NovelToon NovelToon
Tumbal Jenazah

Tumbal Jenazah

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Iblis / Hantu / Tumbal
Popularitas:36.4k
Nilai: 5
Nama Author: dtyas

Gita, putri satu-satunya dari Yuda dan Asih. Hidup enak dan serba ada, ia ingat waktu kecil pernah hidup susah. Entah rezeki dari Tuhan yang luar biasa atau memang pekerjaan Bapaknya yang tidak tidak baik seperti rumor yang dia dengar.

Tiba-tiba Bapak meninggal bahkan kondisinya cukup mengenaskan, banyak gangguan yang dia rasakan setelah itu. Nyawa Ibu dan dirinya pun terancam. Entah perjanjian dan pesugihan apa yang dilakukan oleh Yuda. Dibantu dengan Iqbal dan Dirga, Dita berusaha mengungkap misteri kekayaan keluarganya dan berjuang untuk lepas dari jerat … pesugihan.

======
Khusus pembaca kisah horror. Baca sampai tamat ya dan jangan menumpuk bab
Follow IG : dtyas_dtyas

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27 ~

Mobil yang dikemudikan Ikbal memasuki area pesantren. Gegas ia keluar membawa ransel milik Gita dan membuka pintu untuk Dirga membopong Gita. Dua orang pria menghampiri mereka, setelah berbincang akhirnya mereka diarahkan memasuki area pondok.

“Baringkan di ruangan ini saja, Mas. Kami panggil ustad dan Umi dulu.”

Sebuah ruangan dengan karpet dan sebuah meja, ada papan tulis di salah satu dinding. Sepertinya digunakan untuk kajian atau belajar bersama. Tidak lama datanglah seorang pria dan wanita paruh baya, tampak bersahaja. Dari penampilannya bisa disimpulkan mereka pengajar atau mungkin pemilik pondok.

Setelah menyapa, Umi Salma mendekati Gita yang lain duduk agak jauh termasuk Dirga dan Ikbal. Umi Salma berusaha menyadarkan Gita, santriwati yang membersihkan luka di wajah gadis itu.

“I-bu,” er4ng Gita.

“Alhamdulillah. Bangun, nduk.”

Gita dibantu duduk lalu menatap sekeliling.

“Bal, kita ada di mana?”

“DI pesantren, Mas Dirga usul kamu dibawa ke sini. Kamu diganggu jin atau iblis, menyeramkan Git. Aku saja takut.”

“Ayo, mas-mas ini kita lindungi Nak Gita dari luar. Berdzikir di sana. Biar Umi Salma yang menemani Gita di sini.”

Dirga sempat menatap Gita, agak berat meninggalkan gadis itu. Namun, ia berada di tempat orang, mau tidak mau harus ikut dengan aturan. Gita dipakaikan kerudung lalu diajak berdzikir dan berdoa bersama. Suasana pondok cukup hangat, mungkin karena terus terdengar lantunan ayat suci dan tempat ibadah.

Cukup lama Dirga dan Ikbal ikut memanjatkan doa untuk perlindungan Gita, melirik jam tangan sudah hampir jam tiga pagi. Bahkan Ikbal sudah berkali-kali menguap.

Brak.

Terdengar suara dari atap.

“Itu pasti yang mau bawa Gita,” seru Ikbal langsung berdiri dan waspada begitupun Dirga.

“Tenang, jangan ada yang panik. Teruskan dzikir dan doa kalian,” ujar Ustad Amir. Pria itu berdiri di depan pintu. “Umi, melindungi gadis itu. Sebentar lagi subuh.”

Gita menatap sekitar plafon, ia ingat kejadian di kamar. bunyi di atas plafon lalu ada benda jatuh bersamaan dengan sosok pocong.

“Umi, tolong aku,” ujar Gita mendekati Umi Salma.

“Tenang nduk, baca lagi doa yang tadi umi ajarkan.”

Gita memejamkan matanya, merasakan sakit di dahi yang lebam karena benturan. Juga perih di pipi dan bibir yang terluka dan sempat berdarah. Mulutnya perlahan kembali melantunkan doa.

***

“Ck, anak itu. Masa harus aku jemput baru mau pulang,” keluh Kaivan ketika sudah berada di dalam mobil sewaan meninggalkan bandara.

