Ammar Ratore seperti tak percaya dengan apa yang di lihatnya, pria tua itu bisa melihat sorot dan warna mata gadis penolongnya sama persis dengan putranya. Seperti ada sesuatu yang menghubungkan gadis itu dengannya walau baru sekali ini mereka bertemu.
Ternyata kecelakaan yang menimpa dirinya telah menjadi kunci pembuka sebuah tabir yang tertutup rapat dari semua orang.
"Bisakah aku meminta satu hal lagi padamu? Aku mohon tanda tangani surat pernikahan ini, biarkan aku menebus semuanya!"
Apakah semua akan berjalan sesuai keinginannya? Apakah keputusannya untuk menikahkan gadis itu dengan cucu tunggalnya adalah sebuah yang tepat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Bella tak mengeluarkan sedikitpun suaranya ketika ada di dalam mobil, dia hanya tak ingin suasana hati suaminya memburuk ketika mereka kembali berdebat. Dia yakin jika Diego belum mengetahui jika dirinya adalah istri sah dari pria arogan itu. Ketidaktahuan yang sama seperti dirinya sebelum Ammar membawanya ke mansion dan menyebut nama lengkap cucunya.
Bella menghela nafasnya, ternyata orang yang ia lukai adalah suaminya sendiri. Pria tampan yang sangat temperamen dan selalu merasa dirinya adalah yang paling benar. Gadis itu tahu benar jika saat ini Diego sedang menahan rasa sakitnya. Tadi pria itu memaksakan diri untuk menggendongnya, dia yakin jika luka dipunggung suaminya pasti berdarah lagi.
Ditambah rute jalan yang mereka lewati cukup sulit, sepertinya Diego ingin membawanya pergi ke kawasan yang ada di atas bukit. Jalan menanjak dengan kelak kelok jalan yang cukup tajam membuat pria itu harus fokus dan pandai memainkan gas dan koplingnya.
Sampai kemudian pria itu meminggirkan mobilnya di tepi jalan, kepala pria itu rebah diatas kemudi seakan sedang kelelahan. Diego berhenti karena tangannya terasa kesemutan, ia tak bisa meneruskan perjalanan karena akan berakibat fatal jika dipaksakan.
"Kau tak apa apa?!"
Suara Bella yang tiba tiba membuat kepala Diego mendongak dan melihat ke arahnya. Pandangan penuh selidik dan kewaspadaan itu membuat Bella tertawa lebar. Dia hanya merasa wajah tampan itu terlihat sangat lucu.
"Tenang saja, aku tidak sedang membawa pisau Tuan! Saat ini kurasa aku tidak membutuhkan itu untuk mengalahkanmu!" ujar Bella sengaja memancing kemarahan. Setidaknya ketika sedang marah rasa sakit yang Diego rasakan bisa sedikit teralih.
Perlahan Diego melepas jas yang masih dia kenakan, entah...tapi suara gadis yang duduk disampingnya membuat dirinya merasa gerah. Ternyata tak mudah untuk melepasnya karena tiba tiba tangannya terasa sangat nyeri. Dengan sigap Bella berusaha membantunya.
"Apa ada kotak obat atau setidaknya kain untuk membebat lukamu?" tanya Bella yang kemudian melepas satu persatu kancing kemeja putih yang dikenakan suaminya. Ada noda merah di bagian atas punggung yang ia yakin adalah luka yang kembali terbuka. Sepertinya kemeja pria itu harus dilepas agar dia bisa melihat lukanya.
"Kau mau apa hahhh!!" geram Diego menggenggam dua tangan Bella yang cekatan membuka kemejanya.
"Cihh kau pikir aku mesum seperti dirimu hahh!? Yang mudah terbakar hasrat hanya karena melihat kemolekan wanita? Diamlah sebentar, atau kita akan menginap disini semalaman karena tak melanjutkan perjalanan."
Mata Diego terbelalak ketika dengan tenangnya Bella naik ke pangkuannya, ia tahu jika gadis itu melakukannya agar lebih leluasa melihat dan mengikat lukanya untuk menghentikan pendarahan. Beruntung dikotak obat masih ada beberapa gulung perban untuk mengikat lukanya.
