Raka Pradipta 22th, seorang mahasiswa yang baru bekerja sebagai resepsionis malam di Sky Haven Residence, tak pernah menyangka pekerjaannya akan membawanya ke dalam teror yang tak bisa dijelaskan.
Semuanya dimulai ketika ia melihat seorang gadis kecil hanya melalui CCTV, padahal lorong lantai tersebut kosong. Gadis itu, Alya, adalah korban perundungan yang meninggal tragis, dan kini ia kembali untuk menuntut keadilan.
Belum selesai dengan misteri itu, Raka bertemu dengan Andika, penghuni lantai empat yang bisa melihat cara seseorang akan mati.
Ketika penglihatannya mulai menjadi kenyataan, Raka sadar… apartemen ini bukan sekadar tempat tinggal biasa.
Setiap lantai menyimpan horornya sendiri.
Bisakah Raka bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia di Balik Pintu 515
Matahari sudah mulai naik ketika Raka dan Deni akhirnya keluar dari ruang keamanan. Mereka berdua kurang tidur, tapi kejadian tadi malam membuat mereka tidak bisa beristirahat dengan tenang.
Deni berjalan sambil menguap lebar. “Jadi, kita beneran mau nyari info tentang penghuni lama unit 515?”
Raka mengangguk. “Kalau nggak sekarang, kita nggak bakal tahu apa yang sebenernya terjadi.”
Deni menghela napas panjang. “Gue masih nggak ngerti, Mas. Mayat dalam koper itu beneran atau cuma halusinasi?”
Raka berhenti melangkah. “Itu juga yang gue pikirin.”
Deni mengingat kembali kejadian malam sebelumnya. Penemuan koper hitam di dalam unit 515, bau busuk menyengat, dan darah yang merembes dari dalamnya. Tapi begitu mereka kembali dengan satpam lain… koper itu menghilang begitu saja.
Deni mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Kalau itu beneran mayat, mana mungkin bisa hilang? Tapi kalau cuma halusinasi, kenapa baunya bener-bener ada?”
Raka tidak menjawab.
Satu hal yang pasti, ada sesuatu yang aneh di apartemen ini.
Mencari Jejak Ari Setiawan
Mereka akhirnya sampai di meja resepsionis. Layar komputer di meja menampilkan database penghuni apartemen.
Raka mengetik cepat, mencari nama Ari Setiawan.
Tidak butuh waktu lama untuk menemukan datanya.
Ari Setiawan – Unit 515.
Tanggal pindah: 1 tahun yang lalu.
Tanggal keluar: Tidak ada catatan.
Deni mengernyit. “Lho? Ini maksudnya apa? Dia belum pernah checkout?”
Raka membaca detailnya dengan saksama. Biasanya, setiap penghuni yang pindah keluar akan memiliki catatan “CHECKOUT” di database. Tapi nama Ari Setiawan masih terdaftar seperti penghuni aktif.
Deni mulai berkeringat. “Jangan bilang dia masih di apartemen ini…”
Raka menghela napas dan mengklik lebih jauh ke dalam data pembayaran sewa.
Yang lebih aneh lagi…
Tagihan bulanannya masih terus berjalan, seolah-olah seseorang masih membayarnya.
Deni mundur satu langkah. “Mas… gue makin nggak suka ini.”
Raka langsung mengambil walkie-talkie dan memanggil bagian administrasi. “Halo, Bu Yuni? Saya Raka dari resepsionis. Mau tanya soal unit 515, apakah masih ada yang membayar sewanya?”
Suara wanita dari seberang terdengar sedikit kaget. “515? Oh, ya, masih aktif kok. Pembayarannya rutin setiap bulan.”
Raka bertukar pandang dengan Deni. “Siapa yang bayar, Bu?”
Bu Yuni terdengar mengetik di komputernya. “Sebentar… Hmm, nama di rekening pembayaran masih atas nama Ari Setiawan.”
Jantung Raka berdetak lebih cepat.
