NovelToon NovelToon
Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Persahabatan / Romansa
Popularitas:938
Nilai: 5
Nama Author: Moira Ninochka Margo

"Aku hamil, Fir, tapi Daniel tidak menginginkannya,"

Saat sahabatnya itu mengungkapkan alasannya yang menghindarinya bahkan telah mengisolasikan dirinya selama dua bulan belakangan ini, membuatnya terpukul. Namun respon Firhan bahkan mengejutkan Nesya. Firhan, Mahasiswa S2, tampan, mapan dan berdarah konglomerat, bersedia menikahi Nesya, seorang mahasiswi miskin dan yatim-piatu yang harus berhenti kuliah karena kehamilannya. Nesya hamil di luar nikah setelah sekelompok preman yang memperkosanya secara bergiliran di hadapan pacarnya, Daniel, saat mereka pulang dari kuliah malam.

Di tengah keputus-asaan Nesya karena masalah yang dihadapinya itu, Firhan tetap menikahinya meski gadis itu terpaksa menikah dan tidak mencintai sahabatnya itu, namun keputusan gegabah Firhan malah membawa masalah yang lebih besar. Dari mulai masalah dengan ayahnya, dengan Dian, sahabat Nesya, bahkan dengan Daniel, mantan kekasih Nesya yang menolak keras untuk mempertahankan janin gadis itu.

Apa yang terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moira Ninochka Margo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EMPATBELAS Kenyataan Sesungguhnya—Daniel

"Kak Daniel, kamu sudah menemuinya?" Mata Gina memandang sarkasme ke arahku. Dia sudah menebak dengan anggukan lemahku, yang membuatnya seketika mendengus sarkasme. "Lalu? Hasilnya?"

Aku memunggunginya, membiarkan dia menunggu pertanyaan yang ia lontarkan kepadaku. Adikku ini benar-benar tidak sabar untuk aku menemui gadis yang kucintai itu.

Kami berada di Apartemen miliknya. Lagi-lagi membicarakan topik yang jelas membuat aku hampa dan putus asa saat ini.

"Gina? " erangku berbalik sembari memandangnya memohon untuk berhenti mendesakku lagi yang sudah sedari kemarin-kemarin, namun dia hanya memutar mata sipitnya dan mendengus kesal.

"Sampai kapan, huh? Sampai kapan membiarkan Nesya membencimu yang sebenarnya kamu tidak salah? Sampai kapan, Kak?"

"Aku sudah menemuinya, Gin, aku sudah berusaha! Tapi… " Suaraku menghilang dalam pandangan kelam, saat terlintas raut wajah Nesya dengan pandangan kebencian dan tidak suka melihatku, sehingga menghindar beberapa kali yang hendak menemuinya—terukir jelas di pikiran ini.

Dan aku tahu, dia memang telah membenciku.

"Dia harus tahu, Kak, Nesya harus tahu! Bagaimana bisa, dia menyalahkan dan membenci kakakku seperti ini, sedang sesungguhnya yang terjadi adalah kamu menghindarinya karena—"

“Cukup, Gina! Aku tidak ingin membahasnya lagi," Suara lemahku kini menyambar dan memotong ucapan gadis yang tengah berdiri tak jauh dariku, yang tengah memandang dengan mata berbinar penuh kesedihan.

Aku lalu masuk dan meninggalkan gadis itu di ruang dapur, mengurung diri di kamar yang tidak begitu luas ini. Ruangan dan tempat yang menampungku selama ini, selama telah menjauh dari pujaan hatiku itu, selama bintang hatiku itu telah pergi meninggalkanku di sini yang begitu menyesakkan, meski aku tahu gadis itu tidak mengetahui yang sebenarnya dan bahkan—Nesya tanpa secara tidak langsung meninggalkan dan keluar dari garis hidupku—menghindar dari kedua orangtuaku yang tidak ingin membuat mereka berdua tahu atas hubungan yang telah lama berakhir itu.

Airmata menetes, saat aku memandang foto besar yang terpasang manis di dinding berwarna perunggu kamar ini. Foto dengan pose seorang gadis berambut ikal hitam, rambutnya di jepit ke samping kanan hingga separuh wajah terlihat jelas dalam posisi menyamping sembari melirik ke arah kanan dengan senyuman manis melebar menghiasi wajah cantik itu.