Tubuh mereka yang tak lagi berjarak membuat Diego bisa menikmati wajah cantik tanpa polesan itu. Aroma vanilla yang menyeruak dari tubuh sintal diatasnya membuat otaknya tak lagi bisa berpikir. Diego menggeram lirih karena sesuatu di bawah sana mulai menggeliat ingin dipuaskan.
"Aku tahu isi otakmu Tuan! Jangan berani memikirkannya... " cibir Bella, ia bukan gadis bodoh yang tak bisa merasakan sesuatu yang ada dibawahnya. Selesai mengikat luka ia segera duduk ditempatnya semula, nafasnya pun sedikit terendah karena sebenarnya ia pun berusaha kuat untuk tidak jatuh dalam pesona mata hitam yang terus saja menatapnya tajam tadi.
"Aku sudah menikah, jadi aku tak akan tertarik pada tubuh j*lang sepertimu! Aku hanya ingin kau bertanggung jawab dengan apa yang sudah kau lakukan padaku!" ketus Diego dengan wajah masih sangat memerah. Bukan karena amarah, tapi karena masih sekuat tenaga mengendalikan hasratnya yang masih berkobar.
Jika tak terluka mungkin saja ia akan gelap mata dan membuat gadis disampingnya terkapar di bawahnya. Diego benar benar ingin menjadi satu satunya pria yang berkuasa atas diri Bella. Dia tak bisa membayangkan jika Max atau pria lain mencoba mendekati gadis itu. Seperti yang ia lihat tadi, ia tahu jika Dev sempat melihatnya dengan rasa kagum.
"Dengan apa aku harus bertanggung jawab? Aku bukan gadis pengangguran yang hanya mengurus dan mendengar keluhan bayi besar sepertimu!"
"Rawat lukaku sampai benar benar sembuh, kau akan tunduk di kakiku sebelum keadaanku bisa kembali seperti semula!" ujar Diego, dengan ini dia bisa mengikat Bella agar terus bisa ada disampingnya. "Dua puluh empat jam kau harus mengawasi dan menjadi pelayanku! Tak ada kata kataku yang yang bisa kau bantah!"
"Masih saja egois, kau ingat? Luka itu aku berikan karena waktu itu kau menggila di atas tubuhku. Jika pisau itu tak menancap maka bisa saja kau mengambil apa yang seharusnya tidak kau ambil. Jika kau sudah menikah kenapa kau tidak meminta istrimu saja untuk merawatmu!?"
"Aku tidak peduli... "
"Biar aku yang membawanya!" kata Bella yang tahu jika mereka akan melanjutkan perjalanan. Tapi pria disampingnya seperti tidak mendengarkan, Diego tetap membawa sendiri mobilnya.
"Kenapa? Kau takut?" cibir Diego seperti meremehkan, tapi beberapa saat kemudian dia dikejutkan dengan Bella yang meraih setir hingga mobil berjalan terlalu ke pinggir, sepertinya gadis itu ingin membuat mobil mereka jatuh ke jurang. Sekuat tenaga Diego menahan kemudi agar terap ada diatas aspal. Dia bahkan lupa untuk segera menginjak rem.
"Apa yang kau lakukan!?" teriak Diego.
"Takut?? Aku hanya ingin menunjukkan apa itu takut Tuan... " lirih Bella tepat ditelinga Diego ketika tangannya sudah melepas benda bundar di depannya.
" Dasar gadis gila!!!"
❤❤❤❤
wah dasar kau ember 😡😡😡 kau gak pantas berada di situ 😡😡😡 pantasnya kau jadi tempat cuci piring 🙄🙄🙄
semangat berkarya kakkkkk
dharma jg pasti sngt sulit buat ngluluhin hati bella yg udh terlanjur sakit hati...
buat apa y ammar masih mempertahankan victoria... ???🤔🤔🤔😇😇😇 jelas2 dr dlu ammar gk menyukainya...
pengacaranyanya