Deni menelan ludah. “Jadi… dia masih ada di apartemen ini?”
Tapi sebelum Raka bisa bertanya lebih lanjut, suara ketukan terdengar dari meja resepsionis.
Tok… tok… tok…
Mereka menoleh.
Seorang pria tinggi dengan wajah tirus berdiri di depan meja. Ia mengenakan jaket hitam dan masker, sehingga hanya matanya yang terlihat.
“Permisi,” katanya dengan suara berat. “Saya mau ambil paket.”
Raka dan Deni masih shock dengan informasi barusan, tapi mereka tetap mencoba bersikap profesional.
Raka mencari paket sesuai nama di daftar pengiriman. “Atas nama siapa, Pak?”
Pria itu terdiam sesaat, lalu menjawab pelan.
“Ari Setiawan.”
Deni hampir tersedak napasnya sendiri.
Raka pun langsung terdiam. Ia menatap pria itu dengan hati-hati.
Jika benar ini Ari Setiawan… berarti selama ini dia masih ada di apartemen ini?
Dan lebih penting lagi… kalau dia masih di sini, kenapa namanya muncul di laporan orang hilang satu tahun lalu?
Siapa Ari Setiawan?
Raka mencoba tetap tenang dan mengambil paket yang sesuai. “Silakan dicek dulu, Pak.”
Ari Setiawan mengambil paket itu tanpa banyak bicara.
Deni mencoba memberanikan diri bertanya. “Pak… Anda penghuni unit 515, kan?”
Pria itu menghentikan gerakannya.
Sebuah keheningan panjang terjadi.
Ari Setiawan kemudian menoleh perlahan ke arah mereka. Matanya menatap tajam.
“Ya,” jawabnya pendek.
Deni berusaha menyembunyikan rasa takutnya. “Pak… kalau boleh tanya, kenapa unit Anda masih terdaftar aktif? Apa Anda memang nggak pernah pindah?”
Ari menatap mereka beberapa detik.
Kemudian… ia tertawa kecil.
Tapi tawanya aneh.
Pelan.
Seperti seseorang yang sedang menikmati lelucon gelap yang hanya dia sendiri yang tahu.
Deni langsung mundur selangkah.
Ari kemudian mengambil paketnya dan tanpa berkata-kata lagi, ia berbalik dan berjalan menuju lift.
Deni menatap Raka dengan wajah pucat. “Mas… itu orang hidup kan?”
Raka menatap punggung Ari yang mulai menjauh.
Tapi sebelum pria itu benar-benar masuk ke dalam lift, ia berhenti sejenak dan menoleh lagi.
Ia menatap Raka langsung, lalu berkata pelan…
“Jangan terlalu penasaran.”
Pintu lift menutup.
Dan mereka berdua tahu… sesuatu yang lebih mengerikan baru saja dimulai.
Siapa Ari Setiawan Sebenarnya?
Setelah lift yang membawa Ari Setiawan menutup, keheningan langsung menyelimuti lobi apartemen.
Deni menoleh ke Raka dengan wajah penuh kecemasan. “Mas… kita barusan ngeladenin orang yang harusnya udah hilang setahun yang lalu?”
Raka mengusap tengkuknya. “Iya… dan kita juga nggak tahu selama ini dia ke mana.”
Deni menggeleng cepat. “Nggak masuk akal. Kalau dia beneran masih tinggal di unit 515, kenapa nggak ada yang pernah lihat dia keluar-masuk? Kok satpam juga nggak pernah sadar?”
Raka tidak langsung menjawab. Ada perasaan aneh yang menggelayut di dadanya.
Ia memandang daftar nama di komputer. Nama Ari Setiawan masih ada di dalam database, pembayaran sewanya masih aktif, dan tadi dia sendiri yang datang untuk mengambil paket.
Jadi… selama ini dia ada di apartemen ini?
Atau lebih tepatnya… dia bersembunyi?
