NovelToon NovelToon
NusaNTara: Sunda Kelapa

NusaNTara: Sunda Kelapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Evolusi dan Mutasi / Slice of Life
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Jonda

Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.

"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tian Bergabung Dalam Pertarungan. Barni Dalam Kondisi Kritis.

# Cover Story; Perjalanan Tuan Dodi

Salah satu dari tiga orang kakinya terlilit ular karena mencoba menangkapnya. Dia terlihat panik kerena lilitan ular sangat kuat. Kedua temannya mencoba menarik kepala dan ekor ular agar temannya bisa terlepas.

Tuan Dodi turun dari gerobak untuk membantu. Anak-anak nya bersorak memberikan semangat.

##

** Lorong Bawah Tanah; Sisi Tara

Tara dan kelompok pemburu bertarung melawan para siluman. Mereka kesulitan karena kondisi medan bertarung dan kurangnya pencahayaan. Mereka hanya mengandalkan obor dan intuisi bertarung.

Tara bertarung menggunakan tangan kosong. Dia tidak menggunakan kerisnya karena tidak ingin melukai siluman. Dia cukup kesulitan.

Tara mengincar perut dan pangkal leher untuk melumpuhkan mereka.

Jono membantu Tara di sampingnya. Di kesulitan mencari target karena gelap. Boss Marno dan yang lain tidak bisa membantu karena takut salah serang.

Tara dan Jono terkena beberapa pukulan dan tendangan.

"Cih, kita tidak di untungkan di sini," ucap Marno merasa tidak bisa berbuat apa-apa.

"Benar. Kita kalah posisi dan jumlah," ucap Pemanah—Andri.

"Kita kembali ke atas saja, Boss. Di atas lebih terang dan luas. Kita jadi lebih leluasa bertarung," saran Petinju—Bowo.

Tanpa pikir panjang, Marno memerintahkan kelompoknya untuk kembali ke atas.

"Jono! Bawa mereka ke atas!" perintah Marno. Tiga yang lain sudah pergi duluan.

Jono menendang siluman untuk membuat celah pelarian.

"Hei! Ayo kita ke atas," ajak Jono pada Tara.

"Aku di belakang," balas Tara.

Mereka mundur dan kembali ke atas.

Ketiga orang sudah bersiap di luar rumah. Marno dan Jono berlari keluar.

"Bersiap!" teriak Marno. Dia melompat dan langsung berbalik memasang posisi.

Mereka menunggu beberapa saat dan tidak ada siluman yang keluar.

"Tunggu! Mana orang tadi?"

Mereka sadar kalau Tara tidak ikut mereka keluar.

"Apa dia tertinggal?"

"Sial! Kita kembali masuk," ajak Marno.

"Jono, ikut aku. Yang lain tunggu di luar," perintah Marno. Mereka bertiga bersiap di luar sedangkan Marno dan Jono kembali masuk.

...****************...

** Sisi Supa

Supa bertarung dengan Supri. Dia mendapat beberapa pukulan karena tidak bisa memberikan perlawanan. Dia hanya mengandalkan penciuman nya dan Supri menggunakan minyak untuk mengganggu indra Supa.

"Orang timur memang beda. Daya tahanmu cukup kuat," puji Supri. Dia terus melancarkan serangan fisik dari kegelapan.

"Kita lihat, berapa lama kau mampu bertahan."

Supa hanya mampu menangkis beberapa serangan. Dia menggunakan Aji miliknya untuk menguatkan tubuhnya dan posturnya. Dia hanya menjadi samsak untuk Supri.

"Tsk, bagaimana cara aku mengatasi ini. Aku belum pernah bertarung dalam kondisi seperti ini. Padahal kulitku gelap, tapi dia masih bisa melihatku," batin Supa.

"Kau jangan mengandalkan penciuman. Gunakan indra mu yang lain. Alirkan Energi Aji ke indra mu," saran Tian.

"Heh, untuk apa? Penciuman ku sudah bisa mengetahui posisi musuh walau aku menutup mata," ucap Supa sombong.

"Nanti terdesak jangan menyalahkan keadaan, dan jangan memanggilku," ucap Tian merasa frustasi memberi saran ke Supa.

