Bagaimana jadinya jika seorang gadis manja harus menjadi pengasuh 3 anak CEO nakal yang tiba-tiba sangat lengket padanya?
Rosetta, seorang gadis cantik yang berusia 19 tahun, adalah putri seorang bupati yang memiliki keinginan untuk menjalani hidupnya sendiri. Namun ayahnya telah membuat keputusan sepihak untuk menjodohkan Rosetta dengan seorang pria tuatua bernama tuan Bramasta, yang memiliki usia dan penampilan yang tidak menarik. Rosetta sangat enggan dengan keputusan ini dan merasa bahwa ayahnya hanya menggunakan dia sebagai alat untuk meningkatkan karir politiknya.
Hingga puncaknya Rosetta memutuskan untuk kabur dari rumah. Di sisi lain ada Zein arga Mahatma, seorang bussiness man dan single parents yang memiliki tiga anak dengan kenakalan di atas rata-rata. Karena kebadungan anak- anaknya juga tak ada yang sanggup untuk menjadi pelayan di rumah nya.
Dalam pelarian nya, takdir mempertemukan Rosetta dan ketiga anak Zein yang nakal, bagaimana kah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter : 27
Rosetta mendorong lembut bahu Chiara, lalu ia berjongkok untuk menyamakan tinggi anak itu dan membawa Chiara dalam pelukan nya yang memenangkan. Kepala Chiara bersandar di bahunya seolah mencari perlindungan.
Rosetta mengusap punggung anak itu, pelan. "Tidak apa- apa sayang, Chiara tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Yang perlu Chiara lakukan hanya bermain dan belajar, jangan terlalu banyak berpikir, oke. "
Kepala bocah perempuan itu mengangguk sekilas. "Iya atee. "
Alvaro dan Alaska yang semula hanya memperhatikan kini mulai mendekat, saling menoleh lalu sama-sama membuka tangan untuk ikut memeluk Rosetta dan Chiara. Mereka seolah saling menguatkan menyalurkan rasa kehangatan kembali yang selama ini jarang mereka dapatkan. Rosetta mengusap kepala anak- anak itu secara bergantian seraya matanya menatap nanar karena terharu.
Siapa yang menduga hidup nya akan berjalan sampai sejauh ini, takdir membawa nya pada anak-anak ini dan tidak pernah terpikirkan olehnya jika dia akan sangat menyayangi anak-anak ini. Meskipun tidak secara langsung, tapi berkat mereka lah Rosetta bisa memiliki pekerjaan dan tempat tinggal dalam pelarian nya, menyelamatkan nya dari percobaan perjodohan ayahnya dengan seorang pria tua. Ia berhutang budi dan ia akan membalasnya dengan membawa kehidupan anak-anak ini kembali dari rasa trauma ke kehidupan ceria dan penuh warna seperti anak-anak semestinya.
Di luar, ternyata ketiga art yang di rekrut Zein sudah mulai bekerja. Rosetta dan ketiga anak Zein yang mengikuti dari belakang, berjalan menghampiri Refal yang sedang mengawasi pekerjaan ketiga art itu dengan tatapan bangga.
"Oh, Rosetta. " Refal segera menyadari kehadiran Rosetta serta anak-anak bosnya.
"Halo tuan muda, nona muda. " Pria itu sedikit membungkuk dan melambaikan tangan, menyapa.
Alvaro dan Alaska membalas salam itu dengan lambaian tangan yang sama. "Halo om Refal. "
Sementara Chiara yang memang sangat dekat dengan Refal langsung menghampiri dan berdiri di hadapan refal yang tinggi nya itu hanya sebatas sikut refal.
"Om, gendong... " kata Chiara, sambil mengulurkan tangan.
Refal tertawa, termasuk semua orang yang merasa gemas dengan tingkah bocah manis itu. Refal lantas membawa tubuh mungil Chiara dalam gendongan tangannya.
"Terimakasih ya refal, sudah meng-handle semuanya. Aku tidak menyangka mereka akan langsung bekerja. "
"Hahaha tidak masalah Rosetta, toh itu memang pekerjaan ku untuk mengarahkan para pembantu baru itu. " tukas Refal. "Lagipula ini menjadi sejarah baru karena tuan akhirnya mau merekrut art baru di luar pekerjaan menjadi pengasuh, mengingat dia orang nya sangat selektif dalam memilih orang-orang di bawah naungan nya. "
Lalu Refal mencondongkan diri. "Kau tahu kenapa? " bisiknya sambil menghalau dengan tangan.
Rosetta refleks menggeleng. "Tidak."
"Itu karena dia orang yang apatis dan dingin. Tapi seperti nya karena mu, dia menjadi seseorang yang berbeda, hahaha. " kata refal di akhiri tawa.
Chiara menyipit. "Om, chia dengal loh. "
Yang sontak membuat tawa refal berubah menjadi kekehan panik. "Jangan di aduin ke tuan ya nona muda, plis, " kata nya sebenarnya hanya ingin bercanda saja.