Air bening ini lagi-lagi mengalir. Rongga dadaku terasa sesak, bergemuruh dan terasa menangis pilu. Airmata yang kutahan sedari tadi dihadapan Gina, yang meninggalkan efek sakit dan perih pada tenggorokan, kini tumpah deras.

Bagaimana bisa aku meninggalkanmu, Nesya? Bagaimana bisa aku tidak ingin menemanimu di masa-masa sulitmu, sedang hati ini begitu mencintaimu! Mengapa kamu tidak bisa memahami hati ini? Memahami sesungguhnya hati yang terbiasa mencintaimu selama empat tahun hingga saat ini?

Saat pertemuan terakhir itu, saat kamu memintaku untuk menemanimu menjaga anak itu, aku hanya ingin mengatakan, meminta padamu untuk bersama menjelaskan dan berbicara pada kedua orangtuaku, melangsungkan pernikahan kita secepatnya tanpa menunggu kuliah kita selesai, namun entah apa yang ada dipikiranmu saat itu, kamu malah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan untuk bicara.

Mengapa Nesya? Mengapa kamu menghukum hati ini yang tidak bisa melindungimu saat itu?

Sungguh, aku rindu padamu, sangat rindu! Batinku berontak menjerit lantang yang begitu perih dan tak bisa kutahan lagi, yang membuat wajah ini menunduk teduh dengan tubuh bergetar dalam isakan tangis menahan perih, membiarkan tetes demi tetes jatuh tertumpah mengalir di telapak tanganku yang terbuka.

Suara musik yang berasal dari luar kamar mengalun begitu lembut dan menyayat, saat lagu Setengah Hatiku Tertinggal dari Band lokal—Geisha, menyuarakan hati kelam ini, di tengah senja mendung.

 

...* * *...

 

            Hari-hariku terasa berat seperti sebelumnya, saat Nesya-ku pergi. Terkadang, di saat aku sangat merindukannya, dengan tingkah konyolku, menemuinya diam-diam tanpa siapapun tahu. Memandangnya dari kejauhan saat ia tengah merawat dan menyiram bunga-bunga, membersihkan pekarangan dan saat ia duduk bersantai sembari membaca buku di halaman rumah dengan selembar kain yang tengah di hamparkan di tanah rerumputan hijau itu. Yeah, hanya ini yang bisa aku lakukan. Memandangnya mengamati setiap senyuman manis itu, dan memejamkan mata membayangkan seakan-akan dia tersenyum untukku. Bahkan jika aku tak melihatnya sehari pun, hanya kenangan tentangnya—yang masih kumiliki—menjadi obat rinduku untuk menyumbat rasa sakaw yang semakin menggerogoti. Menikmati rasa sakit dalam kerinduan yang membunuh perlahan-lahan.

Hidup tanpanya saat ini, seperti jiwa dan hidupku kosong. Tanpa senyum cerianya, tanpa suara lembut yang membuatku tegar selama ini. Terlebih, saat pemabuk itu tengah menghancurkannya di hadapanku. Pikiran itu lagi-lagi terlintas di otakku dan membuat tubuhku mengejang penuh amarah.

Andai kamu memberiku kesempatan untuk berbicara, Nesya. Andai kamu memberiku kesempatan untuk menjelaskan semuanya .… sungguh, rasanya semua hancur dan sia-sia tanpamu saat ini! Rinduku benar-benar merangsek dan merenggut segala damaiku saat ini!

"Kak?" suara Gina membuyarkan lamunan dan membuatku mengusap airmata yang tanpa sadar menetes. Rupanya aku lupa mengunci pintu kamar.

"Kakak baik-baik saja?" suara cemas gadis manis itu yang muncul di ambang pintu, membuat aku tersenyum simpul. "Selama adikku masih ada bersamaku,"

Gina mendesah, lalu menghampiriku. Bertekuk lutut di hadapanku yang tengah duduk hampa, tak berdaya. Sejenak, menatap dengan begitu lekat. Raut wajahnya begitu sedih yang jelas sekali tampak rasa iba di sana. Namun, secercah senyum menyemangati tampak di sana yang ia usahakan untuk kakaknya ini yang telah hilang harapan dan nyaris putus asa.

"Yang aku tahu, kakakku tidak serapuh ini. Dia tegar, sangat tegar!" gumam Gina yang nyaris berbisik sembari mengusap airmata ini dan tersenyum.