________________________________________
Penyelidikan ke Unit 515
Raka dan Deni akhirnya memutuskan untuk menyelidiki unit 515.
Setelah menunggu shift pagi masuk dan menyerahkan resepsionis ke karyawan lain, mereka berjalan menuju lantai sepuluh.
“Mas, lo yakin mau ke sana?” bisik Deni sambil tetap melihat sekeliling. “Kalau orang itu beneran Ari Setiawan dan kita samperin, gimana kalau dia nyerang kita?”
Raka menekan tombol lift. “Makanya kita nggak bisa sendirian.”
Beberapa menit kemudian, mereka sudah berdiri di depan pintu unit 515 bersama dua satpam, Pak Joko dan Pak Wawan.
Pak Joko mengetuk pintu beberapa kali. “Permisi, Pak Ari? Ini dari pihak keamanan apartemen.”
Tidak ada jawaban.
Mereka saling berpandangan.
Pak Joko mencoba mengetuk lagi, kali ini lebih keras. “Pak Ari? Bisa dibuka sebentar?”
Tetap sunyi.
Deni mulai merasa nggak enak. “Jangan-jangan dia udah tahu kita bakal ke sini…”
Pak Wawan akhirnya mencoba membuka pintu dengan kunci master. Begitu kunci itu masuk dan diputar…
Klik.
Pintu terbuka.
Udara di dalam ruangan terasa dingin. Tidak ada cahaya. Tidak ada suara.
Perlahan, mereka masuk ke dalam unit.
________________________________________
Kamar yang Tidak Ditinggali
Begitu masuk, hal pertama yang mereka sadari adalah… unit ini seperti tidak pernah dihuni.
Tidak ada barang-barang pribadi, tidak ada perabotan tambahan, bahkan kamar tidur pun terlihat kosong dengan kasur yang masih terbungkus plastik.
Seakan… tidak ada yang benar-benar tinggal di sini.
Deni menggaruk kepala. “Lho? Katanya dia tinggal di sini?”
Pak Wawan memeriksa dapur. “Gas kompor nggak pernah dipakai.”
Pak Joko memeriksa lemari. “Pakaian nggak ada.”
Raka berjalan ke arah meja di dekat jendela. Satu-satunya benda di sana adalah sebuah koper hitam.
Jantungnya langsung berdebar kencang.
Koper… hitam?
Dengan tangan sedikit gemetar, ia perlahan mendekati koper itu.
Deni yang melihatnya langsung menarik lengan Raka. “Mas! Jangan buka!”
Raka menelan ludah. Tapi nalurinya berkata kalau koper ini adalah petunjuk utama.
Ia mengambil napas dalam, lalu perlahan menarik resletingnya.
Zzzzzt…
Begitu koper itu terbuka, bau busuk langsung menyebar ke seluruh ruangan.
Pak Joko menutup hidungnya. “Astaga! Bau apa ini?!”
Deni langsung mundur. “Jangan bilang… jangan bilang itu…”
Raka menatap isi koper.
Namun, yang ada di dalamnya… bukan mayat.
Hanya pakaian lusuh, beberapa dokumen, dan satu amplop cokelat.
Tangan Raka bergerak mengambil amplop itu. Di permukaannya, hanya ada satu tulisan tangan:
“Jangan cari saya.”
Ruangan kembali sunyi.
Deni bergumam pelan, “Mas… kita barusan ngelihat orang yang udah hilang setahun, apartemennya kosong, dan sekarang dia ninggalin surat kayak gini?”
Pak Joko terlihat serius. “Kita harus lapor ke polisi.”
Tapi sebelum mereka bisa mengambil keputusan lebih lanjut…
Terdengar suara langkah kaki di lorong.
Mereka semua menoleh ke arah pintu yang masih sedikit terbuka.
Seseorang sedang berdiri di luar.
Dan sebelum mereka bisa bereaksi, suara pelan terdengar dari balik pintu.
“Kalian tidak seharusnya ada di sini.”
ke unit lantai 7