Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bian Marah?
Sepanjang jalan, pasangan suami istri itu saling terdiam. Bian yang sudah menjemput istrinya di mall, mengemudikan mobilnya dengan cepat. Dia ingin segera pulang, dan mendapatkan kejelasan dari tindakan sang istri di rumah.
Melihat wajah Bian yang kusut, Naifa tak berani membuka suara. Entah kenapa dirinya seperti terdakwa yang akan menghadapi sidang.
"Kenapa kamu gak beritahu saya jika mau main sama teman-teman? Jadinya saya gak perlu repot menghubungi rektor kampus dan buat laporan ke kantor polisi."
"Kak Bian ngapain lapor ke kantor polisi? Aku kan gak hilang 24 jam," timpal Naifa. Ucapannya membuat Bian tak habis pikir, dia tak tahu betapa khawatir dirinya pada istrinya itu.
"Karena saya khawatir sama kamu sayang, kalau saya cuek mungkin saya diam saja, dan gak cari kamu kemana-mana."
Wajah Bian memerah, hampir menangis karena stress memikirkan istrinya yang tak kunjung mengabarinya. Sementara istri yang sudah di hadapannya mempertanyakan kekhawatirannya.
"Maafin aku Kak Bian, kalau aku sudah membuat Kakak khawatir. Aku tak ingat waktu saat bermain dengan teman-teman. Aku sebenarnya mau mengabari Kak Bian, tapi tak tahu jika hari sudah gelap."
Naifa mulai menangis, dia tak pernah tahu jika Bian akan se histeris ini karena dirinya tak mengabari tepat waktu. Sementara masih banyak pertanyaan di benak Bian yang pastinya membutuhkan jawaban dari istrinya.
"Masih banyak yang ingin saya tanyakan, sekarang kita tenangkan dulu pikiran dan juga hati kita. Kamu ke kamar mandi dulu, pasti badan kamu tak nyaman seharian di luar rumah."
Naifa menuruti perkataan suaminya, dia pun pergi ke kamar mandi mencoba mendinginkan pikirannya. Namun, pertanyaan apalagi yang akan di ajukan suaminya? Sementara dirinya masih tak sanggup menatap wajah suaminya.
Gadis itu sudah siap dengan piyamanya, sementara Bian telah menunggunya di kasur mereka. Wajah sendu Bian membuat kekhawatiran Naifa berkurang, walaupun jantungnya berdegup kencang.
"Ada hal yang mau saya tanyakan sama kamu Nai, tak sedikit yang mau saya bicarakan. Yang pertama mau saya tanyakan, kenapa selama beberapa hari ini kamu gak mau menatap wajah saya?"
Deg!
Pertanyaan itu akhirnya datang, Naifa bingung menjawabnya karena hal itu sangat memalukan untuk di bahas. Namun, jika diam saja Bian akan terus salah paham padanya.
"Aku sebenarnya malu, sejak kejadian itu. Aku tak sanggup memandang wajah Kak Bian lagi."
"Kejadian apa sayang?"
"Di depan cermin itu, aku sangat malu. Semua itu masih teringat jelas di pikiranku."
Bian menghela nafas panjang, menyesali dirinya yang sudah membuat istrinya trauma. Dia seharusnya tahu jika mental istrinya belum siap, usianya yang masih sangat muda seharusnya jadi pertimbangan atas tindakannya. Sungguh dirinya tak bisa dimaafkan, telah membuat istrinya trauma.
"Saya terlalu gegabah atas hal ini, maaf sudah membuatmu seperti ini."
Fabian yang merasa bersalah segera melepas cermin yang ada di walk in closet. Dia segera menyimpannya di gudang. Bahkan dia pun ingin menghilang di hadapan istrinya. Tak ingin menambah trauma Naifa, dia pun menghentikan investigasi pada sang istri. Tak lagi mempedulikan video yang dia dapat dari orang suruhannya. Video Naifa yang tengah berbincang dengan Ryan.
***
Pasangan suami istri itu menjadi canggung sekarang. Apalagi Bian memutuskan untuk pisah kamar dengan istrinya. Dia sangat takut jika Naifa tetap trauma pada dirinya. Walaupun cermin yang membingkai kejadian saat itu sudah di singkirkan, dirinya tetap jadi pemeran utama dalam trauma yang di alami Naifa.
"Hari ini, mau liburan kemana? Mall? Atau taman?" Tanya Fabian mencoba memperbaiki keadaan. Naifa tentu saja ingin pergi ke mall, menghabiskan waktu seperti kemarin bersama teman-temannya. Lalu ke taman untuk memulihkan tenaga setelah selesai bermain.