Tapi yang menciptakan ketegaran inilah yang hilang!

"Kakak tahu, seseorang di luar sana, bisa lebih hancur jika melihat airmata itu, jadi tersenyumlah!" Mataku berbinar dan membuat kepala ini menunduk.

"Carilah, Kak, temui dia lagi! Dia memang masih milik orang lain, tapi setidaknya, kakak sudah berusaha tidak menyakitinya dengan melepas bayang-bayang salah paham di hidupnya tentang kakak!"

Aku menariknya dalam pelukanku dan gadis itu menangis di dadaku dengan terisak. "Aku yakin, kakak tidak serapuh itu." Bisik Gina dan membuat pelukan ini erat.

Setelah dekapan terlepas, lalu menyambar jaket dan pergi berlalu saat sekilas melihat Gina tersenyum menyemangati.

Cuaca sore ini sangat cerah. Motor sport putihku kini melaju dengan kecepatan normal di jalan yang mulai ramai disesaki kendaraan. Yeah, aku ingin menemui Nesya dan menjelaskan semuanya, meski tentunya suami Nesya jelas tak suka hal ini, namun memang harus dilakukan. Aku sudah tahu, Firhan jelas ada di rumah. Hari ini hari sabtu. Dan dia libur kerja.

Motorku berhenti tepat tak jauh dari rumahnya. Aku sengaja tidak memarkirkan di pekarangannya—cemas kalau-kalau belum sempat aku menjelaskan. Suasana rumah yang cukup besar itu begitu sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini. Mobil sedan merah terparkir manis di Garasi yang berukuran sedang—tidak tertutup, dan mobil hitam terparkir di halaman ini. Aku lalu menghampiri pintu bercat cokelat dengan gagang besi besar itu, lalu memencet bel. Tak lama kemudian, tubuh tegap dengan rambut spike kini terkejut memandang dengan pandangan dingin dan amarah, rahangnya mengeras kaku.

"Ada apa?" jelas pandangan dan suara defensif itu ada.

"Aku perlu bicara denganmu, Firhan. Please?" aku memohon sembari menatapnya.

Firhan mendesah sembari menatapku yang masih tajam dan dingin.

"Mau menjelaskan apa lagi, Daniel?"

"Aku mohon, izinkan aku bicara dengan Nesya?"

Mendengar nama isterinya itu terlontar dari mulutku, rahangnya lagi-lagi mengeras dan mengatupkan mulutnya, kedua mata dinginnya yang begitu tajam masih tak lepas memandangku.

"Aku tidak ingin ribut denganmu. Jadi kumohon, Daniel, please, mengertilah! Aku rasa kamu lebih tahu Nesya dari pada aku!" Nada suaranya terdengar hati-hati dan mengandung kesabaran di sana. Sepertinya dia enggan dan malas meladeniku.

Pintu besar itu hendak di tutup lelaki itu, namun cepat-cepat aku mencegat dengan menahan pintu agar tidak tertutup.

"Aku mohon, Firhan? Dan dia juga masih pacarku, sampai saat ini!"

Raut wajah dingin namun tenang sedari tadi itu, berubah keras dan mengejang juga geram penuh amarah. Matanya dingin dan tajam seolah-olah memperingatkan bendera perang, lalu dalam detik berikutnya, kepalan tangan itu mendarat beberapa kali di wajah ini yang membuatku berulang kali terjungkal ke lantai tanpa memberiku kesempatan untuk bicara. Melayang di wajah dengan kasar dan keras tanpa sengaja melawan dan meninju balik dia. Mungkin itulah kemarahan yang ia telah tahan selama ini, memberinya kesempatan untuk dia lampiaskan.

"AKU MEMOHON UNTUK HIDUP YANG TERAKHIR KALINYA?" teriakku yang keluar begitu saja tanpa bisa kukontrol dan kusadari di sela-sela tarikan napas dan ringisan kesakitan, saat Firhan hendak meninju wajah ini kembali. Dan itu, yang membuat dia seketika menghentikan pukulannya. Pandangannya masih tajam, namun seperti memikirkan sesesuatu dan ragu.