Supa mengingat ucapan Tian kepadanya dulu.

"Oh, Iya."

Supa melemahkan kuda-kuda nya dan sengaja terpental.

"Braakk!" Supa menghantam kayu. Dia bangun dari tersungkurnya.

"Ada apa? Apa adrenalin mu turun? Kenapa kau tidak membalas seranganku?" ejek Supri dengan sombong.

"Hah-hah, kalau berani, lawan aku langsung, jangan sembunyi di kegelapan," ucap Supa. Dia berniat memprovokasi Supri, tapi provokasi nya payah.

"Hah! Kau sendiri yang lemah malah menyalahkan keadaan," ejek Supri. Dia merasa geli dengan ucapan Supa yang terkesan mendapat ketidak adilan.

"Lemah? Heh, ayo kita adu pukulan lalu lihat siapa yang lemah," tantang Supa.

"Hooo, mau pembuktian. Oke, aku ladeni!" Supri langsung melompat dan melayangkan pukulan.

Supa tersenyum tipis karena rencananya berjalan lancar. Dia melompat kedepan dan melayangkan pukulan. Saat jarak mereka sudah dekat, Supa berkata, "Tukar Tempat".

"Booommm." Kedua pukulan saling bertemu dan menimbulkan ledakan Aji.

Supri sedikit terdorong ke belakang karena kalah kekuatan. Tanganya gemetaran.

"Fiuh, orang timur memang kuat, he. Mungkin mereka hanya bodoh dalam akal—" puji Supri dengan sedikit ejekan.

"Siapa yang kau panggil orang timur."

Suara yang dingin dan berbeda memancarkan Aura yang kuat. Sepasang pupil mata berbentuk kucing bersinar di kegelapan. Mata itu menatap tajam ke arah Supri.

"Aura ini? Kau bukan si bocah timur?" Supri terkejut ketika mengetahui lawan di depannya orang yang berbeda.

"Kemana dia?" tanya Supri. Dia meningkatkan kewaspadaannya. Menilai dari pukulan tadi, lawannya sekarang lebih kuat dari sebelumnya.

"Orang timur?" ucap Suara itu bingung.

"Sepertinya dia mendapat masalah dan melemparkannya kepadaku. Dasar bocah sial**," keluh Tian dengan nada sangat jengkel.

Supa dan Tian telah berganti posisi.

** Sisi Supa

"Laaahh?" Supa menganga karena di hadapannya ada dua hewan besar yang sedang bertarung di laut. Dia sekarang sedang berpegangan pada bongkahan papan yang mengapung di laut. Tubuhnya berada di dalam laut.

"Woii, Supa! Ngapain kau di sini? Kemana Tian?" teriak Yudha saat melihat Tian menghilang dan malah muncul Supa.

Supa menoleh ke Yudha dengan mulut menganga. Dia tidak memberi reaksi apa-apa.

"Bocah gemblooong!"

...****************...

** Sisi Nusa

"Brak, brak." Nusa menendang pintu dengan kuat.

"Kurang kuat. Pusatkan lagi Energi Aji mu." Rinson memberi arahan ke Nusa. Mereka saat ini sedang berlatih cara menggunakan Aji.

"Brak, brak."

"Haoouup." Nusa mengambil ancang-ancang panjang dan menyerang dengan tendangan sekuat tenaga. Namun pintu hanya bergeming.

"Peh. Keras juga pintu ini," ucap Nusa.

"Hmm, sepertinya memang harus menggunakan kata sandi," gumam Rinson.

"Lalu apa sandinya?" tanya Nusa.

"Kau bisa baca huruf Pallwa? Sandi itu tertulis dengan huruf Pallwa. Kau lihat bentuk akar, lilitannya seperti berbentuk huruf Pallwa," jelas Rinson.

"Tara yang bisa baca. Dia tau banyak huruf. Dia sering membaca buku sejarah dan ensiklopedia."

"Beda dengan kau," sarkas Rinson.

"Uugghh. H—hei, yang penting aku masih mau baca buku," ucap Nusa merasa kenyataan menusuk kepalanya.