Aldo hanya terkekeh sambil memandang keluar jendela. Lokasi tujuan sudah di share oleh Dirga dan disampaikan pada supir. Menyewa mobil sekaligus supir untuk menemani mereka menemui Dirga.

“Mana tahu dari sini kamu dapat mantu. Tidak mungkin Dirga memaksa aku datang kalau gadis itu tidak spesial.”

“Dirga itu anakku, tapi ada apa-apa lebih selalu kamu dan Yura yang lebih tahu dihubungi.”

Lagi-lagi Aldo terkekeh. “Desa Barungan, ada apa di sana,” gumam Aldo.”

“Bapak-bapak ini ada saudara di desa Barungan?” tanya supir yang sempat menoleh ke belakang dan kembali fokus mengemudi.

“Tidak ada mas, kami mau jemput anak dan calon menantu,” sahut Aldo dan Kaivan lagi-lagi berdecak.

Hampir tiga jam perjalanan, akhirnya mobil melewati jembatan menuju desa Barungan. Supir menjelaskan kalau desa tersebut sedang menjadi pembicaraan karena beberapa tahun kebelakang sering terjadi pencurian jenazah.”

“Pencurian jenazah?” tanya Kaivan memastikan.

“BEtul, pak.”

“Memang jenazah bisa dijual?” tanya Kaivan lirih.

“Isu yang beredar, dimanfaatkan untuk pesugihan atau ngelmu. Ini kita sudah masuk alamat yang bapak share, tepatnya disebelah mana?”

“Coba hubungi Dirga!” titah Aldo.

Kaivan pun menghubungi Dirga.

“Iya Pah,” sahut Dirga di ujung sana.

“Di mana kamu?”

“Baru keluar dari pondok, langsung ke rumah Ikbal.”

“Papa sudah sampai Barungan, di mana itu rumah Ikbal?” Kaivan mendengarkan penjelasan Ikbal.

Panggilan berakhir, Kaivan menjelaskan petunjuk dari Dirga pada supir. Sepertinya ikbal sudah menghubungi juga pada orangtua akan kedatangan tamu dari Jakarta. Aldo memilih menunggu bersandar pada mobil sambil merokok, sedangkan Kaivan berbincang di beranda rumah dengan orangtua Ikbal.

Ada mobil datang dan parkir, di depan pagar. Keluarlah Dirga yang langsung menemui Aldo.

“Betah kamu ya, mau jadi orang sini? Tidak kasihan dengan papamu?”

“Iya Om, aku pasti balik ke Jakarta.”

Pandangan Aldo beralih pada gadis yang baru keluar dari mobil.

“Itu Gita, yang aku ceritakan di telpon.” Gita masih berdiri, sedangkan Ikbal menghampiri Aldo menyalami pria itu lalu ikut bergabung dengan orangtuanya.

“Git, kemari!”

“Kamu Gita?” tanya Aldo mengulurkan tangannya.

“I-ya, Pak,” jawab Gita lalu mencium tangan Aldo.

Aldo terkekeh. “Om Aldo, jangan bapak. Kalau yang di sana, kamu boleh panggil Bapak atau Papa,” ujar Aldo menunjuk Kaivan.

Gita menatap Dirga dan Kaivan bergantian.

“Dasar anak nakal, ketemu orang tua juga nggak ada hormat-hormatnya,” seru Kaivan lalu menggelengkan kepala saat menghampiri Dirga.

“Ayolah Om, Pah. Gita butuh pertolongan kalian, semalam dia terluka dan kami diganggu oleh ….” Dirga tidak melanjutkan ucapannya.

“Gita, bisa saya bertemu dengan orang tuamu?” tanya Aldo.

“Ibu sudah tidak ada. Kalau Bapak, aku tidak tahu ada di rumah atau nggak,” sahut Gita lirih.

“Kita ke rumahmu, sekarang. Boleh?” Gita menganggukan kepalanya.

Ikbal mengemudi dan Gita duduk di sampingnya, di kabin belakang ada Aldo, Dirga juga Kaivan. Tidak jauh tempat tinggal Gita dari kediaman keluarga Ikbal.

Rumah Gita tampak sepi, pagar terbuka lebar setelah kepergian para pekerja di rumah itu. mobil Yuda tidak terlihat, jelas pria itu tidak ada di rumah.