"Please, untuk hidup yang terakhir kalinya?" ulangku lagi, namun dalam intonasi yang nyaris berbisik dan di sela-sela batuk, sembari memegang dada. Entah mengapa kalimat itu terlontar lagi yang kusadari berdasar teriakan lagi dari pikiranku.

Firhan masih menatapku tajam, namun ada kilatan penasaran dan penuh tanya dalam matanya sembari memandang balik dengan penuh defensif seraya masih terengah-engah, berharap dia mengabulkan permohonanku kali ini.

Aku memandang tak percaya dan terkejut akan tangan besar kokoh nan berotot yang terulur itu hendak membantuku bangkit dan berdiri.

Tuhan, apa artinya dia….

Aku meraihnya dan tersenyum tipis dalam ringisan saat bangkit berdiri.

"Datanglah besok! Aku butuh waktu untuk merayunya dulu!"

Kalimat itu seperti secercah cahaya penerangan di dalam hidupku yang seolah-olah bagai vitamin penyemangat.

"Terima kasih, itu tidak akan aku lupakan!" Desahku yang tanpa bisa kukontrol, ke lewat bahagia dalam ringisan.

Tatapannya berubah hangat dan ada kilatan penyesalan di sana.

Mungkinkah?

"Terima kasih juga telah merawatnya, Sahabat!" sahutku dengan raut wajah masih berseri dan tersenyum bahagia sembari menatap, memeluk dia yang masih terdiam bingung, lalu menepuk pelan pundaknya berulang kali.

"Jaga dirimu." Pintanya mengandung kecemasan dalam nada datar dan membuat senyuman ini merekah sembari menunduk.

Semoga ini awal yang baik untuk kami.

Sebelum aku pulang—mungkin dia pantas mendapatkannya—Aku merogoh saku celana dan mengambil dompet berwarna turquoise-ku, lalu mengambil benda bening berkilau biru itu. Firhan memandangku penuh tanya saat aku mengulurkan ke arahnya. Benda panjang melingkar dengan liontin berbentuk bintang bening, yang di setiap sisinya terdapat sebuah permata dan bertuliskan N&F, yang bila setiap sisi di tekan, maka akan terbuka sendiri dan menampakkan isi di dalam liontin itu.

"Ambil dan bukalah. Dan kamu akan melihat keindahan itu yang sejujurnya, sungguh membuat aku iri!" kening Firhan berkerut samar, setelah mengamati benda digenggaman dia dan mendengar ucapan ini yang hanya kubalas dengan senyuman penuh arti

"Aku mohon, jaga dia, Jangan membuat airmata sedih menetes di pipinya." Lirihku dan tatapan Firhan menatap dengan mata melebar, seperti menyadari sesuatu.

Dengan senyum lebar, aku lalu meninggalkan dia yang berdiri mematung bingung, memandangku berlalu tanpa sepatah kata pun darinya.

Terkadang, kau harus menunggu hujan reda, sebelum melihat pelangi indahnya. Meski merangsek kewarasan dan merenggut damai, tapi setidaknya, perjuangan dan usaha telah dikibarkan. Tak peduli kau jatuh berulang kali, namun percayalah, setiap sakit yang kau nikmati itu, tanpa sadar, ada manis yang kau jumpai di antara salah satunya. Dan itulah bernama, keajaiban dan kasih sayang Tuhan untukmu.

Luka yang tak nampak dalam dada ini, hingga meninggalkan efek perih dan sakit yang perlahan membawaku dalam kematian sebelum pergi, setidaknya menyadarkan satu hal, bahwa kerinduan memang merenggut damai dan cinta merangsek kewarasan. Tak peduli kau terlihat dalam fase dan kondisi seperti apa, bahkan membawamu dalam kekonyolan yang begitu mustahil dalam hidup dan sangat memalukan, anehnya tanpa sadar hati menikmati, pun meski pada akhirnya ada luka bergemuruh yang begitu sesak tak nampak dalam dada.

 

...* * * *...

1
Noveria_MawarViani
mampir juga ya ke novelku
Noveria_MawarViani
romantis banget
Noveria_MawarViani
bagus ceritanya
tasha angin
Gak sabar nunggu kelanjutannya!
Moira Ninochka Margo: halo kak, makasih udah baca, udah di up ya sampai bab 10
total 1 replies
Sky blue
Salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap!
Moira Ninochka Margo: halo, makasih udah mampir dan support. Moga betah, hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!