"Buku yang kau baca hanya berisi petualangan dan cara bertahan hidup di alam liar. Kau belum butuh saat ini. Lebih baik kau baca buku akuntansi atau buku bisnis, agar kau tidak salah dalam memberi harga atau tawar-menawar."

"Memangnya aku salah memberi harga? Menurutku itu sudah pas," bantah Nusa.

"Hargamu salah semua! Kau memberi harga seperti orang yang tidak mau untung!

Mereka malah berdebat dengan sesuatu yang tidak berarti.

...****************...

** Sisi Tara

Tara berlari mengikuti boneka elang. Rombongan Siluman mengejar dengan ganas di belakangnya. Dia bisa melihat dalan gelap karena kemampuannya.

Tara sampai di sebuah pintu yang terlilit akar. Boneka menunjuk ke arah pintu itu. Tara mencoba membuka tapi tidak berhasil. Dia meneliti pintu itu dan menemukan huruf Pallwa di lilitan akar.

"ᬧᬸᬚ ᬕᬦ᭄ᬤ᭄ᬭᬸᬯᭀ, ᬲᬂ ᬤᬾᬯ ᬈᬯᭀᬮᬸᬲᬶ" "Puja Genderuwo, sang dewa evolusi"

Tara melafalkan sebuah Mantra dan pintu akhirnya terbuka. Dia segera masuk dan menutup pintu.

"Tangkap dia!"

Seorang siluman melompat ketika Tara berhasil membuka pintu. Dia tersungkur karena Tara sudah keburu masuk ruangan.

"Sial!" Seorang siluman mencoba membuka pintu tapi tidak bisa.

"Ada yang tau mantranya?" tanya nya. Semua orang menggelengkan kepala.

"Ini ruangan yang tidak sembarangan orang bisa masuk. Hanya para Pretos dan orang yang di suruh nya yang boleh masuk."

"Lalu apa? Penyusup masuk ke ruang ini! Apa yang akan terjadi jika para Pretos tau ada yang menyusup ke ruangan mereka!"

"Kita tunggu Tuan Supri datang. Dia orang yang bisa membuka semua pintu di ruang bawah tanah ini."

"Dua orang cari Tuan Supri, sisanya tunggu sini." Dua orang pergi meninggalkan kelompok.

...****************...

** Dalam ruangan Tara

"Mantranya menjijikkan. Apanya yang dewa," gumam Tara dengan wajah masam.

Tara berada di ruang yang penuh dengan jeruji penjara. Dia bejalan dan melihat-lihat apa yang di kurung di dalamnya.

Banyak hewan bisa yang di kurung. Mereka memiliki banyak luka, dan ada beberapa yang sekarat, bahkan tidak bernapas.

"Apa yang mereka lakukan dengan semua hewan ini?" gumam Tara.

Tara merasakan sesuatu di penjara yang terlihat kokoh. Dia menghampiri dan memeriksa. Matanya terbelalak ketika tau di dalamnya adalah Barni.

"Barni! Barni!"

Tara berteriak memanggil Barni, tapi tidak ada balasan. Dia menggoyang pintu penjara dengan kuat dan paksaan. Tidak ada suara saat Tara menggoyangkan pintu. Pintu tidak bergerak sedikitpun. Perasaan marah memenuhi hatinya. Dia tidak bisa berpikir jernih.

"Huuooohh." Tara mencoba melepas paksa pintu penjara. Dia mengeluarkan seluruh Aura miliknya. Semua otot ditubuhnya membesar seakan meledak. Tapi pintu hanya bergeming.

"Hah ... Hah."

"Clang! ... Clang! ... Clang!"

Tara menghantamkan kepalanya ke penjara dengan kuat karna frustasi. Dar** mengalir di sela hidung dan mata. Dia menggertakkan giginya dengan kuat karena amarah dan kekesalan.

Tara melihat huruf Pallwa terukir di tarikan pintu. Wajahnya menjadi berkerut dan urat wajahnya membengkak.

"Dang!" Tangan Tara memegang gagang pintu dengan keras.

