Hidup dalam lingkaran kemiskinan, membuat Rea ingin bekerja setelah lulus SMA, semua itu dia lakukan demi keluarga.
Namun takdir berkata lain, Ayahnya sudah memutuskan masa depan Rea, sebagai istri dari seorang lelaki bernama Ryan.
Dia tidak bisa menolak dan menerima keinginan sang ayah.
Hanya saja, Rea tidak pasrah, dia bukan wanita lemah, selama belasan tahun berjuang dalam kesengsaraan, melatih mental yang kuat menahan setiap penghinaan para tetangga.
Sehingga dia akan berusaha membuat Ryan menyesal karena sudah menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shina Yuzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejang-kejang
Meski kekayaan dan kemuliaan sebagai konglomerat ada di dalam genggaman tangannya, tapi Ryan masih menjunjung tinggi nilai-nilai adab dan etika terhadap semua orang.
Jika pun Ryan mau, dia bisa menolak Ruslani dan membatalkan kontrak kerjasama dengan perusahaan AL Tech, itu menjadi kerugian besar. Sebab ada banyak saingan lain yang mungkin mendapat kesempatan ini, sehingga mereka mampu menyingkirkan perusahaan milik Ruslani begitu mudah.
Di hadapan sosok pemimpin dengan pribadi baik hati dan tidak sombong seperti Ryan. Tanpa perlu adanya pertikaian, saling beradu argument atau cara-cara licik menyudutkan lawan, semua selesai begitu saja.
Jiwa Ryan sebagai seorang lelaki adil dan bersahaja mungkin karena didikan sang ayah sebagai pemilik rumah makan, agar tetap berbuat baik kepada orang-orang miskin. Meski tidak ada kaitannya untuk masalah kerja sama perusahaannya seperti sekarang.
Setelah menahan serangan mental dari Ryan dengan susah payah, Ruslani seperti dipermainkan oleh asam lambung yang naik turun dari kerongkongan hingga terjun bebas.
Berhubung kedua belah pihak pun akhirnya sepakat, Ruslani bisa bernafas lega, karena perusahaannya masih mendapat kepercayaan untuk menjalin kerjasama dengan AL Tech.
Permasalahan antara Ryan dengan Ruslani selesai. Secara khusus Ruslani mengakui kesalahan karena telah bersikap kasar terhadap Rea.
Tanpa perlu repot-repot mengantar Ruslani dan Wulan keluar, mereka secara mandiri pergi dengan senyum rumit di wajah.
"Akhirnya mereka pergi juga ...." Ucap Hazel meregangkan tubuh.
"Kenapa ?, bukankah kau sejak awal hanya duduk tanpa melakukan apa pun." Tanya Ryan benada sarkas.
Hazel terkejut dan menjelaskan..."Bukan begitu tuan, tapi melihat anda mengintimidasi Ruslani, aku merasa khawatir, jika tiba-tiba dia kena sawan dan mulai kejang-kejang."
"Aku tidak sampai sekejam itu."
"Tapi kenyataannya pernah terjadi." Gumam Hazel tersenyum lemas.
Kini hanya ada Ryan dan Hazel di dalam ruangan, suasana di sekitar tempat mereka pun tampak santai, menikmati secangkir kopi yang sudah di sediakan oleh Office boy.
Cukup jarang Ryan berada di kantor, bahkan dalam satu tahun kehadirannya bisa dihitung menggunakan jari, satu tangan pula.
Bukan berarti Ryan termasuk pemimpin perusahaan yang menyalahgunakan kekuasaan untuk bersenang-senang tanpa perlu terlibat dalam urusan pekerjaan. Tapi karena memang semua tugas di pegang oleh Hazel dan Ryan hanya akan muncul jika terjadi suatu masalah serius.
Dia adalah bos nya, jadi tidak ada yang bisa melarang Ryan.
"Tuan, kenapa anda begitu serius dengan masalah Ruslani." Tanya Hazel tiba-tiba.
Ryan menaruh kembali kopi diatas meja..."Apa aku terlihat begitu ?."
"Ya, kita berdua sudah saling kenal untuk waktu lama, tapi jarang sekali aku melihat anda begitu serius tentang masalah di dalam perusahaan. Apa mungkin memang karena sikap Ruslani kepada istri anda, membuat anda marah ?." Ucap Hazel penasaran.
"Meski pun aku berkata, aku marah untuk sikap Ruslani itu kepada istriku tercinta, tapi aku tidak bisa menyatukan masalah antara pekerjaan dan keluarga, jadi aku hanya ingin dia melihat bagaimana seseorang yang dianggap remeh olehnya, bisa menghancurkan kesombongan yang dia miliki." Jawab Ryan.
