Kehadiran Damar, pria beranak satu yang jadi tetangga baru di rumah seberang membuat hidup Mirna mulai dipenuhi emosi.
Bagaimana Mirna tidak kesal, dengan statusnya yang belum resmi sebagai duda, Damar berani menunjukkan ketertarikannya pada Mirna. Pria itu bahkan berhasil membuat kedua orang tua Mirna memberikan restu padahal merek paling anti dengan poligami.
Tidak yakin dengan cerita sedih yang disampaikan Damar untuk meluluhkan hati banyk orang, Mirna memutuskan mencari tahu kisah yang sebenarnya termasuk masalah rumahtangga pria itu sebelum menerima perasaan cinta Damar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Rumah Mama
Melihat Damar berdiri di lobi depan sambil bertolak pinggang dan memasang muka sangar, Mirna hanya melengos sebal.
Belum sempat Damar mengeluarkan kata-kata pedas, Mirna sudah melotot dan wajahnya kelihatan lebih galak hingga Damar urung marah-marah.
Buru-buru Damar menyusul Mirna yang melewatinya. Untung saja Mirna tidak ngomel saat Damar menggandengnya masuk ke dalam lift.
Tidak ada pembicaraan apa-apa tapi kelihatan Mirna sangat kesal pada Damar. Wajahnya ditekuk dan bibirnya mengerucut.
”Dapat cerita apa lagi dari Anita ?” tanya Damar saat mereka sudah berada di dalam ruang kerja Damar.
Mirna berbalik, berhadapan dengan Damar sambil bertolak pinggang dan mata membola.
“Kenapa nggak cerita kalau kak Rangga memutuskan pertunangannya dengan mbak Nita ?”
Damar langsung tersenyum lega, dipikirnya Anita akan meracuni pikiran istrinya lagi. Damar tidak tahu kalau Mirna sedang berusaha kelihatan netral padahal cerita Anita membuatnya berpikir kalau ada yang disembunyikan Damar.
“Aku beneran….”
“Jangan bilang mas Damar belum tahu !” potong Mirna dengan suara galak.
Damar terkekeh, “Iya aku sudah tahu. Rangga cerita pas antar Chika ke hotel tapi aku beneran lupa kasih tahu kamu soalnya perasaanku lagi melayang-layang, serasa habis malam pertama lagi sama kamu.”
Dicubitnya kedua pipi Mirna dengan gemas membuat wajah Mirna kelihatan lucu karena bibirnya masih mengerucut.
“Aku ingin ke rumah mama hari ini, mau tanya langsung sama kak Rangga. Jangan-jangan papa mama belum tahu.”
“Kemungkinan Rangga sudah cerita minimal sama mama. Sebentar aku pastikan jadwalku dulu.”
Belum sempat Damar mengecek jadwal di handphonenya, Mirna sudah bicara lagi sudah tidak emosi lagi.
“Aku ingin duluan ke sana, sama Chika.”
“Tentu saja boleh !” Damar memeluk Mirna lalu mengecup pucuk kepalanya.
“Tapi kita makan siang dulu sama Chika. Aku akan minta sopir untuk langsung membawanya menyusul kita ke tempat makan favoritnya.”
Mirna hanya menganggukkan kepala dalam pelukan Damar.
***
Mendekati jam 2 siang Mirna sudah tiba di rumah orangtuanya bersama Chika yang tertidur dalam pangkuannya.
Bik Jum menggendong bocah masuk duluan sementara Mirna masih terpaku di depan pagar sambil menatap ke arah rumah seberang yang kosong.
Ingatannya kembali pada kejadian beberapa bulan yang lalu, saat pertama Mirna baru saja pulang dari rumah sakit dan mendapati Damar sedang berdiri sambil menggendong Chika persis di depan pagar rumah itu.
Sekarang Mirna harus menghadapi kenyataan kalau pria itu adalah suami sahnya dan Chika adalah putri kandungnya.
”Siang Ma, lagi bikin apa ?” Mirna mencium pipi mama yang sedang mengaduk adonan.
“Bikin kue kesukaanmu dan Chika. Bagaimana kabarmu dan Damar ?”
“Baik Ma tapi sampai saat ini aku belum ingat kalau pernah menikah sama mas Damar.”
Mama tertawa pelan dan mulai menuang adonan kue ke dalam loyang.
“Tidak usah terlalu memaksakan diri mengingatnya karena papa dan mama yakin kalau saat ini ketulusan cinta kalian sedang diuji.”
Mirna sempat menuatkan alis namun menunda bertanya karena mama sedang fokus memasukkam loyang ke dalam open.
”Hhmmm wangi.”
“Mama sudah bikin 2 loyang supaya bisa kamu bawa pulang.”
“Makasih, Ma.”
Tanpa disuruh Mirna membantu merapikan bahan-bahan dan peralatan yang digunakan untuk membuat kue.
”Ma, Mirna boleh tanya sesuatu ?”
“Tanya apa ?” Mama balik bertanya sambil mengusap kepala Mirna yang berdiri dekat meja makan.
