NovelToon NovelToon
Seni Perang Dalam Cinta

Seni Perang Dalam Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Enemy to Lovers / Si Mujur / Rebirth For Love / Idola sekolah
Popularitas:874
Nilai: 5
Nama Author: Dwiki

Theresa Coldwell adalah ratu tak tertandingi di sekolahnya—lidahnya tajam, kepercayaan dirinya tak tergoyahkan. Tak ada yang berani menantangnya… sampai Adrien Valmont datang. Santai, tak terpengaruh, dan sama pintarnya, dia membalas sarkasme Theresa dengan komentar tajam tanpa ekspresi, membuat setiap pertemuan mereka jadi ajang adu kecerdasan dan ego. Dari debat di kelas hingga persaingan di seluruh sekolah, ketegangan di antara mereka semakin terasa. Tapi ketika sesuatu yang tak terduga mengancam untuk memisahkan mereka, akankah mereka akhirnya menurunkan ego masing-masing, atau justru terjebak dalam perang kata-kata yang tak berujung?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertarungan Terakhir

Ketegangan Memuncak.

Theresa Coldwell sudah mengalami banyak perdebatan dalam hidupnya.

Debat, adu sindiran, perang kata-kata habis-habisan—dia ahli dalam semuanya.

Tapi tak ada yang—tidak ada yang—sebanding dengan pertarungan besar-besaran yang sedang terjadi antara dirinya dan Adrien Valmont.

Awalnya, itu hanya adu mulut biasa—saling lempar sindiran dan agresi pasif sepulang kelas.

Lalu—

Boom.

Satu kata berujung pada kata lain.

Satu tantangan berubah menjadi ledakan emosi yang tak terkendali.

Sekarang, mereka berdiri di dalam ruang kelas kosong, hanya berjarak beberapa inci, suara meninggi, dan tak ada yang mau mengalah.

Pertengkaran Memanas.

“Kau adalah—tanpa diragukan lagi—manusia paling menyebalkan yang pernah kutemui!” bentak Theresa, menyilangkan tangan di dada.

Adrien mendengus. “Sama sepertimu, Coldwell. Kau bisa mengajar kelas master tentang cara menjadi menyebalkan.”

“Oh, tolong! Kau yang memulai semua kekacauan ini!”

Mata Adrien menyipit. “Memulai? Aku? Justru kau yang—”

“Oh, jangan coba-coba membalikkan keadaan, Valmont.” Theresa menudingnya. “Kau selalu bersikap dingin dan tak tersentuh, tapi begitu keadaan tak berjalan sesuai keinginanmu, kau—”

Adrien melangkah lebih dekat.

Kata-kata Theresa tertahan di tenggorokannya.

“Lanjutkan,” ucapnya, suaranya lebih rendah sekarang. “Selesaikan kalimatmu.”

Denyut nadi Theresa melonjak.

Brengsek.

Brengsek dengan suara tenangnya yang menyebalkan, dengan tatapannya yang terlalu intens, dan—

Fokus, Theresa.

Dia menegakkan bahu, mengangkat dagunya. “Kau hanya—”

Adrien mendekat lagi.

Tidak banyak.

Tapi cukup.

“Teruskan,” bisiknya.

Napas Theresa tercekat.

Otaknya kacau.

Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. “Kau benar-benar yang terburuk.”

Senyum miring Adrien muncul kembali. “Lucu. Aku juga baru saja mau mengatakan hal yang sama tentangmu.”

Dadanya terasa sesak.

Udara di antara mereka terasa tegang—penuh—berbahaya.

Tak ada yang bergerak.

Tak ada yang berkedip.

Ini adalah duel.

Lalu—

Dia meraih pergelangan tangannya.

Tidak kuat. Tidak memaksa. Hanya cukup untuk mengirim kejutan ke seluruh tubuhnya.

Theresa merasa dirinya membeku.

Bukan karena takut.

Tapi karena tiba-tiba—tiba-tiba—ini terasa berbeda.

Terlalu nyata.

Terlalu banyak.

Dan yang lebih parah—

Tak satu pun dari mereka menarik diri.

Tak satu pun dari mereka melepaskan.

Keheningan terlalu lama menggantung di udara.

Tatapan Adrien turun ke bibirnya selama setengah detik.

Detak jantung Theresa menghancurkan semua logika.

Apakah ini sedang terjadi?

Apakah dia benar-benar—

Tidak.

Tidak, tidak mungkin.

Tidak ada cara dia akan membiarkan Adrien Valmont yang mengambil langkah pertama.

Dia punya harga diri.

Dia punya martabat.

Dia punya—

“Lupakan saja.”

Adrien tiba-tiba melepaskan pergelangan tangannya dan mundur selangkah.

Udara berubah.

Pesona menghilang.

Theresa tertegun.

Dia terlihat… frustrasi.

Seperti hampir melakukan sesuatu yang nekad.

Seperti dia hampir…

Tidak.

Theresa menolak menyelesaikan pikirannya sendiri.

Sebagai gantinya, dia memaksa diri untuk tertawa sinis.

“Oh?” gumamnya, memiringkan kepala. “Kehilangan keberanian, Valmont?”

Rahang Adrien mengeras. “Ini bukan permainan, Theresa.”

Theresa mengangkat alis. “Dengan kita? Selalu permainan.”

“…Tidak kali ini.”

Senyumnya sedikit goyah.

Karena tiba-tiba, ini tak lagi terasa seperti permainan.

Ini terasa seperti sesuatu yang… lain.

Sesuatu yang tidak siap ia akui.

Tenggorokannya terasa kering. “Lalu ini apa, Adrien?”

Adrien terdiam.

Matanya menelusuri wajah Theresa—seolah mencoba menemukan jawabannya sendiri.

Sesaat, sesaat yang menghancurkan, Theresa pikir dia akan mengatakan sesuatu.

Sesuatu yang nyata.

Sesuatu yang akan menghancurkan mereka berdua.

Lalu—

Adrien menghela napas tajam, mengacak rambutnya. “Bukan apa-apa. Lupakan saja.”

Dada Theresa mencengkeram sakit.

Tapi harga dirinya menolak untuk memperlihatkannya.

Jadi dia memaksakan senyum miring lagi.

“Seperti yang kau mau.”

Adrien menatapnya lama, tatapannya sulit dibaca.

Kemudian—tanpa sepatah kata pun—dia berbalik dan pergi.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya…

Theresa berharap dia tidak pergi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!