"Apa tidak sebaiknya dibatalkan saja kerja sama dengan Ruslani ?."
"Itu mudah di lakukan, tapi bukankah akan menarik jika dia merasakan langsung ketidakberdayaan nya ketika di hadapkan kepada seseorang yang jauh lebih kuat. Lagian juga, seperti perkataan mu, keuntungan dalam kerja sama ini cukup besar, kita tidak bisa melepasnya begitu saja..." Jawab Ryan terdengar mudah.
"Memang benar sih, tapi jika dari awal aku tahu kalau, Ruslani itu menyinggung anda, sudah pasti aku tidak akan menerima tawaran kerjasama perusahaannya."
"Sudahlah, tidak apa-apa, aku memiliki rencana ku sendiri." Balas Ryan.
Hazel tersenyum puas ... "Apa pun yang anda putuskan aku akan mendukungnya."
Hazel tidak hanya menjadi bawahan Ryan untuk menggantikan posisinya di dalam perusahaan, tapi juga dia adalah seorang teman yang pernah bersusah payah bersama.
Jauh sebelum Ryan menempatkan diri dalam posisi sebagai direktur utama AL Corporation, dirinya telah merasakan banyak cobaan yang harus dia cobain.
Enam tahun lalu, Kota Jakarta adalah tempat bagi Ryan mengadu nasib, tak ubahnya medan perang, dimana setiap orang saling berebut posisi untuk mendapat pekerjaan atau pun berbisnis.
Begitu pula untuk Ryan. Berjualan lapak pedagang kaki lima di trotoar jalan, diusirlah dia oleh satpol PP. Di dalam metromini, lebih banyak pencopet dari pada pembeli. Membuka toko kelontong pun saingan kanan kiri saling beradu ilmu Kanuragan.
Coba merambah dunia marketing dengan menjajakan barang-barang dari satu pintu rumah ke pintu rumah yang lain, di tangkap dia oleh satpam komplek karena gelagatnya mencurigakan saat dianggap maling, padahal kostumnya menggunakan jas dan dasi.
Meski memang ada pencuri berpakaian rapi menggunakan jas dan dasi, tapi itu bukan Ryan, setidaknya dia bukan orang yang suka mengumbar janji, pada akhirnya lupa diri.
Satpam memberi argumen... "Pencuri dengan jas dan dasi itu sudah banyak, kau bisa lihat para pejabat yang selagunya waktu kampanye ingin memakmurkan rakyat, tapi setelah terpilih, mereka korupsi, mengambil hak-hak rakyat dan tanpa punya malu sedikit pun, mengatasnamakan kesejahteraan, sedangkan masih banyak yang kelaparan."
Tidak ada tanggapan lain dari Ryan, dia hanya pasrah saja menerima keadaan, satu pelajaran berharga didapat, yaitu jangan macam-macam dengan satpam komplek, tanpa peduli pejabat atau sellesman semuanya harus sama-sama adil.
Tapi jiwa tangguh, pemberani dan pantang menyerah karena didikan sang ayah sebagai pedagang warung makan menjadi pendongkrak semangat bagi Ryan.
Hingga ketika dia melamun di warung pinggiran jalan sembari menikmati kopi dari cangkir plastik bekas air mineral, pertemuan dengan Hazel adalah hal menakjubkan.
Ngomong-ngomong, Hazel sendiri adalah singkatan dari nama Aslinya. Hasanuddin Zaelani. Cuma beda Z dan S saja.
Secara tiba-tiba, Hassanudin Zaelani muncul di hadapan Ryan tidak lebih dari seorang pengangguran berkemeja kotak-kotak lusuh, corak kotak-kotak itu pun hampir tak ubahnya seperti jajar genjang begitu pula dengan wajah Hazel yang semrawut.
Celana jeans hitam sobek-sobek alami dari depan belakang kiri dan kanan. Wangi parfum murahan yang dibeli di toko minyak wangi, kini telah kalah oleh aroma asap kenalpot, keringat dan segala macam kawanan hingga bercampur menjadi satu kesatuan tidak lazim.
rambut hitam klimis oleh minyak Tancho sudah luntur membasahi kening karena panas jalanan kota Jakarta, di jepitnya selembar map coklat diantara ketiak yang basah.
Hazel saat itu datang untuk membeli secangkir kopi hitam di warung pinggiran jalan dan duduk tepat di sebelah Ryan.
Ryan bisa melihat kalau lelaki satu ini sudah berjuang kesana kemari mencari pekerjaan, tapi kusam wajah dan rumit di ekspresinya menandakan bahwa semua usaha itu telah dikhianati oleh hasil.
apa banyak misteri di antara mereka ber dua bukan cuma majikan ma pelayan ,,aihhh
mohon untuk up terus Thor...