“Mas Damar sudah cerita kalau aku sedang hamil dan bayiku tidak bisa diselamatkan.”
Mama tersenyum arif dan merangkul bahu Mirna. “Ikhlaskan saja. Tuhan pasti punya rencana lain untuk rumah tangga kalian.”
“Iya Ma,” Mirna mengangguk sambil tersenyum tipis.
“Mas Damar juga cerita kalau hubungan kami sempat renggang dan malam iti kami bertengkar. Apa mama tahu masalahnya ? Apa aku pernah cerita soal perempuan bernama Marsha yang sempat dekat dengan mas Damar ?”
Mama sempat terkejut sebelum menautkan kedua alisnya. Mirna menebak kalau ia tidak pernah bercerita pada mama soal masalah rumah tangganya.
“Ma, aku perlu tahu apa yang terjadi sebelum kecelakaan. Mas Damar memang sudah menceritakannya padaku tapi aku ingin tahu dari sisi mama. Aku yakin kalau aku sempat beberapa kali pulang kemari karena hanya di rumah ini aku merasa bisa menenangkan diri.”
“Biar bibi yang membereskan sisanya. Kita ngobrol di ruang tengah.”
Mirna mengangguk dan sambil bergelayut manja di lengan mama, keduanya pindah duduk di sofa.
“Papa dan mama hanya mendengarnya dari Rangga soal masalah yang sedang menimpa usaha Damar karena baik kamu maupun Damar tidak pernah bicara langsung pada kami. Rangga bilang beberapa pekerjaan besar disabotase hingga membuat Damar sangat stres. Kamu berusaha menutupi keributan dalam rumah tanggamu padahal jelas-jelas matamu bengkak dan wajahmu sembab saat datang kemari.”
“Aku tidak pernah cerita apapun sama papa, mama atau kak Rangga ?”
“Hanya sekali kalian, kamu dan Damar sempat bertengkar di rumah ini karena masalah orang ketiga. Mama lupa siapa nama perempuan itu dan akhirnya Rangga menawarkan diri untuk menjadi pihak ketiga yang membantu masalah kalian. Rangga sudah memastikan kalau Damar tidak punya hubungan apa-apa dengan perempuan itu bahkan kakakmu sempat mengancam Damar kalau berani macam-macam padamu.”
“Kak Rangga mengancam apa, Ma ?”
“Kalian harus bercerai dan Damar tidak akan diijinkan menengokmu dan Chika sekalipun dia minta maaf sampai memohon.”
“Apa kak Rangga pernah bilang kalau mas Damar menjauhi perempuan itu karena ancaman ?”
“Berulang kali mama berusaha minta Rangga menceritakan detilnya tapi kakakmu menolak. Rangga bilang Damar sangat mencintaimu dan perempuan itu hanyalah seorang tenaga profesional yang bekerja membantu Damar keluar dari kemelut masalahnya.”
Beberapa saat Mirna terdiam karena tidak ada informasi baru yang bisa ia gali dari mama hanya sebatas keluarganya tahu kalau Damar hampir saja jatuh dalam godaan perempuan lain karena kondisi usahanya yang sedang morat marit.
”Mir, setiap rumah tangga punya persoalannya masing-masing. Mama yakin kalau Damar tidak pernah berniat mengkhianatimu. Percayalah kalau saat itu bukannya dia tidak mau melibatkanmu karena tidak percaya tapi Damar tidak mau membuatmu pusing apalagi setelah tahu kalau kamu sedang hamil.”
“Iya Ma, aku juga berpikir begitu hanya saja masalah hilangnya ingatan tentang mas Damar membuatku sedikit tertekan karena saat ini bagiku mas Damar hanyalah seorang pria asing yang baru aku temui. Aku ingin belajar kenal seperti apa sosok mas Damar karena hatiku tidak bisa sepenuhnya langsung yakin hanya dengan melihat foto-foto kami di masa lalu, bahkan tidak ada sedikit pun ingatan kalau mas Damar adalah sahabat kak Rangga.”
Mama kembali tersenyum teduh, membelai rambut Mirna lalu mengusap-usap punggung putrinya.
“Seperti yang tadi mama bilang, jangan terlalu memaksakan diri sampai membuatmu stres. Dokter berpesan cara-cara seperti itu tidak akan membuat ingatanmu cepat kembali.”
Mirna menghela nafas dan menganggukkan kepala.
“Aku akan berusaha, Ma.”
“Sekarang istirahatlah biar emosimu bisa reda dan hatimu tenang lagi.”
”Sebetulnya tujuanku kemari ingin tanya soal kak Rangga dan mbak Nita. Apa mama tahu alasan kak Rangga memutuskan hubungan mereka.”
Bukannya sedih mama malah tertawa pelan membuat Mirna mengerutkan dahinya karena bingung.
“Sepertinya kakakmu ingin memberi pelajaran sekalian menguji cinta Anita karena selalu menolak ajakan menikah.”
“Maksud mama semua ini hanya sementara aja ?”
“Mama juga nggak tahu, nanti kita tanya langsung pada kakakmu. Dia janji akan makan malam di rumah bareng sama suamimu juga.”