Chiara tersenyum sambil menggeleng lucu. "Tidak kalau om Efal mau makan baleng sama kita. "
Wajah Refal berubah muram. "Sebenarnya saya ingin nona muda, tapi ada pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan saat ini."
"Huh! om refal sama saja seperti papa, sama-sama lebih suka pekerjaan. " sahut Alvaro yang merajuk.
Refal terkekeh sekilas, sementara Rosetta hanya mampu menggeleng pelan.
"Nanti kapan- kapan kalau ada waktu senggang kita akan makan bersama di luar, bagaimana? "
Ketiga anak itu langsung bersorak. "Yey! oke. Janji ya. "
Refal mengangguk lalu sedikit menjawil pipi chubby Chiara dan menurunkan anak itu dalam gendongannya.
"Ya sudah Rosetta, kalau begitu aku permisi pamit dulu ya. "
Rosetta mengangguk. "Terimakasih atas semua arahan mu. "
Refal membalas dengan anggukan yang sama lalu melambaikan tangan kepada Alvaro, Alaska dan Chiara dan berbalik badan pergi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malamnya Zein pulang lebih awal, kali ini tidak selarut biasanya, dia ingin menikmati makan malam dengan anak-anak.
Tapi sepertinya Alvaro, Alaska dan Chiara seolah tidak perduli dengan kehadiran nya dan lebih memilih memperhatikan es krim yang mereka buat tadi siang bersama Rosetta.
Karena ingin mengisi waktu luas dengan hal yang bermanfaat Rosetta mengajak anak-anak itu untuk membuat es krim.
"Anak-anak lihat, papa bawa apa untuk kalian. " Zein memanggil dari ruang tengah, sementara yang di panggil hanya diam saja dan lebih memilih menunggu es krim mereka mengeras bersama Rosetta di dapur.
"Hei, itu papa memanggil. Kalian tidak mau menyahut? " tanya Rosetta pada anak-anak yang hanya diam saja.
"Tidak lah buat apa juga. Toh papa juga tidak pernah mempedulikan kami. "
"Alvaro, jangan bicara seperti itu, " kata Rosetta menasehati. "Ayo, temui papa kalian. "
Akhirnya dengan lesu dan muka malas mereka berjalan menemui ayah mereka di ruang tamu.
Di sana Zein dengan wajah sumringah sudah menyusun hadiah untuk anak-anak nya.
"Papa menyiapkan kalian hadiah, pasti kalian suka, " ujar Zein tapi anak-anak nya seolah tidak terlalu tertarik.
Menghela napas pelan, Zein tetap memberikan sendiri hadiahnya untuk anak-anak nya tersebut. "Ini untuk Alvaro. " ia memberikan kotak kado berwarna biru.
"Ini untuk Alaska. " dengan kotak kado berwarna hijau.
"Dan ini untuk Chiara. " khusus untuk putri bungsu kesayangannya itu Zein memberikan kotak berwarna merah muda, kesukaan sang putri.
Ketiganya membuka kado dengan wajah yang entah-- Zein tidak bisa mendeskripsikan nya, tapi yang pasti anak-anak nya itu terlihat acuh tak acuh.
Alvaro yang lebih dulu menunjukkan kadonya, Buku-buku yang sengaja di beli Zein karena tahu anaknya itu suka membaca.
"Apa ini, buku-buku dongeng yang hanya di baca oleh anak kecil, aku tidak menyukai nya pah! " Alvaro setengah melempar buku-buku itu di atas meja lalu pergi dengan wajah tertekuk.
Lalu kemudian Alaska, ia menerima sebuah kado berupa mainan robot dengan remot kontrol.
"Papa kan tau robot remot kontrol aku udah banyak ngapain beli lagi. " ketusnya, Alaska juga berlalu dengan wajah tak puas.
Rosetta yang sejak tadi memperhatikan dari jarak jauh hanya bisa menghela napas panjang melihat kepergian saudara kembar itu.
Hanya Chiara yang berdiri di sana, anak kecil itu belum mengerti tentang perasaan orang dewasa pun yang di rasakan kakak- kakak nya.
Ia hanya tahu hadiah yang di berikan ayahnya bagus, sebuah gaun dengan motif putri Rapunzel, tokoh putri Disney kesukaan nya.
"Ini bagus papa, chia suka. "
Zein tersenyum, meskipun hanya anak bungsu nya yang mengaku puas dengan hadiah yang dia berikan sudah cukup untuk Zein mengulas senyum itu.
"Terimakasih, sayang, " kata Zein sambil mengusap lembut pipi Chiara.
Rosetta kemudian menghampiri dengan tangan terkait di depan, hendak berucap sesuatu tapi keburu di halau kala Zein memberikan kotak hadiah yang sama padanya.
"Ini untuk mu. "
Rosetta menerima uluran kotak hadiah itu. "Untuk ku? "
Zein mengangguk.
Rosetta tersenyum. "terimakasih tuan." Tapi senyum nya tidak bertahan lama sebab setelah itu Zein berlalu dengan wajah lesu dan tatapan sendu.
******