Aldo menghela nafasnya saat memperhatikan rumah tersebut, merasakan aura negatif dan melihat banyak sosok di sana. Rumah itu seakan menarik makhluk gaib lainnya untuk datang.

“Aku merasakan tidak enak di rumah ini, tapi tidak bisa melihatnya,” bisik Dirga.

“Hm. Banyak, banyak sekali. Terutama … pocong.”

“Kita tunggu yang punya rumah atau gimana?” tanya Kaivan.

“Gita,” panggil Aldo. “Kami tidak bisa menolongmu, kalau bukan permintaan langsung dari kamu atau keluargamu.”

“Aku mohon, tolong aku dan bapak. Aku tidak tahu perjanjian apa yang bapak lakukan, tapi tolong kami. Ibu sudah menjadi korban, berikutnya pasti aku dan bapak,” ungkap Gita.

“Pakde Yuda kemungkinan melakukan pesugihan,” cetus Ikbal.

Aldo menganggukan kepalanya, lalu berjalan ke arah belakang melalui samping rumah diikuti Gita dan Dirga. Sedangkan Ikbal dan Kaivan masih berada di beranda, berbincang menunggu pintu dibuka dari dalam.

Aldo beristighfar saat tiba di belakang rumah bahkan sampai mengusap wajahnya berkali-kali.

“Apa ada masalah?” tanya Gita menatap heran pada Aldo.

“Kamu sudah lama tinggal di sini?”

“Dari aku kecil, cerita ibu kami tinggal di sini sejak Bapak dan Ibu menikah.”

“Pekarangan itu,” tunjuk Gita pada area yang dipagar bambu. “Tidak ada yang boleh ke sana, tanaman-tanaman di sana pun Bapak yang mengurus dan belum lama ini tanaman-tanaman itu mati.”

“Yang di dalam pagar itu, pemakaman,” ungkap Aldo.

“Hah!” Bukan hanya Gita yang terperanjat mendengar ucapan Aldo, Dirga pun sama. Bagaimana bisa ada pemakaman di area rumahnya, pemakaman siapa dan kapan proses penguburan dilakukan.

1
estycatwoman
very nice 👍💯😊
Wisell Rahayu
baru mampir thoor masih menyimak😀
Hariyanti Katu
Aamiin🤲🤲
Hariyanti Katu
mantaf
Vita Liana
baru baca
Misna Class
lebih baik kalau ada yg ketok2 pintu di biarin aja.. lagian udah sering gitu ngapain juga masih di bukain pintu.. thor2 buat cerita kok aneh banget
Rina Indriani
lanjut kk ceritamu kereen
⍣⃝ꉣ M𝒂𝒕𝒂 P𝒆𝒏𝒂_✒️
pocongny mantan spiderman ya keluar dr plafon..
⍣⃝ꉣ M𝒂𝒕𝒂 P𝒆𝒏𝒂_✒️: makany itu mgkn tuh pocong masih merasa doi spidey jdi dia lewat plafon.. 🤣🤣🤣
dtyas (ig : dtyas_dtyas): belum pernah ya, ada kisah nyata pocong jatuh dr plafon 😁😀
total 2 replies
Rina Indriani
wih... asih
Esih Esih
Luar biasa
Zuhril Witanto
aamiin
Aditya HP/bunda lia
wiiih ... tamat ditunggu yang baru
Heri Wibowo
ada cerita baru lagi Thor
ayularasati91
baru bisa baca setelah sibuk di dunia nyata, ternyata udah mau tamat aja 😭 lanjutt kak thor
⍣⃝ꉣ M𝒂𝒕𝒂 P𝒆𝒏𝒂_✒️
the myth nya hobi turing ya kesana sini..
Kustri
mending tanah diwakafin di bangun masjid ato musholla, spy tdk wingit & pocong dkk takut, Git
⍣⃝ꉣ M𝒂𝒕𝒂 P𝒆𝒏𝒂_✒️
pocongny di toilet mau p1p1s minta dibukain tuh ikatannya..
Zuhril Witanto
arka sekarang ada dimana ...kirain tinggal ma yura
Zuhril Witanto
kamu maunya kapan git
Zuhril Witanto
apa Gita bakalan terseret kasus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!