""ᬧᬸᬚ ᬕᬦ᭄ᬤ᭄ᬭᬸᬯᭀ, ᬲᬂ ᬤᬾᬯ ᬈᬯᭀᬮᬸᬲᬶ" "Puja Genderuwo, sang dewa evolusi"

"Persetan kau Genderuwo," ucap Tara dengan geram. Dia menarik gagang pintu perlahan dan pintu terbuka. Tara melangkah masuk dengan pelan. Dia menurunkan satu lututnya.

Dia hadapannya, Barni di rantai seluruh tubuhnya. Bahkan tidak tampak itu adalah Barni. Dia meneteskan air mata melihat kondisi Barni. Bulu di boneka yang di pegangnya juga menunjukkan helai bulu yang rontok hampir mencapai ujung.

Tara mengusap airmatanya dan memeriksa rantai. Setiap rantai juga terukir huruf Pallwa. Tara kembali mengucapkan Mantra sesuai yang ada di rantai.

"Ring, ring, ring."

Rantai bergetar kuat. Barni mengeliat di dalam rantai. Tidak ada tanda-tanda rantai akan terlepas. Tara panik karena rantai seperti semakin menguat.

"Apa yang terjadi? Barni! Barni! Kau bisa mendengar ku?" Tara sangat gelisah dan panik. Dia tidak tau harus berbuat apa. Air matanya kembali mengalir.

Barni berhenti mengeliat, tapi rantainya tetap bergetar.

"BARNI!" Tara berteriak dengan sangat keras sampai kepalanya menengadah.

...****************...

** Rumah Mbak Tari

Mereka bermain balok susun di jemuran. Suasana terasa sangat menggembirakan. Mereka semua memasang ekspresi ceria.

Suara tapal kuda terdengar sedang melaju kencang di kebun jagung. Bu Winda lewat dengan mengendarai kuda dengan sangat cepat. Mereka bingung dengan apa yang di lakukan Bu Winda.

"Bu Winda kenapa, sih? Kok tingkahnya aneh sekali." Mereka saling bertanya-tanya.

Beberapa saat kemudian, Bu Winda kembali ke rumah Mbak Tari dengan pelan.

"Kamu kenapa sih, kak? Dari tadi tingkahmu tidak jelas," tanya Bu Windi heran.

"Tidak ada. Hanya hal kecil yang menggangu." Bu Winda tidak ingin mengungkapkan masalahnya. Karena dia ingin menghukum Tara tanpa ada gangguan dari adiknya.

"Awas kau, Tara! Ketangkap habis kau!" batin Bu Winda dengan geram.

"Barni!" batin Bu Windi.

Tiba-tiba, hati Bu Windi tersentak. Dia seolah merasakan sesuatu yang mengganggunya. Dia menjatuhkan balok yang akan di susun. Dia bergegas berdiri dan melompat dari balkon jemuran.

Ibu-ibu yang lain terkejut.

"Bu Windi!"

Bu Windi berlari ke kakaknya dan ikut naik ke kuda. Dia mengambil alih kemudi.

"Ada apa, Windi?" tanya Bu Winda bingung.

Bu Windi tidak mengucapkan sepatah katapun dan langsung memutar balik kuda dan memacunya.

Ibu-ibu yang lain memandang kedua saudari dengan ekspresi bingung total.

"Apa *(Mak Lampir) suka lompat-lompat dan terjun bebas seperti itu?" tanya Bu Nurma heran.

Dia yang lain hanya menggelengkan kepala.

#* Tian dan Supri bertukar pukulan dan tendangan.

#* Nusa dan Rinson bergulat karena berdebat.

#* Marno dan Jono bertemu dua siluman yang meninggalkan kelompok dan bertarung.

#* Bu Windi terus memacu kudanya dan Bu Winda hanya diam.

#* Tara memeluk Barni dengan sangat erat.

[Akankah Tara bisa menyelamatkan Barni? Atau kah Dua saudari datang tepat waktu dan memberi bantuan? Bersambung!]

1
Ermintrude
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
jonda wanda: Terima kasih. Bila ada yang kurang dipahami dalam cerita, tolong disampaikan, agar tidak terjadi kebingungan.
total 1 replies
Shishio Makoto
Ngga bisa move on!
Myōjin Yahiko
Aduh, thor, aku tak sabar menanti kelanjutan ceritanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!