"Aku mau ke mall, main di Timezone. Terus ke taman lihatin bunga."
"Oke, sekarang habiskan sarapannya. Kita nge-mall yah."
Wajah Naifa yang ceria membuat Fabian yakin jika istrinya akan pulih, namun pastinya butuh waktu untuk kembali seperti semula.
Sampai di mall, Naifa mengajak suaminya bermain dance arcade. Fabian merasa ragu, dia sangat tak pandai bermain seperti ini. Namun apa salahnya mencoba jika itu menyenangkan hati istrinya.
Sudah dipastikan, Fabian sangat tak pandai bermain ini. Dia kalah dari istrinya, dan mengajaknya bermain yang lain.
"VR game, aku mau banget main ini." Melihat Naifa yang antusias, tentu saja Fabian mengizinkan istrinya bermain ini.
Fabian menatap istrinya yang sedang bermain VR, nampak raut dan tingkah kekanakan pada Naifa membuatnya merasa bersalah karena kejadian malam itu. Sungguh kejam dirinya sebagai suami yang ingin dipenuhi fantasinya, sementara tak mengerti mental sang istri. Rasanya sesak di dada, dia tak ingin lagi menyentuh Naifa semaunya.
"Hah, capek juga main kaya ginian. Kak Bian, mau main apa? Daritadi diam aja, padahal Kak Bian yang ajak aku kesini," ucap gadis itu sambil mengerucutkan bibirnya. Bian pun mengajak lagi ke tempat lain.
"Kita karaokean dulu yah. Istri mau nyanyi apa? Atau mau duet sama saya?"
"Aku mau Kak Bian yang nyanyi buat aku," ucap Naifa dengan semangat. Dia ingin sekali menertawakan suara suaminya yang pastinya sumbang.
Tak sesuai ekspektasi, justru Naifa menganga mendengar suara Bian. Kalau ada audisi, Fabian bisa saja menjadi juara, mungkin. Tak dapat di pungkiri suaranya begitu lembut dan indah, apalagi saat menyanyikan lagu-lagu romantis.
Perut gadis itu mulai merasakan hal aneh, seolah banyak kupu-kupu yang terbang di dalamnya. Apalagi tatapan Bian padanya ketika menyanyikan sepenggal lirik yang indah, membuatnya makin salah tingkah.
Wajah Naifa memerah, merasakan gelora di dadanya. Rasanya ingin sekali dia memeluk pria di hadapannya itu. Namun, dia ingin mendengarkan lagu itu tuntas di nyanyikan oleh sang suami.
Naifa bertepuk tangan, memberikan apresiasi pada sang suami yang telah tuntas menyanyikan beberapa lagu. Suaranya yang indah membuat Naifa seakan terbang karena merasa jika lagu itu dinyanyikan untuknya.
"Sebentar, saya mau keluar dulu. Istri tunggu disini yah."
Bian keluar dari ruang karaoke, sedangkan Naifa dengan setia menunggu suami tampannya.
Bian diam-diam membawa kejutan untuk Naifa. Sekotak coklat Fererro, buket bunga mawar berwarna baby pink, dan juga teddy bear raksasa berwarna coklat yang dia bawa untuk sang istri. Pria itu pun membuka pintu, namun mendapati ruangan lain, dimana ada pasangan yang tengah berciuman mesra.
"Maaf, saya salah masuk."
Wajahnya panas, seketika dia memikirkan apakah dirinya dan Naifa pun seperti itu kala berciuman. Sungguh jijik saat melihat orang lain, namun nikmat saat dirinya yang menjalani.
Fabian kini tak salah ruangan, dia mendapati istrinya yang tengah duduk menunggu dirinya. Terbayang pasangan tadi, apa jangan-jangan ruangan ini memang dibuat khusus untuk melakukan hal seperti tadi.
Tiba-tiba pria itu berlutut di hadapan Naifa. Dia seharusnya melakukan ini sejak awal, namun kendala pengalaman lah yang tak bisa membuatnya romantis secara normal.
"Naifa, maukah kamu jadi pasangan sehidup sesurga bersamaku? Sungguh aku selalu melangitkan namamu di setiap doaku, berharap jika kaulah satu-satunya yang akan selalu jadi pasanganku."
Tentu saja Naifa akan menganggukan kepalanya, hatinya kini sudah bertaut pada Fabian. Fabian yang tadinya berlutut, segera memeluk sang istri dan mencium keningnya. Tak lupa dengan memberikan hadiah yang sudah dia persiapkan.
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....