Shania udah sembuh mas, ga perlu minum obat lagi !" tolak Shania.
"Ini vitamin Sha, sambil ngabisin antibiotik yang cuma itu satu lagi," jawab Arka.
"Ya udah nanti tunggu sampe rasa pahitnya hilang, " lanjutnya.
"Shania ga mau lagi ah, " Shania menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang.
"Jangan tidur siang, nanti malam kamu tidak bisa tidur,"
"Iya ah, " jawabnya memainkan ponsel.
Arka mengelap lantai bekas muntahan obat Shania, lalu membawa lap kotornya ke dapur, memiliki bi Atun tidak lantas menjadikannya dengan seenak jidat berperintah, membuat Shania yang asalnya berfokus pada ponsel menatapnya tak percaya jika Arka sampai mau maunya melakukan hal yang bagi sebagian orang menjijikan.
Arka kembali membawa beberapa buah buku catatan lalu menyerahkannya pada Shania.
"Apa ini ?" tanya Shania mendongak.
"Buku catatanmu, mas sudah isi dengan semua pelajaran selama seminggu kamu tidak masuk, biar kamu tidak ketinggalan. Baca dan pelajari, " Arka melengos kembali ke luar kamar.
Sekali lagi Shania menatap tak percaya, sampai segitunya Arka memperhatikan Shania, gadis itu melihat buku bukunya, tulisan tangan rapi Arka ada di beberapa halaman buku kimia, fisika, b. Indonesia, dan b, Inggrisnya.
"Gilaaa ini detail banget, how can he do it ?" gumamnya.
.
.
.
.